SURABAYA, beritalima.com – Pengadilan Negeri (PN) Surabaya menunda sidang perdana pembacaan surat dakwaan perkara dugaan penipuan dan penggelapan investasi tambang nikel yang menjerat Hermanto Oerip, bos Perumahan Galaxi Bumi Permai. Penundaan dilakukan karena Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Tanjung Perak belum dapat hadir lantaran masih menjalani penugasan di Kejaksaan Agung.
Penundaan itu disampaikan dalam sidang terbuka di PN Surabaya, Kamis (18/12/2025). Sebelum menutup persidangan, majelis hakim memeriksa kelengkapan administrasi serta legal standing tim penasihat hukum terdakwa, sekaligus menjadwalkan ulang sidang pada pekan berikutnya.
“Terdakwa belum kita tahan. Persidangan kita tunda pada Rabu, 24 Desember 2025,” ujar Ketua Majelis Hakim Nur Kholis, seraya membuka kemungkinan sidang digelar pada pagi hari.
Namun, sebelum palu diketok, Hermanto Oerip mendadak menyampaikan keluh kesah di hadapan majelis. Ia mengaku dikriminalisasi oleh pelapor Soewondo Basuki, yang sebelumnya disebut sebagai rekan bisnisnya di PT Mentari Mitra Manunggal (MMM).
“Padahal modal setor saya mendirikan perusahaan lebih besar daripada pelapor,” keluh Hermanto.
Hakim Nur Kholis menanggapi singkat,
“Itu bisa saudara tanyakan ke penyidik sebelum dijadikan tersangka.”
Hermanto melanjutkan, ia mengaku telah berulang kali meminta RUPS dan Audit, baik lisan maupun tertulis hingga tiga kali somasi, namun tak ditanggapi.
“Sampai akhirnya saya ajukan permohonan penetapan audit dan RUPS ke pengadilan,” ujarnya.
Ia juga membantah tudingan pencairan cek oleh keluarganya. Menurutnya, dana tersebut adalah haknya karena ia telah meminjamkan uang kepada Venansius sejak 2016, sementara pada waktu yang sama pelapor juga mencairkan cek yang sama.
“Semua rekening koran, token, buku cek, dan laporan keuangan PT itu dikuasai pelapor,” tambah Hermanto. Ia mengaku hadir dalam sidang permohonan audit dan RUPS, namun pihak termohon tidak datang.
“Ya, itu nanti kita buktikan,” tegas Nur Kholis menutup sidang.
Usai persidangan, Evan Yudhianto, kuasa hukum Hermanto, menyatakan kliennya juga korban dalam sirkulasi investasi tersebut.
“Nilainya tidak seperti yang didakwakan. Klien kami juga menanamkan uang, bahkan lebih besar dari pelapor,” ujarnya.
Evan menegaskan, dalam dakwaan disebut kerugian Rp75 miliar, namun tidak seluruhnya berkaitan dengan kliennya.
“Dari Rp75 miliar itu ada uang Pak Hermanto juga. Dana yang diambil klien kami hanya Rp5 miliar, dan uangnya masih ada. Rp75 miliar itu bukan dana PT MMM,” tegasnya.
Hermanto menambahkan, pelapor yang menjabat direktur utama seharusnya memenuhi permintaan Audit dan RUPS.
“Saya komisaris dengan saham sama-sama 25 persen. Karena tak ada respons, kami ajukan penetapan ke pengadilan,” katanya. Ia juga mengaku telah melaporkan Soewondo Basuki ke Polda Jatim dengan sangkaan Pasal 372 dan 378 KUHP.
Latar belakang, Hermanto Oerip ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Laporan Polisi No. STTLP/B/816/VIII/2018/SPKT/Restabes Surabaya tertanggal 23 Agustus 2018. Setelah bertahun-tahun stagnan, perkara ini kembali bergerak pada 8 September 2025 saat berkas dilimpahkan ke JPU dan dinyatakan lengkap (P-21) oleh Kejari Tanjung Perak pada 29 September 2025.
Penetapan tersangka juga merujuk pada Putusan Mahkamah Agung No. 98 PK/Pid/2023 dalam perkara Venansius, yang menyebut Hermanto sebagai otak intelektual di balik penipuan, dengan dugaan rangkaian kebohongan serta penggunaan dana talangan milik Soewondo Basuki untuk kepentingan pribadi.
Diketahui, pada 14 Februari 2018, Hermanto Oerip bersama Venansius Niek Widodo, Soewondo Basuki, dan Rudy Efendi Oei sepakat mendirikan PT Mentari Mitra Manunggal yang bergerak di bidang investasi pertambangan nikel di Kabaena, Kendari, Sulawesi Tenggara. Keempatnya menyetor modal masing-masing Rp1,25 miliar, sebagaimana tertuang dalam Akta Pendirian No. 28 yang dibuat Notaris Maria Tjandra. (Han)








