SURABAYA, Beritalima.com| Ujian akhir sekolah atau penentuan kelulusan jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Surabaya berlangsung mulai, Senin (19/4/2021). Sesuai dengan Surat Edaran (SE) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nomor 1 Tahun 2021, Dinas Pendidikan (Dispendik) Kota Surabaya menyerahkan sepenuhnya mekanisme serta penilaian ujian kepada masing-masing lembaga pendidikan.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Bidang Sekolah Menengah (Sekmen), Dispendik Kota Surabaya, Tri Aji Nugroho mengatakan, bahwa mulai Senin (19/4), beberapa SMP di Surabaya melaksanakan ujian sekolah. Meski demikian, ujian di masing-masing sekolah ini mekanisme dan pelaksanaanya tidak sama.
“Tiap sekolah beda-beda ada yang running (mulai) kemarin. Ada pula sekolah yang belum mulai. Tapi pelaksanaannya itu bisa dimulai kemarin sampai akhir April, sekitar dua mingguan,” kata Aji sapaan lekatnya, Selasa (20/4/2021).
Ia menjelaskan, bahwa berdasarkan SE Mendikbud Nomor 1 Tahun 2021, ujian nasional (UN) dan ujian kesetaraan di tahun 2021 ditiadakan. Namun sebagai penggantinya, ada tiga hal yang menjadi persyaratan kelulusan peserta didik dari satuan atau program pendidikan.
Pertama, peserta didik menyelesaikan program pembelajaran di masa pandemi Covid-19 yang dibuktikan dengan rapor tiap semester. Kedua, peserta didik memperoleh nilai sikap atau perilaku minimal baik. Ketiga, peserta didik mengikuti ujian yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan atau sekolah.
“Kalau dulu kan ada UN untuk menentukan kelulusan siswa. Untuk soal ujian UN dulu juga dibuat dari dinas atau pusat. Nah, kalau sekarang ujian diserahkan ke masing-masing sekolah,” ujarnya.
Bahkan, kata dia, untuk mekanisme ujian yang diselenggarakan saat ini juga disesuaikan dengan kondisi masing-masing murid di sekolah. Pihak sekolah diberikan keleluasan menyelenggarakan ujian dalam berbagai bentuk. Misalnya, penugasan berupa portofolio, daring, tertulis atau dalam bentuk project.
“Untuk soal ujiannya pun tiap anak bisa berbeda-beda. Jadi diserahkan sepenuhnya ke sekolah. Sangat fleksibel sekali sekarang ini tergantung dari sekolah melihat masing-masing siswanya,” urai dia.
Meski demikian, pihaknya menyatakan, tetap melakukan pengawasan atau kontrol dalam pelaksanaan ujian kelulusan ini. Namun, pengawasan yang dilakukan ini hanya bersifat terbatas. Artinya, pengawasan yang dilakukan hanya untuk mengetahui seperti apa bentuk ujian yang diselenggarakan di masing-masing sekolah.
“Yang jelas kita salah satu kontrolnya minta sekolah agar menyampaikan, mereka ujiannya itu seperti apa. Nah, itu disampaikan kepada kami. Kalau misal ujian tertulis itu soalnya bagaimana agar disampaikan ke kami juga,” jelas dia.
Akan tetapi, Aji menyatakan, bahwa semua pengawasan maupun penilaian selama proses pelaksanaan ujian kelulusan diserahkan sepenuhnya kepada masing-masing sekolah. Lantas, pihak sekolah atau guru yang kemudian menentukan siswa tersebut lulus atau tidaknya. “Siapa siswa yang lulus, siapa yang tidak lulus, semuanya yang menentukan sekolah. Jadi yang menilai anak itu lulus atau tidak adalah gurunya atau sekolah, bukan UN,” terang dia.
Aji menambahkan, sebagai penentu kelulusan, satuan pendidikan dapat mencompile seluruh hasil penilaian selama siswa tersebut mengenyam pendidikan di sekolah. Hasil dari ujian kelulusan ini dapat di-compile dengan beberapa nilai sebelumnya seperti tugas-tugas yang telah diberikan pihak sekolah.
“Jadi semua nilai-nilai itu dicompile dengan beberapa nilai lain sebelumnya, kemudian menjadi penentu kelulusan siswa tersebut,” pungkasnya. (*)