SURABAYA – beritalima.com, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Surabaya Darwis membeberkan rincian kenakalan-kenakalan jual beli tanah yang pernah dilakukan terdakwa Olivia Sherline Wiratno terhadap kliennya.
Hal itu diungkapkan Jaksa Darwis saat menggelar sidang pemeriksaan terdakwa untuk notaris yang berkantor di Jalan Pasar Kembang No 20-A di ruang sidang Garuda 2 Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Jaksa Darwis dengan sangat emosional menyebut betapa jahatnya Notaris Olivia.
“Saudara kenal dengan Agung, kenal dengan Jimmy, kenal dengan Listiowati yang pernah membeli tanah Pemkot di Jalan Kenjeran,” kata Jaksa Darwis saat sidang. Selasa (08/6/2021).
Adapun Agung, Jimmy dan Listiowati yang dimaksud Jaksa Darwis adalah korban-korban dari praktek nakal notaris Olivia saat melakukan transaksi jual beli tanah.
Listiowati ungkap Jaksa Darwis adalah korban dalam pembelian tanah Pemkot di jalan Kenjeran No 254 dengan nilai transaksi 2,165 miliar.
“Kami hanya ingin menunjukkan kepada yang mulia majelis hakim inilah kelakuannya dia. Bagaimana itu bukan tanah Pemkot Pengadilan Tipikor saja sudah membuktikan bahwa yang dijuak itu tanahnya Pemkot,” ungkapnya didepan majelis hakim.
Sebelumnya, Notaris Olivia Sherline Wiratno dicecar Jaksa Darwis terkait peran dia dalam jual beli tanah di Gunung Anyar antara Hendra Thiemailatu dengan terdakwa Lukman Dalton yang menyebabkan Hendra merugi 38 miliar lebih.
Notaris Olivia membenarkan bahwa saat itu Hendra membeli tanah Lukman Dalton seluas 29.400 meterpersegi seharga Rp 14,5 miliar dan 40.000 meterpersegi yang waktu harganya Rp 13 miliar.
Saat transaksi berlangsung Lukman memperlihatkan Sertifikat atas tanah itu kepada Hendra dan dilihat oleh Notaris Olivia. Terdakwa Olivia menyebutkan bahwa Sertifkat tersebut sudah dilakukan Chek In sebelumnya. Makanya Hendra berani membayar dan membayangkan transaksi pembeliannya bakalan aman karena dilakukan dihadapan Notaris.
Apalagi, saat transaksi pembayaran dilakukan, notaris Olivia menjamin bahwa sertifikat tersebut memang miliknya Lukman Dalton, dan tidak bermasalah. Kemudian, karena aman maka transaksi itu di bayar Lukman Dalton secara kontan sebesar Rp 14,5 miliar.
“Tidak, harga yang disepakati 14 miliar lebih. Pembayarannya diserahkan ke saya dan diketahui Lilik, brokernya Pak Hendra. Cek pertama 3 miliar. Satu bulan kemudian diberi 5 miliar dan 5 miliar lagi. Setelah itu terjadi balik nama sertifikat. Lukman menyerahkan sertifikatnya ke saya karena jabatan saya sebagai seorang notaris. Selang beberapa waktu kemudian saat tanah-tanah di Gununganyar tersebut hendak dijual lagi oleh Hendra kepada pihak ketiga, ternyata sertifikatnya palsu, gambar di sertifikat berbeda dengan gambar di lapangan. Luas tanahnya 4,2 hektar,” papar notaris Olivia menjawab pertanyaan Jaksa.
Kemudian diganti 12 sertifikat tanah di Keboaran, Sidoarjo. Luas 27 hektar. Lalu dibuatkan Ikatan Jual Beli meski saya tidak melakukan ceking, sebab Sidoarjo bukan wilayah saya.
“Sama nasibnya, saat tanah-tanah itu dijual ternyata palsu lagi. Kemudian diganti lagi dengan sertifikat tanah 2 Hektar di Pakal. Namun saat dilakukan cheking di BPN, ternyata 2 Sertifikat tanah di Pakal tersebut dinyatakan palsu lagi.
Kemudian Notaris Olivia dan Lukman Dalton memberikan tanah pengganti di Kalijudan seluas 9.000 meterpersegi namun korban Hendra harus memberikan uang tambahan lagi.
“Setelah itu saya ditagih Hendra. Saat saya dilaporkan ke polisi lantas saya membuat perjanjian perdamaian dengan syarat harus membayar 15 miliar dan 2 miliar,” pungkas notaris yang sudah membayar sekitar tahun 2000 silam tersebut. (Han)