SURABAYA, beritalima.com|
Pendidikan memiliki masalah yang klasik sejak diberlakukannya sistem zonasi. Setiap kali bertemu dengan anggota DPRD provinsi Jatim, baik secara resmi maupun tidak, keluhan masyarakat terkait pendidikan selalu menjadi topik yang hangat untuk dibicarakan.
Begitupun yang dilakukan oleh masyarakat warga Kapas Baru saat menyambut kehadiran Hadi Dediyansyah SPd MHum, untuk melaksanakan Penyerapan Aspirasi Masyarakat tahap 3 tahun 2022 ini.
“Dari pemerintah Surabaya sendiri juga harus bertanggung jawab, artinya bahwa penanganan pendidikan di wilayah Surabaya, tentunya harus ada kolaborasi antara pemerintah kota dengan pemerintah provinsi, karena egosentris ini harus dihilangkan. Kalau bicara masalah wilayah antara Surabaya dengan Jakarta itu beda, perlakuan sistem zonasi kalau di Jakarta no problem, karena terjangkau oleh bangunan-bangunan SMA di mana-mana.
Sementara untuk Surabaya itu ndak bisa, banyak perluasan daerah pinggiran kota ini kan belum tersentuh, belum ada sekolah SMAN maupun SMKN. Tentunya ini harus menerapkan pola kolaborasi antara pemerintah kota dan provinsi, karena terus terang bahwa Surabaya ini kan permasalahan pendidikan ini menjadi krusial, karena sampai detik ini anak-anak yang mestinya punya prestasi, punya kemampuan dalam bidang pendidikan, karena tidak tersalurkan atau tidak menerima haknya di SMA negeri maupun SMK negeri, akhirnya anak-anak ini patah dengan sendirinya,” terang Cak Dedy, panggilan akrab Hadi Dediyansyah.
Politisi partai Gerindra ini menyebutkan, bahwa persoalan ini menjadi kajian dari komisinya juga, pemerataan pendidikan itu harus betul-betul adil merata, Jangan hanya di monopoli oleh sebagian masyarakat.
“Masyarakat Surabaya harus betul-betul menikmati secara keseluruhan, pendidikan mulai tingkat dasar, yaitu Paud, SD, SMP SMA dan SMK, baik negeri maupun swasta. Tetapi yang kita dorong untuk menjadi skala prioritas adalah pendidikan sekolah negeri, baik SD, SMP SMA dan SMK. Pendidikan ini penting untuk masa depan bangsa, kita selalu mengutamakan pengajuan anggaran itu untuk pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat, terutama masyarakat kecil yang membutuhkan bantuan,” tekannya.
Cak Dedy juga menampung keluhan masyarakat terkait BLT (Bantuan Tunai Langsung) yang masih semrawut. Masih banyak masyarakat yang seharusnya menerima bantuan dari pemerintah, justru tidak mendapatkan apa-apa.
“Saya sudah usulkan bahwa data masyarkat itu harus selalu update. Dan yang tahu persoalan warganya, itu adalah ketua RT dan RW. Mereka ini pimpinan terkecil dari institusi pemerintah. Jika data yang disetorkan oleh RT dan RW ini digunakan sebagai dasar database untuk bantuan kepada masyarakat kecil, saya yakin bahwa bantuan yang diberikan oleh pemerintah ini bisa tepat sasaran,” sambungnya.
Cak Dedy mengisahkan, suatu hal yang aneh juga dialaminya. Istrinya mendapat pemberitahuan dari BRI, istri anggota komisi E DPRD provinsi Jatim bahkan menerima BLT sebesar Rp 1.500.000,- per bulan. Dan sudah 2 tahun ini, BLT tersebut tidak diambil.
“Bayangkan, istri seorang anggota DPRD provinsi Jatim menerima BLT. Sementara warga masyarakat yang membutuhkan BLT malah tidak dapat BLT. Aneh,” pungkasnya.(Yul)