SIDOARJO, Beritalima.com|
Setelah KPK mengamankan ASN dan Pegawai Bank, mereka juga memeriksa Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor di Gedung Merah Putih, Jakarta, selama lebih dari lima jam, Jumat (17/2/2024).
Selepas pemeriksaan, Muhdlor enggan berkomentar mengenai kasus pemotongan insentif pajak dan retribusi di Pemkab Sidoarjo yang menyeret namanya.
Datang pukul 07.20 WIB, Muhdlor yang berstatus saksi baru mulai diperiksa pukul 09.00 WIB setelah penyidik KPK menjemputnya dari ruang tunggu untuk menuju ke lantai 2 Gedung Merah Putih.
”Saya sudah berusaha memberikan kesaksian sebenar-benarnya dan seutuhnya,’’ terangnya usai keluar dari ruang pemeriksaan pada pukul 14.30 WIB.
Dia enggan memaparkan apa saja pertanyaan dari penyidik yang ditujukan kepadanya. Dia menyebut, bukan kompetensinya untuk menjelaskan.
”Wah, banyak,’’ ucapnya saat ditanya berapa pertanyaan yang dilontarkan penyidik.
Muhdlor yang semula santai menghadapi kerumunan media yang mencegatnya mulai berubah ketika ditanya soal aliran duit. Yang menurut pengakuan Siska Wati, tersangka dalam perkara itu, mengalir kepadanya dan Kepala BPPD Sidoarjo Ari Suryono.
”Ndak,’’ sanggahnya menjawab aliran duit.
Muhdlor tak mempertegas kalimatnya. Dia justru memberikan pendapat lain mengenai kasus yang menimpa lingkungan kabupaten yang dia pimpin itu.
”Secara umum kami sampaikan semoga ini jadi pembelajaran bagi kita semua untuk lebih mengelola transparansi serta memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat Sidoarjo,’’ tandasnya seraya bergegas meninggalkan gedung KPK.
Sebelumnya Kepala BPPD Sidoarjo Ari Suryono juga diperiksa. Keluar dari ruang pemeriksaan pukul 17.40 WIB, dia tak berkomentar satu kalimat pun. Mengenakan masker dan kemeja batik, dia berjalan cepat sebelum masuk ke mobil.
Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri menyebut pemeriksaan Muhdlor sebagai saksi untuk dimintai beberapa keterangan. Salah satunya terkait dengan pengetahuannya tentang pemotongan insentif pajak tersebut.
”Juga didalami mengenai dugaan adanya peruntukan dari dana tersebut untuk kebutuhan saksi selaku bupati di sana,’’ ucapnya.
Selain itu, penyidik KPK juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap tiga saksi lain dalam perkara yang sama. Ketiga saksi tersebut yakni ASN Pemda Sidoarjo Surendro Nurbawono, Direktur CV Asmara Karya Imam Purwanto alias Irwan, dan pihak swasta Robbin Alan Nugroho.
Meski demikian, Ali belum memberikan keterangan lebih lanjut mengenai keterangan apa saja yang akan didalami dalan pemeriksaan terhadap para saksi tersebut.
KPK pada 29 Januari menahan dan menetapkan Kasubag Umum dan Kepegawaian Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo Siska Wati (SW) sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemotongan insentif pegawai di lingkungan BPPD Kabupaten Sidoarjo.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menerangkan, penetapan tersangka terhadap Siska Wati berawal dari laporan masyarakat soal dugaan korupsi. Yakni berupa pemotongan insentif dan penerimaan uang di lingkungan BPPD Kabupaten Sidoarjo.
Laporan tersebut kemudian dipelajari tim KPK dan pada Kamis (25/1/2024) diperoleh informasi telah terjadi penyerahan sejumlah uang secara tunai pada SW. Atas dasar informasi tersebut, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap 10 orang di wilayah Kabupaten Sidoarjo.
Sasaran Korbannya dalam OTT tersebut, diamankan uang tunai sejumlah sekitar Rp 69,9 juta dari dugaan pemotongan dan penerimaan uang sejumlah sekitar Rp 2,7 miliar pada 2023.
Para pihak tersebut berikut barang bukti kemudian dibawa ke Gedung Merah Putih KPK untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan dan hingga akhirnya dilakukan penetapan status tersangka terhadap Siska Wati.
Ghufron menerangkan, kasus tersebut berawal pada 2023. Saat itu besaran pendapatan pajak BPPD Kabupaten Sidoarjo mencapai Rp 1,3 triliun. Atas perolehan tersebut, ASN yang bertugas di BPPD akan mendapatkan dana insentif.
Namun, Siska Wati selaku Kasubag Umum dan Kepegawaian BPPD sekaligus bendahara secara sepihak melakukan pemotongan dana insentif dari para ASN tersebut. Permintaan potongan dana insentif itu disampaikan secara lisan oleh SW pada para ASN di beberapa kesempatan dan adanya larangan untuk tidak membahas potongan dimaksud melalui alat komunikasi di antaranya melalui percakapan WhatsApp.
Besaran potongan yang dikenakan mencapai 10-30 persen sesuai dengan besaran insentif yang diterima. Penyerahan uang tersebut dilakukan secara tunai dan dikoordinasi oleh setiap bendahara yang telah ditunjuk yang berada di bidang pajak daerah dan bagian sekretariat.
Khusus pada 2023, SW mampu mengumpulkan potongan dan penerimaan dana insentif dari para ASN sejumlah sekitar Rp 2,7 miliar. Sebagai bukti permulaan awal, besaran uang Rp 69,9 juta yang diterima SW akan dijadikan pintu masuk untuk penelusuran dan pendalaman lebih lanjut.
Atas perbuatannya, tersangka SW dijerat dengan pasal 12 huruf f Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2019 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.(Yul)