Setelah Makan Harap Cuci Piring Sendiri

  • Whatsapp

beritalima.com | Kita semua seharusnya malu dengan negara tetangga yang warganya bisa tertib dan bertanggung jawab. Contoh saja negara Singapura yang besarnya cuma seukuran Jakarta, tetapi negaranya bersih dan tertata rapi. Sehingga banyak wisatawan asing yang betah tinggal di negara Semenanjung Melayu tersebut.

Sejak negara Singapura melewati usia 50 tahun, pemerintahnya sangat semangat melihat ke luar, untuk belajar dan berkolaborasi dengan negara lain untuk membentuk masa depannya.

Salah satu strateginya adalah berkolaborasi dengan Tim Wawasan Perilaku (Behavioral Insights Team) dari pemerintah Inggris, yang dijuluki “Unit Dorong” yang menggunakan “teori dorongan”.

Konsep ‘dorongan’ didasarkan pada gagasan bahwa orang dapat membuat pilihan yang lebih baik setelah didorong dengan kebijakan sederhana sambil tetap mempertahankan kebebasan memilih mereka.

Teori dorong banyak digunakan pemangku kebijakan di seluruh dunia saat ini, namun Singapura sebenarnya telah menggunakan strategi serupa jauh sebelum itu menjadi populer.

Lain halnya dengan negara kita yang masyarakatnya malas, tidak tertib dan kurang bertanggung jawab. Sehingga susah untuk diajak maju. Kami berkata demikian karena memang kenyataan dilapangan seperti itu. Pertanyaannya kenapa negara lain bisa, tapi kita tidak bisa. Itu semua tergantung dari pola pikir masyarakatnya.

Penjajahan selama 350 tahun plus tiga tahun di bawah fasisme Jepang. Sedemikian lamanya rentang waktu berada di bawah bayang-bayang kaum imperealisme, sehingga meski sudah 74 tahun menyatakan kemerdekaan (proklamsi) tetapi “mental inlander” itu hampir tidak bisa terhapus dari memori bangsa ini. Bangsa ini seakan merasa tidak percaya diri (pede) bila berhadapan dengan bangsa lain. Jangankan terhadap bangsa lain, antar sesama anak bangsa sendiri masih terdapat jarak yang seakan-akan menjadi penghalang “meleburnya” rasa bersama.

Krisis multidimensi di Indonesia sampai saat ini belum ada tanda-tanda akan berakhir. Pertumbuhan ekonomi dan krisis moral masih menjadi momok, penghambat negara berkembang. Keserakahan para politikus dan birokrat yang membentuk oligarki dengan pengusaha. Politisi, birokrat dan pengusaha sepakat membentuk hubungan membuat hubungan simbiosis mutualisme tanpa menghiraukan nasib rakyat kecil yang selalu terpinggirkan.

Sementara itu di dalam masyarakat, krisis moral semakin merajalela. Tawuran pelajar, tawuran antar kampung, pemakaian narkoba, dan demo anarkis semakin memilukan hati.

Manusia memang sering lupa, bahwa hal-hal besar selalu dimulai dari hal kecil terlebih dahulu. Rasa cinta tanah air, mungkin tadinya hanya berawal dari sebuah kepedulian. Sebuah buku tebal, selalu diawali dari satu kata, yang lantas menjelma menjadi jalinan kalimat bermakna. Bahkan sebuah lagu yang indah, sangat mungkin hanya bermula dari satu nada saja.

Pun begitu halnya dengan kebaikan. Kebaikan besar seringkali dimulai dari hal-hal sederhana. Maka kalau kita ingin menjadi seseorang yang bisa bertanggung jawab, cobalah mulai bertanggung jawab pada hal-hal kecil terlebih dulu. Membuang sampah di tempatnya, mencuci sendiri piring dan gelas bekas kita pakai, membersihkan meja kantor sebelum pulang, atau sekedar mengembalikan barang yang kita pakai ke tempatnya semula. Karna persis seperti kata Hubert Selby, “kita bertanggung jawab pada apapun yang sudah (atau bahkan belum) kita lakukan”.

Sadarlah wahai saudaraku, bahwa tantangan negara kita kedepan semakin banyak dan kompleks. Jika kita masih belum sadar, belum bisa tertib dan disiplin, akan ketinggalan kereta. Jangan meremehkan atau menyalahkan orang lain, berkacalah pada diri sendiri apakah Anda sudah berbenah. Kebiasaan hidup tertib dan disiplin itu dimulai sejak dini, dimulai dari kebiasaan yang baik. Yang jadi petani, nelayan, buruh pabrik atau karyawan bekerjalah dengan sungguh-sungguh, yang jadi guru jadilah guru yang baik, begitu juga kepala daerah, dan wakil rakyat, jadilah panutan bagi warga masyarakat.

Kita sekarang membutuhkan negarawan sejati, bukan seorang politisi yang hanya mengumbar janji-janji. Jika ingin menjadi manusia unggul, mulai sekarang rubahlah warisan “mental irlander” yang masih melekat di badan kita. Mulailah cuci piring sendiri setelah makan. Bagaimana pendapat Anda.

Surabaya, 28 September 2019

Cak Deky

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com beritalima.com beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *