Sertifikasi Halal Mixue, Perlu Adanya Mutual Recognition Agreement untuk Sertifikasi Halal Produk Impor

  • Whatsapp

SURABAYA, Ekspansi gerai es krim dan minuman teh Mixue di Indonesia makin menjadi sorotan para warganet. Bersamaan dengan itu, timbul polemik yang mempersoalkan apakah produk asal Cina itu telah memperoleh sertifikat halal atau belum?

Mixue melalui akun Instagram resminya merespons pertanyaan tersebut dengan menyatakan bahwa produk mereka belum mengantongi sertifikat halal. Namun, hal itu bukan berarti produk Mixue tidak halal karena hingga saat ini pihak manajemen tengah melakukan proses untuk memperoleh sertifikasi halal dari pihak berwenang di Indonesia.

Dosen perlindungan konsumen Universitas Airlangga (Unair) Dian Purnama Anugerah SH MKn LLM angkat suara soal itu. Ia mengungkapkan bahwa saat ini Mixue juga tengah melakukan proses sertifikasi halal bersama salah satu lembaga berwenang yang ada di Tiongkok, yaitu Shanghai Al-Amin. Hal tersebut disebabkan karena 90 persen bahan baku yang mereka gunakan berasal dari Cina sehingga semuanya harus diproses terlebih dahulu.

“Karena lokasinya tidak di Indonesia, pihak Mixue menggunakan konsultan Shanghai Al-Amin. Di mana Shanghai Al-Amin ini menjadi lembaga pemeriksa halal yang sudah terdaftar oleh Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI). Jadi, hasil pemeriksaan Shanghai Al-Amin sudah bisa diakui oleh lembaga pemeriksa halal di Indonesia,” ungkapnya.

Mutual Recognition Agreement
Beranjak dari hal itu, Dian mendorong agar pemerintah Indonesia memiliki mutual recognition agreement atau kesepakatan pengakuan bersama untuk proses sertifikasi halal produk impor seiring dengan era globalisasi. Jika sebuah produk impor sudah terjamin halal oleh lembaga berwenang di negara asalnya, maka produk tersebut tidak perlu proses lagi untuk mendapatkan sertifikasi halal di negara ekspornya. Hal yang diperlukan hanya rekognisi bahwa produk impor tersebut adalah produk yang halal.

“Saya tidak tahu apakah Indonesia punya MoU mutual recognition dengan Cina. Apakah di sana punya lembaga semacam MUI atau lembaga sertifikasi halal yang diakui pemerintah kita. Kalau itu ada, kemudian dilakukan MoU, masalah-masalah seperti ini akan lebih cepat untuk pengeluaran sertifikasi halal,” ujar Dian.

Tidak Hanya Halal, tapi juga Tayib

Lebih lanjut, dosen Fakultas Hukum Unair itu menyampaikan bahwa proses sertifikasi halal memerlukan pemeriksaan yang tidak hanya subscene atau halal, tetapi juga cara atau proses pembuatan. Oleh karena itu, halal akan selalu bersamaan dengan tayib. Jika bahannya halal, tetapi prosesnya tidak tayib, maka sertifikasi halal tidak dapat dikeluarkan.

“Kalau kita lihat, bahan baku Mixue dan pabriknya ada di Tiongkok sana. Inilah yang menjadi problem menurut saya. Lembaga pemeriksa halal secara otomatis tidak hanya memeriksa bahan baku, tapi juga bagaimana bahan baku itu diproduksi di negara asalnya,” ucap Dian.

“Menurut informasi, bahan baku Mixue ini tidak diproduksi di satu kota, tapi diproduksi di beberapa kota. Ini yang membuat proses sertifikasi halal Mixue menjadi agak lama karena tim audit harus memeriksa satu per satu di setiap daerah,” tukasnya. (Yul)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait