Jakarta, beritalima.com| – Sekolah Kaderisasi Untuk Aktivis Demokrasi (SKUAD) Indonesian Democracy Monitor (INDEMO) desak aparat penegak hukum untuk menuntaskan kasus terror (seperti kepada Media Tempo belakangan ini) untuk diusut tuntas.
Salah satu wartawan Tempo, khususnya Francisca Christy Rosana (Cica), menjadi korban teror berupa pengiriman paket berisi kepala babi dan enam tikus tanpa kepala. Perwakilan SKUAD INDEMO mengunjungi kantor redaksi Tempo di Palmerah untuk menyampaikan dukungan dan simpati beberapa hari lalu.
Kunjungannya ini disambut hangat jajaran Tempo, seperti Bagja Hidayat (Wakil Pemimpin Redaksi), Stefanus Pramono, Husein Abri Yusuf Muda Dorongan, Egi Adyatama, dan Francisca Christy Rosana selaku Jurnalis dan Host Podcast Bocor Alus.
Tim SKUAD Indemo yang hadir terdiri dari Swary Utami Dewi, Desyana, dan para Aktivis Muda dari SKUAD Indemo. “Kunjungan ini bukan hanya sekadar ungkapan simpati, tetapi juga bentuk solidaritas nyata terhadap Cica dan perjuangannya. Tindakan teror ini tidak dapat dibiarkan, dan kami mendesak aparat penegak hukum untuk segera mengusut tuntas kasus ini dan memberikan keadilan bagi korban,” kata Swary Utami Dewi.
Senada dengan Swary Utami Dewi, Desyana menyampaikan pandangannya dari perspektif perempuan. “Sebagai perempuan, kami merasa sangat prihatin dengan tindakan biadab ini. Ini merupakan bentuk kekerasan terhadap perempuan yang harus dilawan bersama. Kami berharap kasus ini dapat menjadi momentum untuk meningkatkan kesadaran dan perlindungan terhadap perempuan dari segala bentuk kekerasan,” terang Desyana.
SKUAD Indemo menekankan pentingnya dukungan dan solidaritas bagi korban kekerasan berbasis gender. Mereka menganggap insiden ini sebagai bentuk kekerasan terhadap perempuan yang serius dan mendesak untuk dilaporkan kepada Komnas Perempuan. Dengan kunjungan ini, SKUAD Indemo berharap dapat memberikan semangat dan kekuatan kepada Cica untuk menjalani proses hukum dan pemulihan.
Wapemred) Tempo Bagja Hidayat menekankan, “pelaku peneroran ini bukanlah orang sembarangan. Sangat mungkin mereka memiliki pemahaman mendalam tentang simbolisme serta melakukan riset sebelum bertindak.”
Teror terhadap Tempo memicu reaksi luas dari berbagai kalangan, termasuk aktivis, jurnalis, penggiat seni dan penggiat demokrasi yang mengecam tindakan tersebut sebagai ancaman nyata terhadap kebebasan pers di Indonesia. Bahkan Bagja lebih luas menggarisbawahi, pola teror ini bukan sekadar ancaman terhadap media, tapi juga bagian dari dinamika sosial-politik yang lebih luas.
Sementara Jurnalis Tempo, Francisca Christy Rosana atau Cica, menyoroti indikasi penyensoran terhadap beberapa kata kunci dalam rilis pers belakangan ini. Ia menegaskan pembatasan informasi seperti ini menjadi alarm bagi kebebasan pers di Indonesia.
Cica turut mengungkapkan keprihatinannya terhadap kasus lain terjadi dalam waktu berdekatan. Ia menyebut seorang jurnalis perempuan bernama Juwita (23) meninggal dengan cara yang janggal di Kalimantan Selatan.
“Dia menulis tentang skandal Perusahaan tertentu di Kalimantan, lalu tiba-tiba meninggal. Kasus ini sedang diusut, tapi kita tahu betul, ini bukan kejadian biasa. Ini harus menjadi perhatian bersama,” ungkapnya.
Jurnalis: Rendy/Abri







