SURABAYA, Beritalima.com|
Taylor Swift, bintang pop industri musik hollywood, kembali akan menghelat konser The Eras Tour di Singapore pada bulan Maret mendatang. Konser ini merupakan bagian dari tur dunia album terbarunya, Red (Taylor’s Version). Konser yang disinyalir akan digelar di beberapa negara ASEAN, alih-alih malah mengejutkan publik dengan exclusive deal penghapusan agenda konser di negara ASEAN lainnya selain Singapore.
Dalam hal ini, Singapura dikabarkan memberikan subsidi sebesar USD 2-3 juta per konser kepada Taylor Swift sebagai bagian dari kesepakatan eksklusif. Keputusan ini bagai luka di hati para penggemar Taylor Swift di negara-negara seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, dan lainnya. Tak hanya itu, keputusan ini juga bisa menimbulkan guncangan ekonomi bagi negara-negara ASEAN.
Menanggapi hal itu, Dr Gancar C. Premananto CMA CDM AIBIZ selaku Pakar Ekonomi Unair, mengakui bahwa bukan lagi hal yang mengejutkan. Pasalnya, Taylor Swift gemar membuat kontrak eksklusif dengan berbagai pihak.
Dirilis dari penjelasan Gancar, Taylor Swift pernah melakukan kontrak eksklusif dengan Universal Music Group (UMG) Republic records selaku mitra rekaman musiknya untuk multi albumnya. Selain itu, Taylor Swift juga pernah memiliki kontrak eksklusif dengan Apple Inc untuk hak atas penyiaran video konser streaming.
Peluang Destinasi Hingga Dampak Ekonomi
Lebih lanjut Gancar menuturkan bahwa Singapura akan sangat diuntungkan dalam sektor ekonomi dari kontrak eksklusif ini.
“Dengan adanya kontrak tersebut, tentu yang pertama akan menimbulkan scarcity effect atas kemunculan Taylor Swift di Asia Tenggara,” paparnya.
Dengan menjadikan Taylor Swift sebagai positioning icon Singapura sebagai destinasi, tentu hal ini akan dapat meningkatkan kunjungan wisata di Singapura. Bahkan hal ini berkesempatan meningkatkan value Singapura sebagai negara tujuan wisata berbasis passion, seperti slogannya “Passion Made Possible.”
Lebih lanjut, Gancar menilai bahwa perjanjian ini dapat menjadi investasi yang sangat menguntungkan bagi perekonomian di negara Singapura.
“Kalau berkaca dari konser Coldplay di Singapura pada Januari 2024, untuk enam kali pertunjukkan diproyeksikan menghasilkan sekitar SGD 96 juta atau sekitar 1,5 triliyun rupiah pada perekonomian di Singapura. Tentunya, hal ini juga akan berimbas pada aspek pariwisata, akomodasi, kuliner dan belanja ritel karena para pengunjung konser tidak akan langsung pulang setelah acara,” ulas Pakar Ekonomi Unair itu.
Persiapan Acara Hingga Manajemen Pemasaran
Seperti yang telah diketahui, hingga saat ini Singapura menjadi salah satu jujukan artis dunia di Asia Tenggara dalam pelaksanaan konser. Tentu bukan tanpa alasan, jika ditinjau dari segi kesiapan fasilitas dan infrastruktur Singapura memiliki keunggulan secara kompetitif dibanding negara lain.
Melihat hal tersebut, Gancar juga menyoroti dampak terhadap negara-negara Asia Tenggara lain. Menurutnya, negara lain juga harus belajar dari Singapura dalam mempersiapkan konser artis dunia.
Selain itu, kesiapan masalah perijinan dan penerimaan masyarakat juga mempengaruhi. Maka dari itu, menurut Gancar, sangat penting bagi negara lain yang ingin melakukan exclusive deal untuk menyediakan hal yang serupa.
“Salah satu permasalahan yang pernah muncul di Indonesia adalah adanya penolakan sebagian masyarakat terhadap dukungan artis pada LGBTQ+. Sedangkan Taylor Swift jelas mendukung LGBTQ+ dengan berbagai donasi dan karyanya,” tukasnya.
“Dengan adanya kesepakatan dari manajemen Taylor Swift untuk konser eksklusif, tentunya negara-negara Asia Tenggara dapat belajar dengan melihat kesiapan Singapura dalam aspek koneksitas antar kota, kapasitas hotel, kesiapan fasilitas pendukung dan juga termasuk penerimaan dari Masyarakat,” imbuh Gancar.
Walaupun masih banyak masyarakat yang menolak artis pendukung LGBTQ+, Taylor Swift tetap berhasil menguasai pangsa pasar dengan bargaining power dan pencapaian yang dimilikinya.
“Seperti yang kita ketahui bahwa Taylor Swift memiliki banyak apresiasi level dunia terhadap karyanya di antaranya 6 penghargaan American Music Awards tahun 2022, masuk dalam Person of the Year 2023 di majalah TIME, Wanita pertama yang mencapai 100 juta pendengar perbulan di Spotify, 8 penghargaan People’s Choice Awards 2023, serta banyak Grammy Awards. Oleh karena itu, kontrak eksklusif yang didapatkan Taylor Swift merupakan hasil dari kerja seninya yang luar biasa,” ulas Gancar.
Meninjau dari sepak terjang yang dimiliki Taylor Swift, Gancar menilai para swifties tak akan segan-segan membuang duitnya demi menengok idola mereka. Sehingga, penting bagi
tim manajemen Taylor Swift dapat memberikan kepastian waktu untuk pelaksanaan konser. Gancar juga menyarankan bahwa pihak manajemen juga harus mampu menyuguhkan hal unik dalam perfoma Taylor Swift, serta penyediaan atribut fandom bagi para fansnya.
“Mungkin bisa ditambahkan adanya cinderamata khusus dan special bagi para penonton konser langsung. Hal tersebut untuk memunculkan adanya FOMO (Fear of Missing Out) dari para penggemar, yang menjadikan mereka merasa rugi apabila tidak hadir secara langsung di konser,” tutup Gancar. (yul)