SURABAYA – beritalima.com, Terdakwa pada kasus dugaan pencurian mobil Mitsubishi Xpander milik PT Jabbaru Elekrodaya Telematika jalan Gayung Kebonsari 7 Nomer 10 Surabaya, La Sandri Letsoin menjalani sidang pemeriksaan terdakwa.
Banyak hal yang di buka La Sandri dalam persidangan ini. Salah satunya ia mengatakan bahwa kedatanganya ke PT. Jabbaru pada Rabu, 6 Desember 2023 bersama dengan Robert, Frans, Neles dan Imanuel adalah untuk menagih hutang Farida sebesar Rp. 7,932.931.000 atas pekerjaan pembangunan PLTU yang sudah selesai dikerjakan oleh PT Makmur Jaya di wilayah Sorong, Papua Barat.
“Tanggal 4 Desember 2023, Pak Ruben selaku direktur PT. Makmur Jaya datang dari Papua ke Jakarta dan menemui saya dan menceritakan kronoligis yang terjadi antara PT. Jabbaru dengan PT. Makmur Jaya sejak Tahun 2020. Pak Ruben sudah kerjakan proyek senilai Rp. 66 miliar itu dan sudah dicicil sama Farida hingga masih kurang bayar sebesar Rp. 7,932.931.000,” kata La Sandri di ruang sidang Tirta Satu, Pengadilan Negeri Surabaya. Senin (12/8/2024).
Proyek PLTU senilai Rp.66 miliar tersebut terang La Sandri, awalnya dari PLN Pusat kemudian di sub ke Rekadana, dari Rekadana di sub ke PT. Jabbaru dan dari Jabbaru di sub lagi ke Makmur Jaya.
“Namun oleh Farida sampai hari ini SPK atas pekerjaan yang sudah dikerjakan oleh Ruben tersebut belum juga diberikan. Farida juga tidak pernah mau menunjukkan ke Pak Ruben dimana kantornya. Farida kalau ketemu dengan Pak Ruben di warung pinggir jalan. Farida baru bersedia menunjukkan alamat kantor PT. Jabbaru setelah diberi uang Rp.5 juta sama Pak Ruben,” terangnya.
La Sandri menyebut, setelah mendapatkan surat kuasa penagihan dari Ruben, dirinya datang ke Surabaya dan langsung menemui Kapolsek Gayungan untuk menyampaikan maksud kedatangannya.
“Waktu itu saya minta pada Pak Kapolsek ada anggotanya menemani saya untuk mediasi dan bertemu dengan Farida, direktur PT. Jabbaru. Pihak Polsek menyatakan bersedia. Setelah itu saya datang ke Pak RT. Selanjutnya, saya bersama dengan 3 anggota polsek mendatangi PT. Jabbaru. Rumah Farida dengan kantor PT. Jabbaru hanya berjarak sekitar 300 meter saja,” sebutnya.
Setiba di kantor Jabbaru, ia bertemu dengan beberapa karyawan PT. Jabbaru dan menyampaikan maksud dan tujuannya.
“Saya bilang dari PT. Makmur Jaya dan saya tunjukkan kuasa penagihannya. Saya mau bertemu dengan Farida terkait dengan hak dari PT. Makmur Jaya yang belum diselesaikan oleh Farida. Waktu itu Ibu Farida ada di dalam kantor, tetapi tidak mau ditemui,” lanjutnya.
Karena Farida tidak mau ditemui La Sandri lalu minta tolong pada anggota Polsek untuk berkoordinasi dengan Farida di dalam kantor.
“Ternyata pada saat anggota Polsek masuk, tiba-tiba Ibu Farida keluar kantor hendak kabur naik mobil bersama sopirnya. Melihat Ibu Farida mau kabur saya pun berdiri, begitu Ibu Farida melihat saya berdiri, Ibu Farida pun mengurungkan niatnya hendak kabur, lalu masuk kedalam kantor lagi,” terangnya.
Selanjutnya La Sandri mendekati sopir Farida dan bilang baik-baik, sampaikan ke Ibu Farida agar menemuinya. Dari tangan si sopir La Sandri minta kunci mobil.
“Setelah si Sopir memberikan kunci mobil itu ke saya, saya disuruh menunggu sampai Jam 9 malam. Ibu Farida tidak mau keluar, termasuk saat didatangi anggota Polsek, Ibu Farida tetap tidak juga mau keluar. Sekitar jam 9 malam, Kapolsek Gayungan menelepon salah satu anggotanya untuk mengarahkan mediasi ke Polsek. Selanjutnya kita semua ke Polsek termasuk Budi, Pengacaranya Ibu Farida,” lanjutnya.
