beritalima.com | Cinta merupakan hal yang lumrah dikalangan remaja bahkan orang dewasa. Namun apa sebenarnya cinta itu? Cinta adalah suatu wujud luapan emosi dari kasih sayang yang kuat dan ketertarikan pribadi. Perasaan hangat yang muncul ketika melihat sosok yang dicintai.
Kita yang sedang dimabuk cinta tak jarang melakukan hal-hal konyol hanya untuk mendapat perhatian si dia. Si dia yang telah merebut seluruh fokus kita dan menjadikan dirinya sebagai pusat.
Ya, dialah Ridho, orang yang menjadi pusatku. Lelaki berkacamata dari jurusan teknologi informatika dan komunikasi semester 4 di Politeknik Negeri Jakarta. Laki-laki kelahiran tahun 2000 yang datang dengan senyum yang membuatku ingin mengenalnya lebih jauh.
Awal pertemuan kami adalah saat rapat pleno ke-3 acara olimpiade politeknik (OP) Maret lalu. Pertama melihatnya duduk bersama teman-teman yang lain aku tak tahu jika ia adalah anggota ke-3 di divisiku. Dia yang sejak rapat pleno ke-1 tak pernah hadir membuatku bertanya siapakah ia.
Aku yang ikut bergabung bersama mereka dilempar pertanyaan olehnya, “Lo udah sarapan, De?”. Spontan aku menoleh dan menjawab bahwa aku belum sarapan. Aku cukup kaget karena ia tahu namaku tanpa perkenalan secara langsung. Kami memang membuat grup perdivisi agar lebih mudah berkomunikasi. Namun aku belum pernah berbicara langsung dengannya. Kami mengobrol layaknya teman yang sudah akrab padahal itu adalah pertemuan pertama. Sikapnya membuatku cukup terkesan.
Kami duduk bersebelahan sambil mendengarkan pemaparan anggota lain tentang masalah yang dihadapi divisi masing-masing. Diam-diam saat itu aku memperhatikannya. Dia yang menggunakan kemeja fanel bermotif kota-kotak, celana berwana hitam, ditambah dengan sepatu, dan tidak lupa dengan kacamata yang bertengger di hidungnya. Sebuah keterbalikan dari ketua divisiku yang hanya menggunakan kaos ditambah jaket, celana jeans panjang, dan juga sandal.
Dia memang laki-laki yang cukup rapi. Terbukti saat kami melakukan rapat divisi di apartemennya. Kamarnya tertata dengan baik. Buku tersusun di atas meja, sepatu berjejer di rak, baju yang sudah di laudry tersusun di samping meja televisi. Satu-satunya yang terlihat berantakan hanya kabel laptop.
Semakin aku mengenal Ridho, rasa tertarik ini kian tumbuh. Aku suka melihatnya serius mengerjakan sesuatu. Mata yang tak lepas dari pekerjaan dan senandung kecil yang keluar dari bibirnya secara tidak sadar membuat hatiku menghangat. Sejak saat itulah aku sadar bahwa aku menyukainya.
Aku pun mulai mencoba untuk mendekatinya dengan mengirim pesan singkat. Sudah tak terhitung berapa kiriman pesan yang kusampaikan. Padahal, isinya hanya pertanyaan acak yang dimaksudkan agar hubungan kami tidak putus sampai di situ dan dengan santainya ia membalas semua pesanku. Tak jarang, dia melempar canda yang membuatku tertawa sambil melihat handphone.
Dia memang orang yang ramah. Tak sekali pun aku melihat ia mengabaikan ucapan yang dilontarkan untuknya. Walaupun hanya sekadar basa-basi, ia akan tetap membalas dengan senyuman. Begitulah aku mengaguminya.
Hingga saat ini aku masih sering mengganggunya. Menjalani tahap untuk menjadi teman. Tahap awal yang disarankan temanku jika ingin mendekati seseorang yang kita suka. Aku tidak tahu akan sampai di mana kesanggupanku untuk mendekatinya. Aku yang seorang perempuan mendekati lelaki yang disukai terlebih dahulu, bukankah ini merupakan salah satu wujud emansipasi?
Tidak apa untuk melangkah terlebih dahulu. Menyukai seseorang adalah hak asasi manusia. Lagi pula, tidak ada peraturan tertulis jika perempuan dilarang melakukan pendekatan lebih dulu kepada laki-laki. Jika kita terus menunggu, hanya penyesalan yang tertinggal karena tidak sempat berusaha. Kalian pasti tidak ingin menyesal bukan?
( Ade Ariyanti }
Mahasiswa