JAKARTA, Beritalima.com– Pengamat politik sekaligus peneliti senior Lembaga Peneliti Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Prof Dr Siti Zuhro mempertanyakan tugas dan fungsi MPR RI sebagai lembaga tinggi negara setelah empat kali amandemen UUD 1945 pada awal masa reformasi.
“Saya lebih bertanya, apa sih tugas pokok dan fungsi dari MPR RI?” tanya Siti Zuhro dalam Diskusi Empat Pilar MPR bertema ‘Konsolidasi Parpol di Parlemen Pasca-Pemilu 2019’ di Press Room DPR RI Gedung Nusantara III Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (17/6).
Selain fungsionaris Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) itu, juga tampil sebagai pembicara anggota Fraksi Partai Golkar MPR RI, Firman Soebagyo dan Jazuli Juwaeni dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) MPR RI.
Menurut perempuan yang akrab disapa Wiwiek tersebut, pihaknya telah melakukan penelitian tentang efektivitas sistem perwakilan dengan mengevaluasi secara kritis fungsi dari DPR, MPR dan DPD RI. “Kalau kita coba terapkan satu sistem yang terbaru sejak 1998, sebetulnya MPR itu mau diposisikan apa setelah amandemen konstitusi?”
Sebab, kata Wiwik, kalau dengan menerapkan dua kamar, yaitu hanya antara DPR dan DPD saja. Kalau dengan sistem tiga kamar, yaitu ditambah MPR. “Kita mau dua kamar, DPR dan DPD RI. Atau malah tiga kamar dengan posisi MPR seperti ini. MPR ini secara tidak langsung mengalami kelumpuhan secara seksama,” ujar Wiwiek.
Jika MPR masih mau berperan penting, khususnya dalam konteks untuk mengantisipasi dan menetapkan presiden dan wakil presiden kalau ada halangan halangan tadi antara lain, menurut Wiwik tidak perlu lembaga permanen.
“Secara umum itu adhoc dan tidak harus permanen seperti itu. Nah ini yang belum selesai di negara kita untuk berpikir tentang bagaimana mengefektifkan sistem perwakilan kita, kapan MPR bekerja, kapan MPR mungkin tidak bekerja,” kata Wiwiek.
Meski tidak dengan tugas dan fungsi yang dilumpuhkan tersebut kata Wiwik, MPR masih menjadi rebutan partai politik. “Memang ini menjadi wilayah rebutan, karena bagaimanapun juga partai politik itu memang tugasnya merebut kekuasaan. Tetapi selain merebut kekuasaan harus punya empati tinggi terhadap bagaimana memajukan negara bangsa.”
Firman dan Jazuli dalam diskusi itu lebih banyak berbicara mengenai perebutan kursi Pimpinan MPR 2019-2024 oleh partai politik yang lolos ke Senayan hasil Pemilu 2019. Karena, kata Firman, dalam UU MD3, pemilihan pimpinan MPR dilakukan secara paket. Berbeda dengan Pimpinan DPR yang menggunakan sistem proporsional.
“Ini yang menarik. Akan terjadi pergeseran dinamika berkembang di di dalam memilih pimpinan DPR yang kemarin itu hampir 6 bulan kita nyaris tidak bekerja karena tarik menarik kepentingan disitu dan nanti akan bergeser ke MPR,” demikian Firman Subagyo. (akhir)