Sidang Praperadilan, Saksi Ahli Pidana Sebut Hak Notaris Maria Lidwina Dirampas

  • Whatsapp

SURABAYA – beritalima.com, Notaris Nora Maria Lidwina, tersangka kasus pemalsuan akte otentik jual beli lahan di Jalan Sumatra No 28-30 Surabaya menghadirkan saksi ahli pidana dalam sidang lanjutan gugatan praperadilan melawan Kepolisian Resort Kota Besar (Polrestabes) Surabaya dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya. Saksi ahli tersebut adalah Prof. Dr. Sardjijono SH. Mhum. Kamis (13/6/2019).

Notaris Maria Lidwina ditetapkan sebagai tersangka sejak 9 tahun yang lalu dan berkas perkaranya sudah 13 kali dikembalikan oleh jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Surabaya akibat penyidik Harda Polrestabes Surabaya tidak bisa memenuhi petunjuk JPU.

Saat memberikan keterangan di depan hakim tunggal Dwi Purwadi, dosen Universitas Bhayangkara (Ubhara) itu mengatakan, bahwa penetapan status tersangka untuk notaris Maria Lidwina melanggar Pasal 50 ayat (1) dan (2) UU No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) juga Pasal 18 UU No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM).

“Padahal Pasal 50 ayat (1) dan (2) UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP telah memberi jaminan perlindungan hak-hak tersangka dan menjamin kepastian hukum yang adil bagi semua warga negara dalam proses pemeriksaan. Sedangkan Pasal 18 UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM dinyatakan setiap orang yang ditangkap, ditahan, dan dituntut karena disangka melakukan sesuatu tindak pidana berhak dianggap tidak bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya secara sah dalam suatu sidang pengadilan,” kata Prof Sardjijono di ruang sidang Sari Pengadilan Negeri Surabaya.

Prof Sardjijono menilai, jika penyidik merasa sudah berusaha maksimal untuk memenuhi petunjuk JPU, namun di pihak JPU tetap beranggapan bahwa berkas belum lengkap sehingga perkaranya tidak bisa di P21kan, maka perkara tersebut dapat dinyatakan tidak layak.

“Apabila berkas perkara sudah 3 kali diajukan oleh penyidik dan dikembalikan oleh JPU, maka perkara tersebut dapat dinyatakan tidak layak atau tidak dapat dilanjutkan. Statusnya sebagai tersangka tidak boleh digantung dan secepatnya mendapatkan suatu kepastian. Kepastian ini ada dalam Peratutan Bersama No 099/KMA/SKB/V/2010 tentang Sinkronisasi Ketatalaksanaan Sistem Peradilan Pidana Dalam Mewujudkan Penegakan HAM yang Berkeadilan yang dikeluarkan oleh ketua Mahkamah Agung (MA), Menteri Hukum dan HAM, Jaksa Agung dan Kapolri,” pungkasnya.

Diberitakan Unit Harda Sat Reskrim Polrestabes Surabaya menetapkan Notaris Maria Lidwina sebagai tersangka berdasarkan laporan polisi No. LPB/530/IV/2009/SPK tanggal 29 April 2009 dan Laporan Polisi No. Pol. K/LP/0001/XI/2010/Satreskrim tanggal 04 Nopember 2010 di Polrestabes Surabaya atas dugaan melakukan tindak pidana pemalsuan surat akte-akte otentik dan/atau turut serta melakukan, turut membantu memberikan keterangan palsu dalam akte otentik dan menggunakan akte yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 264 ayat (1) ke-1 huruf a KUHPidana dan / atau Pasal 266 ayat (1) dan ayat (2) Jo Pasal 55 ayat (1) angka 1 dan Jo pasal 56 ayat (1) dan (2) KUHPidana atas laporan Tan Aditya Tandiokusuma. (Han)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *