JAKARTA, beritalima.com | Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Desember 2024 telah mengenakan sanksi administratif berupa denda kepada 7 Emiten, 8 Direksi Emiten, 3 Komisaris Emiten, 2 Penilai, dan 2 Akuntan Publik sebesar Rp3,33 miliar.
Itu point pertama dalam rangka penegakan ketentuan di bidang Pasar Modal, yang terungkap dalam Rapat Dewan Komisioner Bulanan OJK di Jakarta pada awal tahun 2025.
Point kedua, OJK telah mengenakan sanksi administratif berupa denda total sebesar Rp14 miliar kepada 19 pihak terkait pelanggaran Pasal 91 dan 92 UU PM, dan 12 Perusahaan Efek atas pelanggaran tidak melakukan identifikasi yang cukup untuk mengetahui profil calon nasabah terkait dengan ada/tidaknya beneficial owner dalam dokumen pembukaan FPRE atas Kasus Perdagangan Saham.
Dan point ketiga, selama tahun 2024 OJK telah mengenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp83,32 miliar kepada 144 pihak, 21 Perintah Tertulis, 2 Pencabutan Izin Usaha Manajer Investasi, 1 Pencabutan Izin Orang
Perseorangan, 1 Pembekuan Izin dan 10 Peringatan Tertulis serta mengenakan sanksi administratif berupa denda atas keterlambatan dengan nilai sebesar Rp62,81 miliar kepada 696 pelaku jasa keuangan di Pasar Modal dan 130 Peringatan Tertulis atas keterlambatan penyampaian laporan, serta mengenakan 5 sanksi administratif berupa Peringatan Tertulis atas selain keterlambatan.
Selain itu, dalam rangka pemberantasan judi online yang berdampak luas pada perekonomian dan sektor keuangan, OJK telah melakukan pemblokiran terhadap ± 8.500 rekening
dari data yang disampaikan oleh Kementerian Komunikasi dan Digital.
OJK juga telah melakukan pengembangan atas laporan tersebut dengan meminta perbankan melakukan penutupan rekening yang memiliki kesesuaian dengan Nomor Identitas Kependudukan serta melakukan Enhance Due
Diligence (EDD).
OJK juga telah mendiskusikan dan sharing informasi dengan
perbankan mengenai upaya penguatan parameter-parameter yang dapat digunakan perbankan dalam upaya deteksi awal rekening terindikasi judi online, di samping terus menguatkan upaya pengawasan terhadap pemanfaatan rekening dormant sebagaimana yang telah dilakukan selama ini.
Dalam upaya pemberantasan kegiatan keuangan ilegal, dari 1 Januari hingga 31 Desember 2024, OJK telah menerima 16.231 pengaduan terkait entitas ilegal. Dari
total tersebut, 15.162 pengaduan mengenai pinjaman online ilegal dan 1.069 pengaduan terkait investasi ilegal.
Dalam rangka penegakkan ketentuan perlindungan konsumen, melalui Satuan
Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PASTI) pada periode
Januari sampai 31 Desember 2024, OJK telah menemukan dan menghentikan 2.930 entitas pinjaman online ilegal dan 310 penawaran investasi ilegal di sejumlah situs dan aplikasi yang berpotensi
merugikan masyarakat.
OJK juga telah menerima informasi 228 rekening bank atau virtual account yang dilaporkan terkait dengan aktivitas keuangan ilegal yang telah dimintakan pemblokiran melalui satuan kerja pengawas bank untuk memerintahkan bank terkait melakukan pemblokiran.
Satgas PASTI juga menemukan nomor kontak pihak penagih (debt collector) pinjaman online ilegal dan telah mengajukan pemblokiran terhadap 1.692 nomor kontak kepada Kementerian Komunikasi dan Digital RI.
OJK bersama anggota Satgas PASTI yang didukung oleh asosiasi industri perbankan dan sistem pembayaran, telah melakukan soft launching Indonesia Anti-Scam Centre (IASC) atau Pusat Penanganan Penipuan Transaksi Keuangan pada Jumat (22/11/2024).
Sampai 31 Desember 2024, IASC telah menerima 18.614 laporan yang terdiri dari 14.624 laporan disampaikan oleh korban melalui Pelaku
Usaha Sektor Keuangan (bank dan penyedia sistem pembayaran) yang kemudian
ditindaklanjuti melalui IASC, sedangkan 3.990 laporan langsung dilaporkan oleh
korban ke dalam sistem IASC.
Laporan tersebut mencakup 101 pelaku usaha dengan 29.619 rekening terkait penipuan, dimana sebanyak 8.252 rekening telah diblokir. IASC akan terus meningkatkan kapasitasnya mempercepat penanganan kasus penipuan di sektor keuangan.
Masih dalam rangka penegakan ketentuan, selama Desember 2024, OJK telah mencabut izin usaha sejumlah PT BPR, yakni PT BPR Duta Niaga di Provinsi Kalimantan Barat sejak 5 Desember 2024, PT BPR Pakan Rabaa Solok Selatan di Provinsi Sumatera Barat sejak 11 Desember 2024, PT BPR Kencana di Provinsi Jawa Barat sejak 16 Desember 2024, dan PT BPR Arfak Indonesia di Provinsi Papua Barat pada 17 Desember 2024.
Dengan berbagai kebijakan dan langkah penegakan ketentuan serta peningkatan integritas, OJK meyakini sektor jasa keuangan dapat terjaga stabil dan berkontribusi secara optimal bagi perekonomian nasional. (Gan)