Oleh :
Marsudi Wahyu Kisworo
Guru Besar Ilmu Komputer, Alumni Fakultas Teknik Elektro, Jurusan Ilmu Komputer ITB tahun 1978.
Beritalima.com | Sesuai dengan sistem perundang-undangan Pemilu di Indonesia, satu-satunya hasil penghitungan suara yang sah secara hukum adalah hasil penghitungan suara berjenjang yang dilakukan secara manual, mulai dari tingkat TPS sampai pleno KPU Pusat, sedangkan Situng hanya untuk mengonfirmasi hasil perhitungan suara manual berjenjang tersebut, dan sebagai alat kontrol publik agar hasil penghitungan suara manual berjenjang menjadi transparan dan dapat di akses oleh siapapun.
Mekanisme ini masih sama dengan yang ada pada Grand Design Sistem IT Pemilu tahun 2004, dimana saya pernah menjadi anggota tim yang mendisain Sistem IT KPU tersebut.
Artinya, apabila dalam menginput data form C1 yang telah dipindai pada Situng terdapat salah entri, salah algoritma, perangkatnya rusak, diretas, diacak-acak, disedot datanya, dimanipulasi atau apapun namanya, hasil Situng ini tidak akan memiliki pengaruh apa-apa terhadap hasil akhir penghitungan suara. Tidak ada gunanya jika ingin memanipulasi hasil Pemilu melalui Situng, kalau memang mau memanipulasi ya lakukan di penghitungan suara manual berjenjang, bukan di Situng.
Dalam grand design IT KPU, Situng juga dirancang sebagai salah satu mekanisme transparansi penghitungan suara dan sebagai alat kontrol dari masyarakat jika terjadi manipulasi suara dan kecurangan. Dengan demikian Situng bukanlah hal yang sepele, tetapi alat penting untuk mengonfirmasi perhitungan suara manual berjenjang, untuk itu Situng jangan disalahgunakan agar seolah-olah dapat menentukan hasil akhir penghitungan suara.
Dengan ditampillkannya hasil scan form C1 di Situng, maka masyarakat dapat berpartisipasi untuk memonitor hasil penghitungan suara di tingkat TPS. Jika terjadi manipulasi di tingkat ini, maka formulir C1 yang sudah dipindai dan diunggah di Situng bisa digunakan sebagai referensi.
Jadi kalau ditemukan penyimpangan seperti ini, maka segera dilakukan koreksi terhadap perhitungan di tingkat TPS tersebut. Nah ketika kemudian perhitungan suara naik ke jenjang berikutnya yaitu di Kecamatan, maka hal yang sama dilakukan koreksi di jenjang tersebut.
Jadi mestinya kalau perhitungan suara sudah sampai ke sebuah jenjang, maka perhitungan suara di jenjang bawahnya sudah valid dan sah karena disaksikan oleh para saksi peserta Pemilu dan juga oleh masyarakat.
Sekarang soal aplikasi Situng itu sendiri. Dalam grand design, Situng yang tampil adalah hasil virtualisasi dari salah satu server di KPU. Karena merupakan virtualisasi maka Situng dibuat terbuka, siapapun bisa dan diberikan kemudahan untuk mengakses.
Namun hal ini punya dampak sampingan yang buruk, yaitu Situng dengan mudah dapat diretas, bahkan oleh anak-anak SMA. Hal ini tidak terlalu menjadi masalah, karena sebagai virtualisasi dari server, pihak KPU dapat dengan mudah mengembalikan ke status sebelum diretas, karena server yang sesungguhnya tidak tersambung ke Internet.
Karena Situng KPU merupakan sistem terbuka, maka siapa saja dapat mengambil data yang ada di Situng.
Beberapa hari yang lalu ada seorang profesor yang mengaku pakar IT, dimana latarbelakangnya saya tahu persis, membuat program saja tidak bisa, dengan bangga mengirimkan file Excel hasil download database Situng kepada saya, saya jawab “kalau hanya download data seperti itu, mahasiswa informatika semester awal pun bisa melakukannya”. Karena salah satu pelajaran dalam data analytics adalah bagaimana mengunduh data server kedalam file Excel.
Lalu bagaimana dengan “pakar” IT lulusan Teknik Elektro ITB bernama Hairul Anas Suaidi yang baru baru ini presentasi di Hotel Sahid, dengan Robot Ikhlas hasil karyanya yang katanya dapat memantau Situng KPU?
Terus terang saja, hasil karya Hairul Anas Suaidi itu biasa saja dan cenderung menyesatkan publik.
Seperti saya jelaskan sebelumnya bahwa Situng KPU adalah sistem terbuka. Jadi mau diunduh per-hari, per-jam, per-menit, per-detik, atau real time, ya mudah saja karena oleh KPU memang dibuat sedemikian transparan seperti itu. Bahkan mahasiswa yang semesternya agak tinggi sedikit bisa membuat salinan (mirroring) dari database Situng dengan mudah.
Robot yang katanya dapat memantau Situng KPU bukanlah sebuah karya yang fenomenal bagi masyarakat IT. Tidak perlu menjadi seorang pakar untuk membuat aplikasi seperti itu.
Mungkin ada yang menyanggah bahwa Robot Ikhlas bukan hanya melakukan mirroring saja, tetapi dapat menemukan ribuan kecurangan dari Situng.
Sekali lagi, mau ribuan, jutaan, milyaran, triliunan kesalahan atau apapun namanya di Situng, atau seandainya Situng dihancurkan sekalipun, tidak ada pengaruhnya terhadap penghitungan suara manual berjenjang.
Kalau begitu apakah sebaiknya Situng dihentikan saja? Menghentikan Situng berarti menutup akses partisipasi dan kontrol publik terhadap penghitungan suara manual berjenjang.
Karena itu menurut saya biarkan saja Situng berjalan seperti sekarang, tidak usah diributkan apalagi oleh pakar IT abal-abal, karena jika pakar yang benar-benar pakar, dengan penelitian dan karya-karya yang mendunia, pasti tahu bahwa Situng KPU tidak digunakan sebagai alat penghitungan suara yang sah, tetapi hanya alat kontrol saja, yang sah adalah sistem penghitungan suara manual berjenjang.
Jadi kalau mau memantau apakah dalam penghitungan suara terdapat kecurangan atau tidak, awasilah penghitungan suara manual berjenjang, bukan mengawasi Situng.