Jakarta, beritalima.com |– Sinergi antara Pemerintah Republik Indonesia, Uni Eropa (Uni Eropa) dan Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) meluncurkan inisiatif Indeks Risiko Perpindahan Akibat Iklim (RICD), sebuah alat yang dirancang memberikan pandangan ke depan operasional guna mengantisipasi, mengurangi, dan merespons pengungsian akibat iklim.
Gagasan ini menyatukan berbagai pemangku kepentingan, termasuk Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan lembaga penelitian terkemuka seperti Universitas Indonesia (UI) dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), guna bersama-sama mengatasi tantangan ini. Baru-baru ini di Jakarta, semua pihak tersebut bertemu dan mendiskusikan tantangan menghadapi pengungsian akibat iklim.
Dengan menggunakan metodologi kreasi bersama, RICD memanfaatkan beragam keahlian untuk membangun model data komprehensif, bertujuan meningkatkan kapasitas Indonesia dalam memprediksi, mengurangi, dan menanggapi risiko pengungsian yang disebabkan oleh perubahan iklim.
“Semua mitra menyumbangkan keahlian mereka dalam upaya kolaboratif untuk mengembangkan solusi komprehensif terhadap pengungsian yang disebabkan oleh iklim. Keterlibatan kolektif ini penting untuk memperkuat kemampuan kita dalam mengantisipasi, mengurangi, dan menanggapi tantangan ini secara efektif, yang pada akhirnya dapat mengurangi dampak terhadap populasi yang rentan,” ujar Jeffrey Labovitz, Kepala Misi IOM Indonesia.
Pada 2023, di Asia dan Pasifik terdapat 12,6 juta pengungsian internal disebabkan oleh bencana, mewakili 41 persen dari total pengungsian internal secara global. Proyeksi menunjukkan pada 2050, akan ada 48,4 juta orang di Asia Timur dan Pasifik yang mengungsi karena bahaya yang terjadi secara perlahan, yang sebagian besar terkait dengan perubahan lingkungan.
Oleh karenanya, perlu dibuat sebuah sistem untuk meminimalkan pengungsian dan risiko terkait. RICD akan mendukung pembuatan kebijakan yang terinformasi dan akan memandu respons operasional untuk meningkatkan ketahanan serta melindungi masyarakat yang rentan.
“Uni Eropa bangga mendukung inisiatif ini, yang mempertemukan berbagai mitra untuk mengatasi meningkatnya ancaman perpindahan penduduk akibat perubahan iklim. Dengan memanfaatkan keahlian kolektif, proyek ini akan memperkuat kemampuan kita untuk memprediksi dan mengurangi risiko perpindahan penduduk, memastikan bahwa masyarakat di Indonesia lebih siap dan terlindungi dalam menghadapi perubahan iklim,” jelas Janez Lenarčič, Komisioner Eropa untuk Manajemen Krisis.
RICD beroperasi pada dua tingkat untuk memberikan pemahaman yang komprehensif tentang dinamika perpindahan. RICD meneliti faktor-faktor pendorong perpindahan, termasuk faktor-faktor mendasar seperti kondisi ekonomi, politik, budaya, dan demografi yang menciptakan kondisi untuk migrasi terkait iklim.
RICD juga berfokus pada pemicu perpindahan—katalisator langsung yang memaksa orang meninggalkan rumah mereka, seperti hilangnya mata pencaharian, kerawanan pangan atau air, atau hilangnya lahan yang layak huni.
“Inisiatif ini sangat penting bagi Indonesia, sejalan dengan prioritas nasional kita dalam kesiapsiagaan bencana, pengurangan risiko, dan ketahanan iklim. RICD akan memberikan data dan wawasan yang dibutuhkan untuk mengantisipasi dan menanggapi pengungsian akibat iklim dengan lebih baik, memperkuat kesiapsiagaan kita, dan melindungi masyarakat yang rentan,” tutur Abdul Muhari, Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi, BNPB
Jurnalis: Abri/Rendy