SURABAYA, beritalima.com – Angka kematian ibu hamil di Surabaya menurun. Tahun lalu, kematian ibu hamil sebanyak 38 kasus. Tahun ini, hingga awal November, kematian ibu hamil berada pada angka 28 kasus. Hal tersebut disampaikan Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Surabaya Febria Rachmanita di sela-sela acara Launching Program 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) di balai RW II Kelurahan Sidosermo, Rabu (9/11).
Menurut Febria, kematian ibu mayoritas disebabkan pendarahan saat proses persalinan. Untuk mengantisipasi hal tersebut, pemkot menggandeng sejumlah rumah sakit menjalin komitmen bersama layanan darah bagi ibu hamil. Adapun beberapa pihak yang menandatangani nota komitmen bersama ini antara lain Dinkes Surabaya, UTD PMI Kota Surabaya, RSUD dr Soetomo, RSU Haji, RS Unair, RSUD Bhakti Dharma Husda, RSUD dr Soewandhie, RSU Adi Husada Undaan Wetan, RS Husada Utama, RS Premier, RSI Jemursari, RSK Vinsentius A Paulo (RKZ), RS Mitra Keluarga, RS Siloam dan National Hospital. Melalui komitmen bersama ini, para pihak sepakat memprioritaskan kebutuhan darah bagi ibu hamil.
Layanan darah bagi ibu hamil ini merupakan bagian dari program 1.000 HPK. Teknisnya, seorang ibu hamil wajib didampingi empat pendonor dengan golongan darah yang sama. Tentunya, kualitas darah pendonor telah melalui pemeriksaan sehingga aman bagi ibu hamil. Para pendonor yang berminat membantu ibu hamil dapat mendaftarkan diri di 63 puskesmas di Surabaya. “Jadi saat proses persalinan, bilamana sang ibu membutuhkan darah sudah tidak perlu repot mencari sumbangan darah,” terang pejabat yang akrab disapa Fenny ini.
Terkait program utama 1.000 HPK, Fenny melanjutkan, sasaran utamanya yakni calon pengantin usia produktif. Pemkot mendapatkan data calon pengantin dari Kementerian Agama. Selanjutnya, para calon pengantin tersebut difasilitasi pendampingan. Jangka waktu pendampingan mulai jelang pernikahan hingga memiliki anak usia 2 tahun. Kendati demikian, pendampingan ini bukan merupakan paksaan, melainkan kesepakatan dua belah pihak.
Selama pendampingan, mereka akan mendapat materi pengetahuan kesehatan reproduksi. Serta dibekali persiapan fisik dan psikis untuk menghadapi perkawinan. Saat hamil, sang calon ibu akan diikutkan kelas khusus bagi ibu hamil. Dalam kelas ini akan diajarkan bagaimana cara merawat kehamilan dan cara mengasuh anak.
“Sebelum hamil dan saat hamil, sang ibu akan terus dipandau kondisi kesehatannya. Salah satu caranya yaitu dengan serangkaian pemeriksaan kesehatan mulai tes HIV-AIDS, hepatitis, tokso dan sebagainya,” urai pejabat yang merangkap sebagai Plt Direktur RSUD dr Soewandhie ini.
Fenny menambahkan, setelah melahirkan, sang ibu akan dilatih inisiasi menyusui dini (IMD). Pemberian ASI eksklusif sampai bayi usia 6 bulan dan dilanjutkan hingga usia 2 tahun. “Dengan konsep seperti ini, program 1.000 HPK kelak akan menghasilkan generasi yang lebih berkualitas,” katanya.
Program pendampingan calon pengantin sudah mulai berjalan sejak awal Oktober 2016. Total sudah ada 315 pasangan yang mengikuti program ini secara intensif. Untuk mensukseskan program 1.000 HPK, Dinkes berkoordinasi dengan seluruh puskesmas yang kemudian melatih para kader. “Kader-kader inilah yang membantu pemkot turun memberikan pendampingan bagi para calon pengantin. Tanpa peran kader, kita tidak mungkin menjalankan program ini secara sukses,” imbuh Fenny.
Hal senada disampaikan Asisten Kesejahteraan Rakyat Sekkota Surabaya, Eko Haryanto. Menurut Eko, peran kader kesehatan sangat krusial dalam program 1.000 HPK. “Sukses tidaknya program ini bergantung pada para kader. Untuk itu, kami atas nama Pemerintah Kota Surabaya mengucapkan terima kasih atas semangat dan sumbangsih para kader kesehatan,” pungkas mantan Kepala Dinas Sosial Surabaya ini.