SURABAYA – beritalima.com, Nenek Kinasih (68) seorang penjual rujak di Jalan Pumpungan I No 7B Surabaya menyatakan bersedia kapan saja menemui Walikota Surabaya Eri Cahyadi untuk menyelesaikan sengketa tanahnya yang berada di kawasan Manyar Kertoarjo yang berdiri Gereja HKBP.
Hal itu diungkapkan nenek Kinasih di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, setelah Walikota Eri Cahyadi untuk kedua kalinya tidak menghadiri sidang mediasi perkara perdata antara dirinya dengan Pemkot Surabaya.
“Tadi pihak Tergugat, Pak Walikota Surabaya tidak hadir, tetapi menyerahkan kuasa khusus untuk mediasi,” ungkapnya di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya melalui kuasa hukumnya John A Christian. Kamis (18/1/2024).
Dikatakan John, dalam sidang mediasi yang digelar hari ini, hakim mediator Syaifuddin Zuhri mengharapkan perkara ini diselesaikan secara kekeluargaan, supaya tidak memancing reaksi yang berlebihan.
“Pada prinsipnya penyelesaian perkara secara kekeluargaan memang lebih baik. Saya berharap untuk penyelesaian perkara ini secara tuntas, seharusnya Pak Wali berkenan untuk hadir. Tadi saya sampaikan juga mungkin Pak Wali sibuk, kami bersedia jika Pak Wali mengundang kami untuk datang ketempat beliau, untuk sekedar bersilahturahim, kami menyampaikan duduk perkara yang sebenarnya. Itu yang kami harapkan dalam persidangan mediasi,” katanya.
Selanjutnya John menyampaikan kalau pada persidangan sepekan mendatang, pihaknya sebagai Penggugat akan memberikan pendapat apa yang menjadi tuntutannya.
“Tuntutan kami sangat sederhana. Kami tidak akan menuntut ganti rugi apabila Pak Wali mencabut surat persetujuan nomer 34/Pers/1981. Itu saja. Ganti rugi perdata kami abaikan, karena kami hanya mengharapkan bahwa status dari tanah itu adalah jelas. Dan memang sampai detik ini statusnya masih jelas masih atas nama Ibu Kinasih,” ujarnya.
Ditanya awak media, Surat Persetujuan yang dipersoalkan tersebut kan produk dari Walikota Surabaya yang lama yaitu Moehadji Widjaya,? John menjawab, surat persetujuan itu produk hukum pemerintah, maka secara turun temurun, pemerintah kota Surabaya harus bertanggungjawab.
“Yang saya gugat kan Pemkot Surabaya, cq Walikota Surabaya. Yang menjabat saat ini kan Pak Eri Cahyadi. Seharusnya SK itu produk hukum yang cacat yang harus dicabut, tidak boleh tidak,” jawab pengacara Kinasih, John Christian.
Sebelumnya, nenek Kinasih menggugat Walikota Surabaya Eri Cahyadi ke Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Gugatan ini terdaftar dengan nomer perkara 1352/Pdt.G/2023/PN.Sby.
Nenek Kinasih mengajukan gugatan karena tanahnya oleh Walikota Surabaya diberikan kepada Gereja HKBP (Huria Kristen Batak Protestan) berdasarkan Surat Persetujuan Wali Kota Nomor 34/Pers/1981.
Dengan dasar Surat Persetujuan Wali Kota Nomor 34/Pers/1981 tersebut, Gereja HKBP akhirnya mendirikan bangunan gereja di tanahnya yang terletak di Jalan Manyar Kertoarjo.
Kendati didalam surat persetujuan walikota itu diberikan beberapa syarat dalam pendirian bangunan gereja. Salah satunya yakni HKBP harus mengajukan ke kantor agraria Kota Surabaya dalam penyelesaian administrasi pertanahan. Dalam surat persetujuan tersebut juga tercantum bahwa surat persetujuan itu berlaku 6 bulan sejak tanggal ditetapkan dan akan dicabut apabila syarat-syarat tersebut tidak dipenuhi.
Diketahui, berdasarkan Petok D Nomor 482, tanah yang diatasnya berdiri bangunan gereja tersebut sampai saat ini masih tercatat atas nama Kandar P Goentoro. Dan Kinasih adalah ahli waris yang sah dari Kandar P Goentoro sebagaimana surat keterangan ahli waris yang telah disahkan oleh Lurah Mojo dengan register nomor 470/137/436961/2007 tertanggal 14 Mei 2027.
Guna memastikan status tanah tersebut milik Kinasih, John Christian selaku pengacara Kinasih, kemudian bersurat ke BPN (Badan Pertanahan Nasional). BPN kemudian pada Oktober 2023 memberikan tanggapan dengan mengundang Kinasih dengan didampingi dirinya selaku kuasa hukum.
“Dari pertemuan itu ternyata kami tahu ada pengajukan sertifikat oleh Gereja HKBP. Kemudian saya tunjukkan dasar kepemilikan tanah itu masih milik klien saya yakni surat petok,” papar John.
Atas dasar itulah, lanjut John, Kinasih akhirnya menggugat Walikota Surabaya ke PN Surabaya dengan petitum mencabut dan membatalkan Surat Persetujuan Walikota Surabaya Nomor 34/Pers/1981 tertanggal 18 Mei 1981.
“Saya meminta surat persetujuan itu harus dicabut karena persyaratan dari Pemkot Surabaya tidak terpenuhi. Juga syarat dalam surat persetujuan itu tidak terpenuhi lebih dari 6 bulan, bahkan 40 tahun lebih,” lanjutnya.
Sebenarnya, John berharap Walikota Surabaya bisa lebih bijak dan cermat dalam menyelesaikan sengketa tanah kliennya ini.
“Kasihan, ibu Kinasih ini sudah tua, umurnya 68 tahun yang sehari-hari berjualan rujak cingur di depan rumahnya. Ibu Kinasih Ini juga warga Surabaya lho. Terus kami mau ke mana? Kalau tidak ke pengadilan. Jadi Walikota Surabaya harus bijak karena masalahnya hal ini adalah hak orang,” tandas pengacara John Christian. (Han)