Jakarta, beritalima.com |- Risiko anak cerdas istimewa (gifted child) adalah mereka sering menjadi korban perundungan (bully) di sekolah, rumah dan lingkungan. Hal itu diungkapkan Yeni Sahnaz, Pendiri Indonesia Peduli Anak Gifted, dalam diskusi daring Perkumpulaan Penulis Satupena di Jakarta (22/8) bertema Belajar dari Anak Cerdas Istimewa.
Yeni mengakui, banyak risiko dialami anak cerdas istimewa justru akibat ketidakpahaman orang tua, guru dan lingkungan. “Anak cerdas istimewa justru sering mendapat label buruk, seperti dianggap nakal, otak korslet, stres, dan sebagainya,” ujar Yeni, yang kebetulan juga memiliki anak cerdas istimewa.
Yeni menambahkan, bahkan para “ahli” juga bisa salah mendiagnosa. Anak cerdas istimewa dianggap sebagai penyandang autis, ADHD (perilaku impulsif dan hiperaktif), savant, bipolar, bisu-tuli, dan sebagainya.
Akibat salah diagnosa, anak cerdas istimewa menderita salah penanganan. Seperti, dalam hal pemberian obat, aneka terapi, dan lain-lain. Yeni mengungkapkan, anak cerdas istimewa justru bisa memiliki prestasi akademik buruk. “Mereka bisa tidak naik kelas, atau DO (drop out),” ucapnya.
Berkaca dari pengalamannya sendiri dan orang tua lain, Yeni menyebutkan, anak cerdas istimwa tak jarang menderita gangguan mental. Seperti: psikosomatis, kecemasan, stres, depresi, mengisolasi diri, bahkan ingin bunuh diri. Untuk mengatasinya, disarankan dengan pola pengasuhan positif. Pahami karakteristik anak dengan ilmu pedagogi dan psikologi.
Bantu anak mengatasi kesulitan dalam proses tumbuh kembang, seperti berbicara, mengelola emosi, dan lain-lain. “Berikan contoh yang baik agar anak memahami aturan yang berlaku di masyarakat. Perilaku buruk anak diatasi dengan penuh kesabaran tanpa diberikan hukuman. Apresiasi pencapaian anak sesuai kemampuannya dan tidak dibandingkan dengan anak lain,” jelas Yeni.
“Semua proses pengasuhan dilakukan dengan tegas, disiplin positif dan menyenangkan,” saran ibu dari dua anak ini.
Jurnalis: Rendy/Abri