SURABAYA – beritalima.com, Sidang dugaan penipuan pembangunan infrastruktur tambang nikel dengan terdakwa Christian Halim kembali digelar di PN Surabaya. Dalam persidangan ini terdakwa Christian Halim mendatangkan 2 saksi ahli pidana sekaligus dan 1 saksi ahli bahasa. Senin (05/4/2021).
Dalam persidangan, Solehuddin kriminologi dari Universitas Bhayangkara (Ubara) Surabaya menilai tindakan terdakwa Christian Halim tidak termasuk dalam tindakan penipuan. Menurutnya, sikap batin atau mens rea sulit diukur, namun unsur ini bisa dideteksi melalui perbuatan.
Sementara Dwiseno ahli materi pidana Ubara Jakarta menyatakan letak batasan antara wanprestasi dan penipuan dalam konteks perjanjian pada waktu perjanjian/kontrak itu disepakati oleh kedua belah pihak. Bila setelah kontrak ditutup diketahui ada tipu muslihat, rangkaian kata bohong atau keadaan palsu dari salah satu pihak, maka perbuatan itu adalah wanprestasi.
“Jika sebelum kontrak/perjanjian ditutup maka perbuatan itu merupakan penipuan,” katanya.
Sedangkan saksi Puji Karyanto, dosen Unair. Ahli bahasa Universitas Airlangga mendefinisikan bahwa ahli adalah orang yang mahir atau paham sekali dibidangnya.
Suasana dalam sidang kasus penipuan pembangunan infrastruktur tambang nikel di PN Surabaya seketika memanas. Tim Kuasa Hukum Christian Halim dengan Jaksa Penuntut serta Majelis Hakim berbeda pendapat.
Perbedaan pendapat dimulai saat tim penasehat hukum Christian Halim mempertanyakan sikap hakim yang tidak mengeluarkan penetapan menghadirkan kembali Mohammad Gentha Putra dalam persidangan seperti yang diperintahkan dalam pasal 160 ayat 4 KUHAP.
“Secara formal dalam KUHAPnya, hakim wajib mendengarkan keterangan dari saksi Muhamad Gentha sampai sebelum putusan,” kata tim penasehat hukum Christian Halim, Jaka Maulana.
“Ijin majelis, kita sudah dua kali memerintahkan memanggil saudara Muhamad Gentha agar bisa hadir. Namun majelis hakim juga menyampaikan waktunya sudah mepet dan pembuktian adalah menjadi hak penuntut umum dan kami anggap cukup, maka Gentha tidak perlu dipanggil lagi,” jawab jaksa Novan.
“Pembuktian adalah hak dari penuntut umum, tetapi pembelaan itu kewajiban kami, kami tidak mempersoalkan masa penahanan, kami perlu Gentha dihadirkan yang mulia,” sanggah Jaka Maulana.
“Saya pikir peradilan ini seharusnya memberikan kesempatan yang sama untuk pembuktian. Kalau jaksa diberikan waktu satu bulan, kita juga diberikan waktu satu bulan. Saya tidak berurusan dengan masa penahanan, saya ingin Gentah dihadirkan dalam persidangan,” lanjut Jaka Maulana.
“Dalam persidangan yang lalu, saya masih ingat dari Ketua Majelis waktu itu memang memerintahkan kepada Jaksa untuk memanggil ulang saksi Gentha yang sudah pernah diperiksa dipersidangan ini. Ketika itu Jaksa tidak bisa menghadirkan lagi, terus kemudian diperintahkan lagi tetapi tetap tidak bisa menghadirkan saksi Gentha,” tandas ketua majelis hakim Ni Made Purnami.
“Saya minta dilanjutkan yang mulia. Berdasarkan KUHAP pasal 160 dibilang bahwa atas permintaan penasehat hukum, hakim wajib menghadirkan yang diminta yang ada didalam berkas perkara. Dan kalau memang tidak bisa dihadirkan mohon jalankan KUHAP yaitu perintah untuk menjemput. Kita hanya minta Gentha dihadirkan lagi dalam sidang ini,” jawab tim penasehat hukum Christian Halim, Alvin Lim.
Ditemui selesai sidang, pengacara terdakwa Christian Halim, Alvin Lim berencana melaporkan persoalan ini ke Komisi Yudisial dan ke Badan Pengawas Hakim Mahkamah Agung (MA). Mereka dilaporkan karena telah melakukan penyalagunaan wewenang dengan tidak mengeluarkan penetapan menghadirkan kembali Mohammad Gentha Putra dalam persidangan.
“Kami akan laporkan ke KY dan kalau tidak ditindaklanjuti kami akan laporkan tentang penyalagunaan wewenang. Pembiaran itu adalah pidana yang diatur dalam pasal 421 KUHP,” ungkap Alvin Lim di PN Surabaya selesai sidang.
Dikatakan Alvin, pembiaran tersebut berkaitan dengan stastus Mohammad Gentha yang dalam perkara ini sudah memberikan keterangan palsu didalam persidangan.
“Kita ada bukti dalam Company Profile dia (Gentha) itu berbohong. Dia mengaku sebagai pemilik TDU dan pemilik IUP, tapi namanya tidak tercatat di Company Profile tersebut. Berarti seluruh persidangan ini didasarkan pada unsur keterangan palsu semata,” pungkasnya. (Han)