MADIUN, beritalima.com- Sewulan, inilah nama sebuah desa yang berada di Kecamatan Dagangan Kabupaten Madiun, Jawa Timur. Selain terkenal karena adanya makam kerabat Gus Dur, desa dengan semboyan ASRI (Aman-Sejahtera-Rukun-Inovatif) ini juga dikenal dengan adanya budaya lelulur berupa “Sholawat Khataman Nabi”.
Menurut Kepala Desa (Kades) Sewulan, Sukarno, budaya Sholawat Khataman Nabi di desanya, sudah ada sejak dulu. Karena itu, semua dusun yang berada di Desa Sewulan, mempunyai group Sholawat Khataman Nabi.
“Jadi Sholawat Khataman Nabi, sudah ada sejak jaman leluhur kami. Kami selaku anak cucu, tinggal melestarikan. Pokoknya kalau ada warga yang punya hajat, sebagian besar pasti menggelar Sholawat Khataman Nabi. Misalnya acara khitanan atau sepasaran bayi,” terang Kades Sewulan, Sukarno, kepada wartawan, Rabu 11 Mei 2016.
Menurutnya lagi, Sholawat Khataman Nabi, sedikitnya dipentaskan oleh 25 orang. Sedangkan musik pengiringnya berupa gendang dan gembrong yang ditabuh oleh laki-laki maupun wanita.
“Kami sengaja melestarikan budaya bernuansa Islami ini dengan madsud agar anak anak kami tidak terpengaruh oleh budaya barat. Karena pada Sholawat Khataman Nabi, ada nilai luhur yang adiluhung. Ini juga untuk mensinergikan warga agar selalu guyub rukun,” tandasnya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan, Sholawat Khataman Nabi ini mengisahkan tentang perjalanan Nabi Mohammad SAW, mulai sejak lahir hingga menjadi Rasul. Dari biografi Nabi akhir jaman yang dikemas dalam seni budaya Sholawat Khataman Nabi, diharapkan masyarakat muslim setempat selalu mengingat perjuangan Nabi Mohammad SAW dan mencontoh perilakunya.
“Jadi sangat lengkap sekali. Kisah mulai beliau lahir hingga diangkat menjadi Nabi, semua kita kisahkan dalam Sholawat Khataman Nabi. Dan agar mudah dipahami, kami menggunakan bahasa Jawa. Kalau naskah aslinya menggunakan huruf Arab. Kemudian kami salin ke dalam huruf Latin dalam bahasa Jawa,” pungkasnya.
Untuk diketahui, Desa Sewulan yang berada sekitar 7 kilometer arah selatan Kota Madiun, pernah menjadi bagian kehidupan masa kecil Presiden RI ke-4, KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Di desa ini, juga terdapat Masjid kuno yang dibangun oleh Raden Mas Bagus Harun atau yang lebih dikenal dengan nama, Basyariyah. Di belakang masjid yang dibangun pada tahun 1740 Masehi itu, terdapat makam kerabat Gus Dur. (Dibyo)