Sampai di Polsek, La Sandri mengatakan pada Kapolsek kalau kedatanganya ke PT.Jabbaru bukan bermaksud untuk mengambil mobil. La Sandri menegaskan, mobil Xpander itu sengaja di bawah ke Polsek tujuannya agar Ibu Farida datang.
“Karena Ibu Farida ini di panggil Polsek di Papua tidak mau datang. Dipanggil Polres Papua pun dia tidak mau datang, seolah kebal hukum. Akhirnya Pak Kapolsek sendiri yang menelepon Ibu Farida, tapi Ibu Farida tetap tidak mau datang untuk menyelesaikan persoalan,” tambah La Sandri.
Merasa tidak dihargai, akhirnya Pak Kapolsek langsung menyerahkan kunci mobil kepada saya karena Pak Kapolsek cek mobil tersebut bukan atasnama Ibu Farida. Pak Kapolsek bilang Pak Andre bawah saja kunci mobil itu, tapi sewaktu-waktu kalau saya panggil, Pak Andre harus datang kesini. Akhirnya mobil Xpander itu kita bawah,” imbuh La Sandri.
Keesokan harinya La Sandri mendapat telepon Kapolsek dan di informasikan kalau pengacaranya Farida datang.
“Saya datang ke Polsek itu. Pengacaranya mengatakan hutang Farida sudah lunas. Ternyata pada saat saya minta bukti pelunasannya dia tidak bisa. Akhirnya Pak Kapolsek memberi solusi mendatangkan tim audit dari luar. Selanjutnya kurang lebih satu bulan kita lakukan udit hutang Farida di Polsek Gayungan dan posisi mobil itu selalu saya bawah terus ke Polsek,” ungkap La Sandri.
Di Polsek Farida di buatkan surat pernyataan apabila masih ada hutang dia harus bayar dan kalau memang sudah lunas silahkan mobil itu diambil karena La Sandri tidak ada urusan dengan mobil.
“Ternyata setelah dilakukan audit, masih ada nominal yang harus dibayar oleh Farida. Tetapi tetap tidak di akui oleh Farida. Hingga akhirnya perkara ini dibawah ke Polrestabes Surabaya. Ternyata, sebelum perkara ini dibawah ke Polrestabes, Farida sudah membuat laporan polisi tentang perampasan mobil Xpander milik PT. Jabbaru,” papar La Sandri.
Sebelum La Sandri datang ke Polrestabes Surabaya berkaitan dengan laporan dari Farida, ia menemui Kapolsek Wiyung dan melaporkannya.
“Pak Kapolsek bilang kamu datangi saja dan jelaskan pokok perkara yang sebenarnya.Selanjutnya saya datangi penyidiknya dan saya jelaskan kalau saya tidak pernah merampas mobil itu. Mobil itu diserahkan Pak Kapolsek ke saya. Dan ketika Pak Kapolsek saya hubungi, dia juga bilang ke penyidik bahwa Pak Andre tidak pernah merampas mobil itu, tapi saya yang menyerahkan. Selanjutnya mobil itu saya pakai untuk mediasi dari Polsek ke Polrestabes terus-menerus,” terang La Sandri.
La Sandri juga bilang, sebelum mobil itu dibawah ke Bogor, ia pernah berniat mengembalikan mobil itu, dan oleh pengacaranya Farida minta di temui di Hotel Alana.
“Setelah sampai di Hotel Alana, ternyata disitu ada Pak Budi bersama dua orang pengacara dan Pamannya Ibu Farida. Tetapi mereka tidak sadar kalau pada waktu saya rekam pembicaraan mereka. Jadi mereka mau sogok saya. Mereka bilang sudah Pak Andre mundur saja. Tapi saya tolak, kalau Bapak mau dicicil saja daripada sekarang Bapak bayar saya, tetapi besok ditagih lagi. Mendingan Bapak Cicil saja. Saya tidak ada urusan dengan mobil ini,” kata La Sandri.
Setelah semuanya gagal, La Sandri mendapat panggilan dari Polrestabes Surabaya. Ketemu di Polrestabes, Kasatreskrimnya minta supaya Ruben dari Papua dihadirkan.
