Oleh: Yousri Nur Raja Agam
MULAI 10 Agustus 2021, kita memasuki Tahun Baru 1443 Hijrah. Dua tahun ini, tahun 2020 dan 2021, Tahun Baru Islam, 1 Muharam, berada pada masa pandemi Covid-19. Tahun 2021 ini, 1 Muharam 1443 Hijrah jatuh tanggal 10 Agustus. Berbeda 10 hari dengan tahun lalu, tanggal 1 Muharam 1442 H, pada tanggal 20 Agustus 2020. Tahun Baru Hijrah juga disebut “Tahun Baru 1 Suro” dalam Almanak Jawi atau Kalender Jawa.
Dari selisih waktu 10 hari itu, tahun Masehi dengan Hijrah, terlihat adanya perbedaan. Memang jumlah hari antara tahun Masehi dengan Hijrah tiap tahun, rata-rata selisihnya 10 atau 11 hari. Perhitungan tahun Masehi, berdasarkan perputaran matahari dan tahun Hijrah berpedoman kepada peredaran bulan.
Tahun Suro bagi dalam kalender Jawa-Islam dicetuskan oleh Sultan Agung, Raja Mataram Islam. Tetapi, Sultan Agung waktu tidak serta merta menggunakan penanggalan Hijriah. Justru Ia memadukannya dengan sistem kalender tarikh Saka yang saat itu masih digunakan.
Sistem kalender Jawa tersebut dihitung berdasarkan penggabungan kalender lunar (Islam), kalender matahari (masehi), dan Hindu (Saka). Penanggalan Jawa memiliki dua sistem perhitungan yaitu mingguan (7 harian) dan pasaran (5 harian). Sistem mingguan yaitu: Ahad, Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat dan Sabtu. Sedangkan sstem pasaran (5 harian) adalah: Pon, Wage, Kliwon, Legi dan Pahing.
Sekarang untuk melihat keterkaitan kisah hijrah maupun Almanak Jawa, di bulan Suro ini apa. Ternyata ada kajian yang didalami dengan situasi saat ini. Tahun baru Islam dan Tahun Baru 1 Suro itu, dikaitkan dengan masa pandemi Covid-19.
Kait mengaitkan ini, juga dilakukan berdasarkan keadaan masa lalu. Kalau di tahun 622 Masehi itu, saat riwayat Tahun Hijrah timbul, kala itu ada skenario pembunuhan terhadap Nabi Muhammad oleh tokoh kaum kafir Qurais. Merujuk kepada informasi yang valid itu, secara diam-diam Nabi Muhammad bersama Abu Bakar pergi meninggalkan kota Mekkah.
Kepergian Nabi Muhammad juga diikuti beberapa warga Kota Mekah. Mereka pindah atau berhijrah ke Yasrib 320 kilometer (200 mil) utara Mekkah. Yasrib kemudian ganti nama menjadi Madinat an-Nabi, yang berarti “kota Nabi”. Namun kata an-Nabi menghilang, dan hanya disebut Madinah, sampai sekarang. Itulah kota suci ke dua di Arab Saudi, selain Mekah.
Ada kajian hubungan hijrah dengan pandemi Covid-19. Dinyatakan, kesamaan situasi keamanan dan ancaman kematian. Masa pandemi Covid-19 di akhir tahun 2019, mulai terasa di Indonesia sekitar bulan Maret 2020. Suasana berubah. Situasi makin tak menentu. Mencekam.
Penyebaran virus corona berkembang demikian cepat. Warga yang terpapar, dari hari ke hari semakin banyak. Kendati sudah diberikan rambu-rambu 3 M (Memakai masker, Mencuci tangan dengan sabun dan Menjaga jarak antar sesama). Kemudian ditambah 2 M lagi: Menghindari kerumunan dan Mengurangi mobilitas. Sehingga menjadi 5 M.
Tidak hanya itu, menghindari penularan yang semakin menjadi, Pemerintah mengeluarkan banyak peraturan. Pengerahan personal Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 dari tingkat pusat sampai ke tingkat terendah. Melibatkan unsur Aparatur Sipil Negara (ASN), TNI, Polri, Organisasi Sosial dan kemasyarakatan, serta kalangan swasta. Tidak sedikit dana untuk menanggulangi Covid-19 ini.
Walaupun awalnya, banyak ahli yang menyatakan masa pandemi ini tidak berlangsung lama. Ada masa dan batas waktunya. Berbagai pendapat dan ramalan pun muncul. Tetapi, tidak ada kepastian. Termasuk dari Badan Kesehatan Dunia atau WHO (World Health Organization). Akibatnya, sampai kini keadaan tak kunjung membaik.
