Serap Aspirasi di Ploso, Fuad Benardi Disambati Infrastruktur, Sampah hingga Ketidaktepatan Data Sosial

  • Whatsapp
SURABAYA, beritalima.com – Anggota DPRD provinsi Jawa Timur Fuad Bernardi menggelar kegiatan penyerapan aspirasi masyarakat (Reses) di kawasan Ploso, Surabaya. Dalam pertemuan tersebut, berbagai persoalan klasik kembali mencuat, terutama terkait infrastruktur dasar, saluran air, genangan air, serta perilaku warga dalam menjaga kebersihan lingkungan.
Fuad mengungkapkan bahwa sebagian besar keluhan warga berkaitan dengan infrastruktur yang merupakan kewenangan Pemerintah Kota Surabaya.
“Kita akan komunikasikan dengan teman-teman Pemkot Surabaya dari PDI-P. Kota, provinsi, sampai pusat, semuanya harus berjalan bersama agar kebutuhan warga tetap terpenuhi,” ujarnya.
Selain itu, kebutuhan tingkat RT seperti tenda, terpal, dan perlengkapan kegiatan warga juga menjadi perhatian. Fuad memastikan akan mengawal usulan tersebut ke dinas terkait agar segera direalisasikan.
“Ini kebutuhan yang baik dan realistis. Warga pasti akan kita bantu,” ujarnya.
Masalah Genangan, bukan hanya selokan, tapi juga perilaku warga.
Persoalan genangan air menjadi keluhan paling dominan. Fuad menjelaskan bahwa banjir di Surabaya tidak semata-mata disebabkan oleh ukuran saluran.
“Kadang bukan soal ukurannya. Kalau sungai atau laut pasang, air dari selokan tidak bisa keluar. Begitu surut, pompa jalan dan air bisa ditarik,” jelasnya.
Yang lebih mengkhawatirkan adalah perilaku sebagian warga yang masih membuang sampah sembarangan, termasuk ke selokan.
“Percuma pemerintah bangun saluran bagus kalau warganya masih buang sampah ke jalan atau sungai. Saya sering lihat sendiri,” sahutnya.
Dalam kegiatan bersih-bersih sebelumnya, petugas bahkan menemukan kasur dan barang besar lain di dalam selokan.
“Ini kan keterlaluan. Edukasi harus terus diberikan,” sambung anggota komisi C DPRD provinsi Jatim ini.
Menanggapi masukan warga soal penindakan tegas terhadap pembuang sampah sembarangan, Fuad menyebut pengawasan masih menjadi tantangan besar.
“Penindakan itu butuh bukti. Dulu pernah ada sistem pelaporan, kalau bisa memfoto pelanggarnya dapat imbalan. Mungkin bisa dihidupkan lagi,” ucapnya.
Ia juga menyebut pemasangan CCTV di titik rawan pembuangan sampah sangat memungkinkan, namun tergantung ketersediaan anggaran.
“CCTV perlu. Tapi anggaran ini kan bertahap,” katanya.
Isu lain yang mencuat adalah ketidaktepatan data sosial, terutama terkait bantuan provinsi seperti beasiswa dan KPM Jawara. Banyak warga tidak menerima karena tak masuk desil kesejahteraan.
“Padahal kondisi nyata mereka benar-benar tidak mampu. Ini sering kami terima keluhannya,” jelas Fuad.
Pendataan mengacu pada data BPS dan diperbarui oleh pendamping sosial. Namun Fuad menilai masih terjadi kubu-kubuan di tingkat bawah, di mana kedekatan dengan aparat RT/RW memengaruhi siapa yang diusulkan.
“Kadang yang tidak layak malah diusulkan. Sementara yang benar-benar butuh tidak masuk desil,” tukasnya.
Fuad menilai perlunya survei ulang yang lebih objektif, namun perubahan mendasar harus dimulai dari regulasi.
“Harus merubah undang-undangnya dulu. Usulan dari desa dan kelurahan sangat menentukan,” pungkasnya.(Yul)
beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait