JAKARTA, Beritalima.com– Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI kembali menyatakan penolakan terhadap Peraturan Presiden (Perpres) No: 64/2020 yang kembali menaikkan iuran Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) sebagai tindak lanjut putusan Amar Mahkamah Agung (MA) Nomor 7 P/HUM/2020.
Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PKS, Dr Hj Kurniasih Mufidayati dalam keterangan tertulis yang disampaikan kepada awak media, Jumat (12/6) malam mengatakan, Fraksi PKS sudah mengirim surat resmi menolak kenaikan kembali iuran BPJS. Sebab saat ini dalam kondisi Pandemi wabah Covid-19, ekonomi rakyat terpukul luar biasa.
“Perpres No 64 Tahun 2020 tidak tepat isinya, tidak tepat waktunya dan tidak menindaklanjuti keputusan MA. Regulasi ini sangat tidak tepat, kami meminta agar tidak memberikan beban baru kepada masyarakat dalam situasi pandemi,” ujar Mufida seperti disampaikan wakil rakyat dari Dapil Jakarta Selatan, Pusat dan Luar Negeri ini.
Hal itu juga disampaikan wakil rakyat ini dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi IX dengan Menko PMK, Menteri Kesehatan, DJSN, Dewas BPJS Kesehatan dan Direksi BPJS Kesehatan di Kompleks Parlemen Senayan, Kamis (11/6).
Mufida, demikian sapaan akrab perempuan berhijab tersebut juga mengungkapkan kekecewaan terhadap Pemerintah yang mengabaikan kesimpulan RDP Komisi IX dengan DJSN, Dewas BPJS dan Direksi BPJS Kesehatan 30 April 2020.
Mufida menyebut, dalam Laporan Singkat (Lapsing) RDP tersebut, Komisi IX mendorong percepatan agar putusan MA dapat segera diimplementasikan dan disetujui oleh BPJS Kesehatan saat rapat. “Lapsing RDP adalah pegangan yang formal, ini rapat yang formal tapi kenyataannya kami tidak melihat follow up dari rapat yang sudah kita sepakati. Pemerintah bukannya membatalkan Pasal 34 ayat (1) dan (2), Perpres No: 75/2019. Yang dilakukan justru Pemerintah menerbitkan Perpres baru yang kembali membebani rakyat juga membuat resah dan galau seluruh rakyat,” tegas Mufida.
Dingatkan, kesimpulan RDP memiliki kekuatan. Mufida kecewa karena sering hasil kesepakatan RDP DPR dengan pemerintah, hanya dianggap dokumen kertas yang tidak ada makna, padahal DPR adalah lembaga tinggi negara. Mufida menyebut, kita memahami BPJS Kesehatan sedang mengalami kesulitan dalam tata kelola keuangan.
Namun, jangan sampai jalan keluar yang dipilih untuk menyelesaikan kesulitan itu dengan membenai rakyat justru saat pandemi. “Pemerintah pasti punya caralah, 1001 cara untuk menyelesaikan itu. Poin-poin detil dalam Lapsing RDP 30 April juga memberikan rekomendasi bagaimana kalau terjadi defisit. Tapi jangan dibebankan ke masyarakat,” ungkap dia.
Mufida mengingatkan agar Pemerintah memiliki itikad baik dalam memenuhi hak pelayanan kesehatan rakyat yang dijamin UUD. Bahwa memberikan hak pelayanan kesehatan itu kewajiban negara. BPJS Kesehatan bukan asuransi kesehatan yang mengitung plus minus, tetapi memiliki ruh pemenuhan hak rakyat.
“Untuk yang Kesekian kali kami mengetuk pintu hati bapak ibu sekalian, apakah layak di tengah situasi pandemi mengumumkan regulasi yang membuat resah dan galau seluruh rakyat Indonesia?” demikian Dr Hj Kurniasih Mufidayati. (akhir)