Demikian hal itu ditandaskan anggota DPD RI, Ir. H. Cholid Mahmud, M.T, Senator asal Provinsi Yogyakarta usai Sidang Pleno Kelompok DPD RI di MPR dengan tema Bersama Kita Melangkah Menuju Amandemen Kelima UUD 1945, Khususnya Penataan Kewenangan DPD RI, Kamis (15/9/2016) di Nusantara V, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Menurutnya masing-masing berjalan sendiri-sendiri hingga dapat dirasakan bahwa arah pembangunan nasional itu bisa tidak sinkron. Karena Presiden lain, gubernurnya lain, begitu juga bupatinya bisa lain apalagi kalau partainya beda-beda.
“Nah itu yang oleh masyarakat yang dianggap perlu ada satu, yaitu pedoman yang disepakati bersama oleh seluruh pengelola negara tentang arah pembangunan itu,” terangnya.
Dengan hal itu, ia pun menanggapi adanya kepentingan dan keperluan, karena dalam diskusi pendapatnya bermacam-macam sehingga dalam perkiraan Cholid Mahmud, sesuatu yang terbuka di MPR yang dimungkinkan akan dibahas sampai disepakati bentuknya seperti apa, termasuk perundang-undangan menjadi seperti apa.
Mengingat model GBHN dengan era sekarang ini, Senator Yogya menandaskan bahwa sebenarnya ada hal yang tidak relevan dalam sistem ketatanegaraan. Sedangkan arah pembangunan GBHN sebelumnya diterapkan top down dibanding model RPJM dimulai dari aspirasi bawah atau bottron up. Oleh karena itu, Ia mempersilahkan merumuskan arah pembangunan nasional di era sekarang ini, meskipun tidak harus seperti dulu bahwa MPR itu adalah lembaga tertinggi Negara.
“MPR itu lembaga tertinggi, dia menunjuk Presiden sehingga ketika menunjuk Presiden, MPR memberi paket yang harus dikerjakan oleh mandataris MPR, yaitu GBHN. Logikanya sudah cocok, sehingga mandataris MPR tiap tahun memberikan laporan kepada MPR tiap tahun,” pungkasnya. dedy mulyadi