Justru penularan virus semakin bersimaharajalela. Korbannya, tidak pandang usia. Setiap saat, kita mendengar orang terpapar Covid. Berita tentang kematian akibat Covid-19 tersiar tiada henti. Rumahsakit (RS), Puskesmas, klinik di mana-mana pada penuh. Sampai-sampai dibangun RS Darurat. Tiap hari jumlah korban bencana “non alam” ini terus bertambah.
Kita lihat Tenaga Kesehatan (Nakes) dan petugas pemulasaraan, sibuk mengurusi jenazah. Serine mobil ambulans pengantar jenazah meraung-raung minta didahulukan di jalan agar segera sampai ke Taman Pemakaman. Lubang dan liang lahat terus-menerus, siang- malam digali. Tidak hanya dengan cangkul, tetapi dengan mesin penggali yang biasa digunakan mengeruk saluran. Seperti kuburan massal.
Hampir tidak ada lagi wilayah yang aman untuk menghindari bahaya “maut” akibat keganasan Covid-19 itu? Wilayah yang paling banyak penderitanya, ditandai sebagai zona merah. Berikut yang agak kurang sebagai zona Orange, turun zona kuning dan yang aman, dinyatakan zona hijau.
Ke mana lagi kita harus menghindar, menjauhi zona-zona bahaya itu. Tidak ada. Yang ada, adalah sesuai Rambu 5 M itu. Kemudian kita diberitahu, sudah disiapkan tempat pindah. Mungkin tempat hijrah sebagai langkah berikutnya di masa pandemi Civid-19 ini.
Bahkan, para ahli pikir dari Jawa, ikut-Ikatan. Di antara mereka meyakini fasafah “Basa Jawa Krama”. Masalah Covid-19 ini dikaitkan dengan Tahun Baru 1443 Hijrah. Tahun Jawa dijelmakan dari Tahun Saka. Tanggal 1 Muharam disebut 1 Sura (dibaca: Suro). Bulan Muharam diubah namanya menjadi Bulan Suro.
Nah, dengan percaya diri, demi mengagungkan leluhur, beberapa pengguna media sosial, antara lain, akun facebook dan WhatsApp, mereka menyatakan Covid-19 segera berakhir setelah 1 Sura 1954 ini. Dalam penanggalan Jawa, tahun 1443 Hijrra ini adalah tahun 1954.
Diungkapkan, bahwa almanak Jawi, selama ini dikenal ada hitungan Windu. Periode 8 tahunan. Jadi 1 windu itu 8 tahun. Dalam masa 8 tahun itu dibagi 4, yaitu:
1. Windu Adi
2. Windu Kuntoro
3. Windu Sangoro, dan
4. Windu Sancahya (Sancaya).
Berdasarkan perhitungan itu, sejak tahun 2013 hingga 2021 ini, kita hidup di masa windu Sangoro. Windu Sangoro akan berahir pada tanggal 10 Agustus 2021, atau 1 Suro 1954 Tahun Jawa. Yakni bersamaan dengan Tahun Baru Islam 1443 Hijrah.
Makna kata Sangoro sendiri adalah “Penuh ketidakpastian, juga musibah”. Sedangkan setelah 1 Suro, yg jatuh tanggal 10 Agustus 2021, kita memasuki Windu Sancahya. Artinya Bersinar, penuh kehangatan.
Para pujangga Jawa dalam ketajaman pikirnya (ramalannya), memasuki Windu Bersinar ini diramalkan akan segera memasuki “tahun bersinar”, hangat, bebas dari musibah. Seperti kita alami, musibah di akhir Windu Sangoro ini adalah Pandemi Covid-19. Sesuai ramalan itu, maka setelah 1 Sura, akan “luwar saking rubeda lan sambekala” : Corona virus.!
Katanya atas petunjuk Allah, hitungan ini akan terwujud, diijabah. Setelah 1 Sura kita bersinar dan tidak lagi ada musibah akibat wabah. Artinya, Covid-19 akan punah dan musnah. Masa pandemi Covid-19 berakhir. Demikian uraian dari sumber almanak Jawi itu.
Menyesuaikan dengan pengertian hijrah, maka setelah masa pandemi Covid-19, kita akan pindah ke tempat lain, entah ke mana. Yang jelas, kesimpulan yang sudah dicanangkan, selama ini adalah: Setelah masa pandemi ini, kita akan pindah ke alam lain. Masa pandemi Covid-19 kita tinggalkan dan berakhir.
Benarkah pandemi Covid-19 segera berakhir? Kita akan memasuki era baru. Kita akan hijrah. Pindah ke masa kehidupan lain. Dari masa kehidupan tak menentu dan tidak Normal ini ke masa kehidupan di zaman “normal baru” atau “New Normal”. Apakah New Normal Itu?. Wow! Lihat saja nanti.(*)