JAKARTA, Beritalima.com– Tingkat kemenangan Direktorat Jendral Pajak (DJP) atas peradilan perpajakan sepanjang 2019 menuun dari 43,5 persen menjadi 40,4 persen dan terdapat kenaikan jumlah putusan Pengadilan Pajak atas banding dan gugatan dari 6034 menjadi 6763 kasus dalam satu tahun.
Hal tersebut dikritisi politisi senior Dr Hj Anis Byarwati seperti disebutkan dia dalam keterangan tertulis melalui WhatsApp kepada Beritalima.com, Jumat (26/6) malam. Jumlah putusan pengadilan naik tetapi tingkat kemenangan menurun. “Bagaimana Kementerian Keuangan membimbing, mengarahkan, memaksimalisasi, kinerja otoritas perpajakan agar kinerja otoritas semakin baik? Dan bagaimana juga evaluasinya?”
Bahkan hal ini sempat dipertanyakan Anis yang juga ekonom Ekonomi Syariah lulusan Universitas Airlangga (Unair) Surabaya tersebut ketika Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Keungan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasiona (PPN/Bappenas, Suharso Monoarfa di Ruang Rapat Komisi XI DPR RI Gedung Nusantara I Komplek Parlemen Senayan, Jakarta beberapa hari lalu. Raker itu membahas Pagu Indikatif Kementerian Keuangan pada RAPBN 2021.
Dikatakan anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI tersebut, evaluasi ini sangat penting untuk memacu kinerja otoritas pajak supaya target-target yang dicanangkan dapat optimal sehingga meminimalisir shortfall perpajakan setiap tahun. “Karena faktanya shortfall perpajakan selalu terjadi setiap tahun” ungkap dia.
Wakil rakyat Dapil Jakarta Timur tersebut juga mengemukakan temuan-temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas pengelolaan utang 2019 oleh Kementrian Keuangan. BPK telah memberikan catatan terkait belum adanya pembagian tugas wewenang antar instansi pemerintah tentang pengembangan pasar surat utang negara dan surat berharga syariah negara, pengelolaan DPPN, program BPI dan risk pro oleh BLU LPDP 2017 sampai 2021 pada tahun lalu yang dinilai kurang efektif. “Bagaimana dan langkah apa yang sudah dikerjakan Kemekeu terkait dengan rekomendasi BPK RI tersebut?”
Anis menekankan kepentingan menindaklanjuti temuan BPK itu untuk minimalisir permasalahan pengelolaan anggaran negara yang tidak efektif dan efisien. “Agar di masa mendatang, APBN kita semakin kredibel,” jelas ibu dari delapan putra dan putri tersebut.
Secara khusus, Anis juga menyoroti Program Dukungan Manajemen di Kemenkeu dengan alokasi anggaran Rp 40 trilyun lebih atau 94,6 persen dari dari total pagu indikatif yang mencapai Rp 42 trilyun. Dalam pemaparannya, Menkeu menjelaskan, anggaran program dukungan manajemen ini mencakup seluruh unit eselon I dengan semua kegiatan yang ada didalamnya.
Anis juga mempertanyakan logika berpikir, ketika dari lima program yang ada, satu program yaitu dukungan manajemen yang mencakup seluruh unit Eselon I menggunakan anggaran 94,6 persen dari total anggaran pagu indikatif ? “Dengan proporsi alokasi yang sedemikian besar, seharusnya diberikan penjelasan kerangka pikir yang lebih detail,” demikian Dr Hj Anis Byarwati. (akhir)