SURABAYA – beritalima.com, Tiga orang saksi dihadirkan Jaksa di Pengadilan Negeri Surabaya dalam sidang tewasnya Abdul Kadir dalam sel tahanan Polres Tanjung Perak, Surabaya.
Mereka adalah Fajar Ruki Firmansyah petugas jaga tahanan Polres Tanjung Perak, Aris Uspiato kepala poliklinik dan Alan perawat di poliknik Polres Tanjung Perak.
Di hadapan saksi Fajar, majelis hakim mengkritik terkait tata cara pengamanan tahanan yang ada di Polres pelabuhan tersebut, meski untuk pengamanan ruang tahanan sudah terpasang CCTV.
“Kami melihat di CCTV kenapa Antok disitu hanya melihat dan bukan melerai. Kami menyampaikan ini berdasarkan CCTV bukan dari keterangan orang lain,” kata hakim anggota 1 Sutrisno kepada saksi Fajar.
Pekerjaan saudara disana itu apa? Dugaan penganiayaan terhadap Abdul Kadir kan sudah berhari-hari dilakukan para tahanan lain, sejak tanggal 20,21,23,24 dan seterusnya. Kejadiannya bukan satu hari, tapi sudah beberapa hari sebelumnnya sudah ada gejala-gejala.
“Apabila saudara bertugas menjaga, seharusnya saudara menjadi garda terdepan mengetahui keadaan seluk beluk ruang tahanan disana.Terus apa fungsi CCTV itu,!” tandas ketua majelis hakim IGN Putra Atmaja.
Sementara hakim anggota 2 Tonny Wijaya Hilly menilai ada kejanggalan yang diberikan Polres Tanjung Perak dalam menjatuhkan sangsi bagi anggotanya yang terlibat dalam kasus penganiayaan itu.
Itu terjadi setelah saksi Fajar menyebut, buntut dari kejadian tersebut ada 4 petugas yang waktu itu melakukan penjagaan terkena sangsi mutasi dan penahanan selama 21 hari. Mereka kata saksi Fajar adalah Ipda Guruh Prabowo, Apida Antok, Apida Slamet dan Apida Suheriyanto.
Apakah anda juga terkena sangsi,? Tanya hakim Tonny kepada saksi Fajar.
“Tidak yang mulia, soalnya saya dinilai sudah melakukan perbantuan, juga telah menolong korban demi menjaga hak-hak asasinya,” jawab saksi Fajar.
Atas kejadian itu perwira jaga harusnya bertanggung Jawab. Slamet yang waktu itu tidak masuk karena sakit terkena sangsi, sementara anda yang nyata-nyata ada di tengah kejadian malah tidak terkena sangsi. Ini kan aneh,” ucap hakim Tonny.
Bukan Itu saja, hakim Tonny juga mempermasalahkan tentang tanggung jawab poliklink Polres Tanjung Perak atas perkara ini.
“Yang bertanggung jawab kok malah tenaga kontrak, tapi dokternya tidak. Ini menyangkut nyawa kok bicaranya tidak jujur. Saya pernah lihat orang mati pada saat kecelakaan, sampai sekarang masih terbayang-bayang. Tapi kamu apa,? Didepanmu ada yang mau mati, seharusnya kamu memberikan memberikan pertolongan pertama, tapi nyatanya tidak,” tandas hakim Tonny pada saksi Aris Uspiato dan Alan.
Sebelumnya, Bayu Aji Pangestu, Ryzal Satria Arifiandy, Mochamad Rifai, Mansur, Agung Pribadi, Fahmi Kurnia Efendi, Dery Triawan Putra, Muhammad Rafi Subahtiar, Soni Reporwano, Mohamad. Sobirin, A. Farid dan Novan Wijaya Hartanto serta Sulaiman didakwa melakukan penganiayaan hingga menewaskan Abdul Kadir seorang tahanan narkoba. Ke 13 orang pelaku penganiayaan itu masih berstatus tahanan Polres Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.
Dalam surat dakwaan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Nanik Prihandini mengatakan perkara itu bermula ketika Kadir baru ditahan di Rutan Polres Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya pada awal Februari 2023 dalam perkara narkoba. Ia menempati sel atau kamar Nomor 7.
Saat itu, Kadir dalam kondisi sehat ketika pertama kali masuk ke Rutan Polres Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Bahkan, dipastikan tak ada luka sedikitpun di luar dan dalam tubuhnya.
Pada tanggal 20 April 2023 (sebulan pasca ditahan) pada saat apel malam sekitar pukul 19.00 WIB, Kadir masih dalam kondisi sehat dan bisa beraktivitas normal. Namun, setelah apel malam sekitar pukul 21.47 WIB, Kadir digiring oleh 3 tahanan lain, yakni Bayu Aji Pengestu, Ryzal Satria Arifiadi, dan Rafi Subahtiar ke dalam ruang jemuran. Di sana, ketiganya menutupi CCTV dengan kain yang dilakukan Dery Triawan Putra.
Di dalam ruang jemuran itulah, Kadir dianiaya Bayu, Ryzal, dan Rafi menggunakan tangan kosong secara bersama-sama dengan tangan kosong. Lalu, datang tahanan lain, Ahmad Farid dan langsung memukul kepala korban. Terdakwa Ahmad Farid memukul menggunakan ikat pinggang dimana gesper terbuat dari besi sehingga kepala korban Abdul Kadir berdarah.
Bukannya menghentikan aksinya, para tahanan justru terus menganiaya Kadir. Selain dipukul, Kadir juga ditendang oleh para tahanan lainnya berkali-kali. Akibatnya, Kadir tak sadarkan diri. Pada saat apel pagi keesokan harinya, pada 21 April 2023 sekitar pukul 07.15 WIB, kondisi Kadir kian menurun.
Pukul 09.47, tahanan bernama Novan Wijaya Hartanto kembali menginjak dan menendang kaki Kadir berkali-kali. Lalu, diikuti tahanan lainnya, yakni Moch. Rifai, A. Farid, dan Sulaiman.
Pada 28 April 2023 pukul 05.51 WIB, Kadir dievakuasi petugas kesehatan dari dalam ruang tahanan ke RS PHC Surabaya. Nahas, dalam perjalanan nyawa Kadir tak tertolong
Berdasarkan hasil pemeriksaan jenazah tanggal 8 Mei 2023, ditemukan resapan darah pada kulit kepala, kulit dada ditemukan darah diatas selaput tebal otak, hingga patah tulang tempurung kepala atas kanan akibat kekerasan tumpul pada jenazah Abdul Kadir. Lalu, ditemukan kebiruan pada ujung ujung jari tangan dan selaput lendir bibir yang lazim ditemukan pada mati lemas atau Asfiksia. (Han)