BANDUNG, beritalima.com- Sidang kasus suap pengurusan Meikarta, kembali digelar dengan agenda keterangan saksi, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung, Jawa Barat, Senin 27 Januari 2020, kemarin.
Salah satu saksi yang juga anggota DPRD Jawa Barat, Waras Wasisto, mengaku hanya membantu dan sama sekali tak ikut campur dalam pembahasan teknis mengenai Raperda Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kabupaten Bekasi untuk kepentingan proyek Meikarta.
Hal ini diungkapkan dalam sidang lanjutan perkara dugaan suap pengurusan perizinan proyek Meikarta dengan terdakwa mantan Sekda Jawa Barat, Iwa Karniwa, di Pengadilan Tipikor Bandung.
”Saya bukan sebagai inisiator pertemuan antara perwakilan Pemkab Bekasi dan Sekda Jawa Barat, Iwa Karniwa, yang berujung pada terjadinya dugaan praktik suap menyuap,” terang Waras, di hadapan majelis hakim yang diketuai Daryanto, SH.
Menurutnya lagi, dirinya hanya dimintai bantuan oleh Soleman (anggota DPRD Kabupaten Bekasi) agar membuka jalan bagi perwakilan Pemkab Bekasi, Henri Lincoln (Sekretaris Dinas PUPR Bekasi), dan Neneng Rahmi Nurlaili (Kabid Penataan Ruang pada Dinas PUPR Bekasi) untuk berkomunikasi dengan Iwa Karniwa.
“Soleman terus memaksa saya untuk bisa menghubungi pak Iwa. Akhirnya saya mau membantu. Hanya menghubungi pak Iwa dan menyatakan ada orang (Pemkab) Bekasi yang mau meminta bantuan terkait Raperda RDTR,” tambahnya.
Bahkan, paparnya, waktu itu ia telpon pa Iwa, dispeaker di depan Henri, Neneng dan Soleman.
“Saya sendiri tidak ada urusannya dengan Raperda itu. Saya hanya membantu, nothing to lose,” katanya.
Setelah dihubungi Waras, Iwa pun menyambutnya dan menyampaikan bisa bertemu secara langsung. Akhirnya pertemuan dilakukan di KM 72 Tol Purbaleunyi. Saat itu Iwa baru saja pulang dari urusan dinas di Jakarta. Dalam pertemuan itu, hadir Soleman, Henri dan Neneng.
“Mereka lalu menyampaikan permintaannya agar pa Iwa bisa membantu memproses percepatan persetujuan substansi dari Gubernur Jawa Barat atas Raperda RDTR Kabupaten Bekasi,” jelas politisi PDI Perjuangan ini.
Pertemuan itu, berlangsung singkat. Iwa buru-buru pulang ke Bandung. Namun sebelum meninggalkan lokasi, Iwa menyampaikan kepada Waras agar Henri dan Neneng mau membantunya karena saat itu dirinya menjadi salah satu bakal calon Gubernur Jawa Barat dari Partai PDIP.
“Pa Iwa bilang dan minta bantuan Rp 1 miliar. Dia bilang Rp 1 Miliar mah murah, karena biasanya Rp 3 miliar. Dia sampaikan itu ke saya dan meminta saya menyampaikan kembali ke Henri, Neneng dan Soleman. Ya sudah saya sampaikan apa adanya ke mereka,” tandasnya.
Setelah pertemuan tersebut, ia sama sekali tak mengikuti bagaimana kelanjutannya. Sampai pada suatu waktu, ia dihubungi Soleman dan menyampaikan tengah berada di Gedung Sate bersama Henri dan Neneng. Mereka berupaya menemui langsung Iwa untuk menanyakan perkembangan persetujuan substansi dari Gubernur Jabar atas Raperda RDTR.
“Mereka akhirnya menemui saya dan meminta bantuan agar bisa bertemu Iwa. Saya waktu itu cuma menelpon ajudan pa Iwa dan menyampaikan soal kedatangan Soleman, Henri dan Neneng. Akhirnya mereka bertemu,” terangnya.
Beberapa waktu kemudian, ia dihubungi Soleman soal adanya bantuan bagi Iwa. Karena saat itu Iwa memiliki niatan maju sebagai bakal calon Gubernur Jawa Barat. Soleman menyatakan ada pemberian berupa banner dan spanduk sebanyak dua kali. Yang pertama senilai Rp 100 juta dan kedua Rp 300 juta.
Selain itu, ada juga pemberian uang cash Rp 500 juta kepada Iwa dari Henri Lincoln dan Neneng yang diserahkan melalui Soleman. Waras dalam hal ini hanya dititipi oleh Soleman agar menyerahkannya ke Iwa.
Pada akhirnya, Waras melalui orang yang selalu di Sekwan yang bernama Eva, untuk membantu menyerahkan uang tersebut kepada ajudannya Iwa. Ini atas permintaan Iwa kepada waras.
Beberapa hari kemudian setelah Eva bertemu memberikan uang kepada stafnya Iwa, dan melaporkan kepada Waras di kantor DPRD. Pada saat itu Waras menanyakan kepada terdakwa terkait titipan uang dari Soleman dan terdakwa menjawab ‘Sudah Mas, nuhun”.
Dalam perkara ini, perbuatan Iwa dianggap bertentangan dengan kewajibannya sebagai penyelenggara negara, yakni selaku Sekda Jawa Barat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 angka 4 dan 6 UU RI Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
Perbuatan Terdakwa Iwa, sebagaimana diatur dan diancam pidana menurut Pasal 12 huruf a sebagaimana dakwaan kesatu, dan pasal 11 sebagaimana dakwaan kedua UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana. Kedua pasal ini ancaman hukumannya maksimal 20 tahun penjara.
Saat menjadi saksi dengan terdakwa Iwa dalam kasus suap Bupati Neneng, Waras diantar penasehat hukumnya, Dr. Suriyanto, SH, MH, Mkn.
Waras hadir sebagai saksi dalam pokok perkara dengan terdakwa Iwa Karniwa, yang memang sedari awal kasus tersebut, Waras mengaku hanya sebagai orang yang mengenalkan, bukan sebagai inisiator dalam permasalahan pengurusan ijin Meikarta,. (Johan Sopaheluwakan).