“Akhirnya Pak Ruben dan Istrinya dari Papua datang. Ternyata setelah datang, Ibu Farida ini diam-diam dengan kasatreskrim satu mobil bertemu di luar.
Mulai dari situ saya di intimidasi. Pada saat kami mediasi, kasatreskrim tidak ikut, malah Kanitnya yang disuruh ikut. Anehnya, pada saat kita mediasi, ibu Farida menelepon Kanit dan dijawab siap, siap,” ujar La Sandri.
Setelah itu La Sandri ditangkap. Ia menerangkan ditangkap jam 2 malam.
“Saya ditangkap seperti teroris dengan sejata lengkap. Setelah itu saya digelandang di Polrestabes Surabaya, sampai di Polrestabes tidak ada proses BAP. Terus saya dipaksa untuk tanda tangan BAP yang sudah jadi. Meski dipaksa akhirnya saya tetap tidak mau tangan BAP. Bukan saya menolak BAP, tapi saya menolak tanda tangan BAP yang sudah jadi. Sebab saya tidak pernah di BAP,” terang La Sandri.
Sebelum La Sandri ditahan kurang lebih hampir 2 bulan di Polrestabes Surabaya. Ia sempat minta Ijin menengok istri yang sedang sakit, tapi tidak diberikan ijin. Sampai saat dibawah ke Rutan baru saya bisa telepon, ternyata istri saya meninggal dunia.
“Jadi pada perkara ini sudah ada dua korban meninggal dunia. Pertama anaknya Pak Ruben dan kedua, istri saya,” tegas La Sandri.
Ditanya oleh ketua majelis hakim Juanto, jadi saudara tidak pernah di periksa di Polisi,? Terdakwa La Sandri menjawab tidak pernah.
“Saya dipaksa tanda tangan, tapi saya tidak mau tanda tangan karena saya tidak pernah di BAP Pak. Tiba-tiba saya langsung dijadikan tersangka dan langsung dimasukkan dalam Penjara. Kurang lebih 2 bulan di penjara tidak satupun penyidik yang menemui saya,” jawab La Sandri.
Ditanya oleh hakim anggota Titik Budi Winarti, terdakwa sempat membaca apa tidak terhadap BAP yang akan ditandatangani,?
“Waktu disuruh tandatangan saya baca dulu. Pas saya baca baru pertama. Apakah anda datang ke PT.Jabbaru dan mencuri satu unit mobil. Dan tertera jawaban Ya. Langsung saya robek. Saya bilang Bapak belum BAP saya, tapi kenapa bisa ada jawaban seperti begini. Ini salah Pak. Saya sudah di kriminalisasi. Makanya saya minta Bapak hakim Yang Mulia agar penyidiknya dihadirkan di persidangan ini,” jawab terdakwa La Sandri.
Ditanya oleh Jaksa Darwis. Apakah sewaktu La Sandri membawa mobil itu ada ijin apa tidak,? La Sandri menjawab ada ijin.
Ditanya lagi oleh Jaksa, berapa lama La Sandri membawa mobil itu ke Bogor dan apakah ada komunikasi dengan Jabbaru,?.
“Kurang lebih dua bulan. Saya selalu kirim WA ke pengacara Jabbaru tapi tidak pernah dibalas. Saya sampaikan pada pengacara Jabbaru bagaimana dengan urusan ini. Jadi waktu itu mereka minta supaya kita melapor. Padahal kita tidak mempunyai SPKnya. SPK untuk Makmur Jaya itu sudah saya minta tapi tidak diberi. Bahkan saat mediasi di Polrestabes saya minta agar ditunjukkan SPKnya dan bukti pelunasan. tapi mereka tidak bisa tunjukkan,” jawab La Sandri.
Ditanya lagi oleh Jaksa apakah terdakwa merasa bersalah sudah melakukan pengambilan mobil milik Jabbaru,? La Sandri menjawab tidak merasa bersalah.
“Saya tidak merasa bersalah. Karena mobil itu diserahkan sama Pak Kapolsek. Karena Pak Kapolsek minta supaya Farida datang, tetapi tidak mau datang. Ditelepon pun Farida tidak mau datang, makanya Pak Kapolsek marah. Kita disini mau selesaikan baik-baik, tapi tidak dihargai makanya Pak Kapolsek bilang Pak Andre bawah saja moblinya,” jawab La Sandri mengakhiri sidang pemeriksaan terdakwa. (Han)