Serma.Pur.Asharie, Pejuang Kemerdekaan Yang Tidak Mendapat Perhatian Pemerintah

  • Whatsapp

BANYUWANGI, beritalima.com – Kenangan pertempuran melawan Belanda masih kental dalam ingatan lelaki tua berusia hampir satu abad ini. Bagaimana dia melewati desingan peluru Belanda, seakan masih terasa di tangannya yang pernah terserempet peluru.

Lelaki bernama Asharie kelahiran Banyuwangi, 30 Juli 1926 itu, ternyata seorang veteran perang kemerdekaan. Kini kondisinya sudah tidak seperti di masa perjuangan dulu. Pendengarannya sudah banyak berkurang, begitu juga dengan penglihatannya, sudah tidak mungkin dioperasi karena faktor usia. Dan kalau berjalan, lelaki itu harus dibantu dengan tongkat.

“Saya awalnya jadi tentara masuk Badan Keamanan Rakyat (BKR) dulu. Waktu itu saya masih duduk di kelas 3 SR. Saat itu saya mau dimasukkan ke pondok. Akhirnya saya bersama teman-teman datang ke Banyuwangi untuk ikut daftar BKR,” ujarnya mengawali cerita, Sabtu (27/1/18) di rumahnya yang sederhana.

Tiga bulan, Asharie menjalani pendidikan di BKR. Sembilan bulan berikutnya, Ashari kecil sudah langsung ikut pertempuran melawan Belanda di hutan Ketapang, Banyuwangi. “Waktu itu kami harus melawan Belanda yang mau masuk Banyuwangi lewat pantai,” tuturnya.

Pertempuran demi pertempuran dilaluinya. Mulai dari Jawa, Menado, Makasar, Ambon, dan Irian Jaya. Dan tidak jarang, Asharie bertempur bersamaan dengan Bung Karno. “Kalau sudah bertempur bersama Bung Karno, kami semakin berani. Belanda maupun gerombolan merasa ketakutan,” aku lelaki yang kini tinggal di rumah sederhana bersama istrinya, Sumirdiko di Dusun Krajan RT 03 RW 01 Desa Singolatren, Kecamatan Singojuruh, Banyuwangi, Jawa Timur.

Berkat perjuangannya, Asharie pernah dianugerahi penghargaan bintang gerilya oleh Presiden RI pertama, Ir Soekarno. Penganugerahan bintang gerilya itu diberikan pada 10 November 1958. Di masa pemerintahan Presiden Soeharto, Asharie pun pernah menerima penghargaan dari presiden saat itu yakni Presiden Suharto atas jasanya ikut berjuang mempertahankan kemerdekaan.

Berbagai pahit getir perjuangan melawan Belanda maupun gerombolan perong-rong kesatuan RI telah dirasakannya. Hidup serba kekurangan di hutan-hutan, sudah menjadi hal biasa baginya. Yang terpenting adalah kemerdekaan dan kesatuan RI.

Asharie menjalani purnawirawan ketika bertugas di Malang. Pangkat terakhir yang disandangnya saat purna, pada tahun 1970 adalah Sersan Mayor. Dan Serma Pur Asharie berhak mendapatkan pensiun. “Saat ini saya terima pensiun Rp 2,5 juta,” akunya dibenarkan istrinya.

Di usianya yang menginjak 92 tahun, Asharie merasakan perhatian pemerintah padanya sebagai veteran mulai berkurang. Bahkan istri Asharie, Sumirdiko mengaku hampir setiap malam suaminya selalu menceritakan masa-masa perjuangan. “Pernah sekali bapak katanya bermimpi ketemu dengan wakil presiden Pak Yusuf Kala. Mungkin saja bapak berharap mendapat perhatian dari pemerintah,” ujarnya.

Menantu Asharie, Hariyanto, SH juga menyampaikan hal yang sama. Ayah mertuanya sangat berharap adanya perhatian lebih dari pemerintah. “Sebab selama ini bapak juga tidak pernah mendapatkan penghargaan selain pensiun yang diterimanya setiap bulan,” ungkap pensiunan Penerangan itu. (Abi)

beritalima.com beritalima.com beritalima.com beritalima.com beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *