JAKARTA, Beritalima.com | Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD pada hari Kamis (29/4/2021) melalui Konferensi Pers mengkategorikan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua sebagai teroris.
Pasca penetapan sebagai teroris, pasukan gabungan Polri dan TNI mulai dikirim ke Ilaga, Kabupaten Puncak, Papua untuk memburu KKB. Konflik senjata antara Polri-TNI dan KKB berujung pada pengungsian warga sipil yang takut terjadi baku tembak di daerahnya.
Menyikapi persoalan yang saat ini sedang terjadi di Papua, Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (DPP GAMKI) meminta pemerintah melakukan penyelesaian konflik dengan pendekatan dialog damai seperti yang dilakukan di Aceh pada tahun 2005 lalu. Pernyataan ini disampaikan Kepala Departemen DPP GAMKI Bidang Pembangunan SDM Papua, Bernard Rumpeday pada hari Sabtu (15/5/2021).
“Kami meminta pemerintah untuk melakukan pendekatan dialog damai seperti yang dilakukan saat menyelesaikan konflik dengan GAM di Aceh. Sebagai langkah awal, kami meminta kedua pihak, baik Polri-TNI dan KKB untuk menghentikan kontak senjata, demi menjaga keselamatan nyawa warga sipil yang tinggal di wilayah konflik,” kata Rumpeday.
Rumpeday menyampaikan saat ini banyak warga, baik orang asli Papua dan pendatang di Intan Jaya, Puncak Ilaga, dan Ndugama yang telah mengungsi dan meninggalkan rumah mereka karena kuatir dengan konflik senjata antara aparat keamanan dan KKB.
“Kami meminta pemerintah pusat, terkhusus para pimpinan nasional dan elit di Jakarta untuk memperhatikan nasib warga sipil ini. Selain mereka rawan menjadi korban penembakan, mereka juga kesulitan memenuhi kebutuhan hidup di pengungsian mereka di hutan,” jelasnya.
Menurut Rumpeday, pernyataan beberapa pimpinan nasional terkesan tidak memahami konteks persoalan Papua dan tidak memiliki rasa empati kepada warga sipil yang berada di wilayah konflik. Sebagai contoh adalah pernyataan Ketua MPR RI Bambang Soesatyo yang meminta KKB Papua ditumpas habis dan menomorduakan Hak Asasi Manusia.
“Yang kami tahu, Bambang Soesatyo sebagai Ketua MPR di berbagai kesempatan selalu mengatakan bahwa MPR adalah Rumah Kebangsaan Bersama guna merekatkan anak bangsa, namun beliau justru tidak ada membahas nasib pengungsi yang ada di wilayah konflik di Papua. Kami sangat menyayangkan dan mengingatkan kepada Ketua MPR untuk berkomunikasi lebih intens dengan anggota MPR yang berasal dari Tanah Papua seperti Kaka Yorrys Raweyai, Kaka Robert Kardinal, dan anggota MPR lainnya agar paham gambaran utuh persoalan Papua, sebelum mengambil sikap terkait penanganan persoalan Papua,” tegas Rumpeday.
Persoalan Papua, lanjut Rumpeday, harus dilakukan dengan pendekatan kearifan lokal dan kemanusiaan. Penyelesaian dengan tindakan kekerasan hanya akan membuat konflik terjadi secara berlarut-larut.
Rumpeday meminta pemerintah, baik Presiden Jokowi, Menkopolhukam, Kapolri, Panglima TNI, Kepala BIN, dan kementerian lembaga lainnya untuk dapat mendengar persoalan Papua dari sumber-sumber yang objektif, terpercaya, dan memahami konteks Papua secara utuh sehingga dapat mengambil kebijakan yang arif dan bijaksana.
“Presiden Jokowi harus mendengar informasi tentang persoalan Papua dari sumber yang objektif, kredibel, dan memahami konteks Papua secara utuh. Resolusi damai harus dilakukan di Tanah Papua diawali dengan penghentian kontak senjata oleh Polri, TNI, dan KKB demi melindungi keamanan dan keselamatan warga sipil. Kami mendukung penuh penyelesaian konflik dengan dialog damai seperti yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan GAM di Aceh,” pungkasnya.