SURABAYA, beritalima.com | Para petugas medis Dinas Kesehatan Kota Surabaya bersusah payah menangani warga yang terjangkit Covid-19. Pasalnya, tak semua warga mau berobat ke rumah sakit. Meski, hasil dari pemeriksaan via swab menyatakan yang bersangkutan telah terkonfirmasi Covid-19.
Wakil Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Eddy Christijanto, mengungkapkan, bahwa orang yang terkonfirmasi positif ada yang tak merasakan gejala (OTG), seperti batuk, pilek dan sesak. Untuk itu, penolakan saat akan dibawa tim medis ke rumah sakit muncul, karena tak ada keluhan apa-apa.
“Tapi dia kan bawa virus. Untuk itu, kami tim dengan Kasatpol PP dan camat turun untuk menyadarkan mereka. Memang perlu seni sendiri untuk menyadarkan mereka. Gampang-gampang susah,” kata Eddy, Senin (11/5/2020).
Eddy menyebut, ada banyak cara persuasive yang dilakukan supaya para OTG itu mau berobat ke rumah sakit. Diantaranya, dengan melibatkan RT, RW dan tokoh masyarakat yang ada di sekitar daerah setempat. Petugas merayu OTG agar bersedia di swab di rumah sakit, bahwa biaya pengobatan gratis, semuanya ditanggung pemerintah kota.
“Nanti kalau Swab nya negatif, kita kembalikan ke rumah lagi. Ketika ditinggal ke rumah sakit, rumah akan disemprot disinfektan,” paparnya.
Upaya lain yang dilakukan Tim Gugus Covid adalah dengan melibatkan pihak manajemen perusahaan. Melalui pimpinan perusahaan, karyawan yang terjangkit Covid-19 yang semula menolak, akhirnya luluh mengikuti saran pimpinan perusahaan untuk berobat. “Kita hubungi pimpinan (mereka), akhirnya paham,” tuturnya.
Yang menarik, adalah pelibatan pimpinan partai politik. Keterlibatan fungsionaris parpol ini terjadi, karena OTG adalah kader partai. Langkah ini dilakukan setelah berbagai cara lain yang ditempuh gagal. Setelah ditelisik, yang bersangkutan adalah kader partai. Maka, cara ini kita lakukan. Kepada pimpinan parpol, disampaikan bahwa persuasi melalui jalur partai dilakukan semata-mata untuk menyelamatkan yang bersangkutan, keluarga dan tetangganya.
“Setelah panjang lebar kita jelaskan, akhirnya pimpinan partai memahami, kemudian membantu kita untuk mengajak mereka yang OTG agar mau berobat,” ucapnya.
Upaya lainnya, yakni dengan melibatkan pihak kepolisian, Satpol PP dan perawat perempuan. Perawat dari puskesmas menjelaskan masalah medis, sedangkan masalah sosial disampaikan oleh petugas Satpol PP dan Linmas. Sementara aparat kepolisian menjelaskan masalah yang berkaitan dengan keamanan untuk warga.
“Harus ada strategi dan cara khusus untuk bisa mengajak mereka mau berobat ke rumah sakit. Kasus satu dengan lainnya tak sama. Dan memang gampang-gampang susah,” tegasnya.
Dari pengalaman yang dilalui, Eddy menyampaikan hingga saat ini sebanyak 24 orang yang harus didekati melalui bantuan pihak lain, agar mereka mau dievalkuasi dari rumah menuju rumah sakit untuk berobat. “Di (Pasar Tradisional) PPI 17 orang yang mau kita evakuasi, di Rungkut ada 7 orang,” urainya.
Eddy mengaku, OTG yang enggan berobat ke rumah sakit, ada yang satu keluarga yang jumlahnya 6 orang, meliputi orang tua anak dan cucu. Ia mengakui dalam menghadapi warga yang menolak berobat padahal statusnya terkonfirmasi memang harus telaten. “Ada yang sampai dua hari kita masih dekati. Alasan mereka enggan ke rumah sakit, karena sudah mengisolasi diri,” sebutnya.
Berdasarkan data Tim Gugus Tugas Covid-19, rata-rata yang menolak berobat berusia lanjut. Apabila tingggal serumah dengan anak dan cucu, dan rapid testnya negatif, dipisahkan dahulu. Namun demikian, untuk keperluan permakanan tetap ditanggung Pemerintah Kota Surabaya. (*)