JAKARTA, Beritalima.com– Anggota Komisi IV DPR RI, drh Slamet mempertanyakan jebakan besar dana bantuan konservasi dan perubahan iklim pada pembahasan revisi UU No: 5/1990 tentang Konversasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekososistem disahkan Presiden Soeharto dan diundangkan Mensesneg Moerdiono, 10 Agustus 1990 mengingatkan semua pihak yang terlibat pada pembahasan revisi akan kemungkinan adanya ‘Grant Trap’.
Wakil rakyat Dapil IV Provinsi Jawa Barat melalui Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI ini melalui fraksi dia di Parlemen mencatat, Indonesia mendapat komitmen/janji dari negara-negara maju akan mendapatkan dana kerjasama luar negeri hingga mencapai USD 1.1 miliar.
Walau realisasinya masih jauh dari harapan tetapi pada beberapa program pembangunan kehutanan komitmen itu telah di tunjukkan. “Fraksi PKS telah menghitung pada Tahun Anggaran 2021 terdapat anggaran sekitar Rp 297.294.832.000 pada Dana Bantuan Konservasi dan Perubahan Iklim. Anggran ini sangat besar, karena itu perlu diwaspadai adanya jebakan besar dana hibah ini,” kata Slamet.
Legislator asal Sukabumi ini dalam keterangan pers yang diterima awak media meminta semua pihak agar memperjelas tawaran anggaran yang hampir mencapai Rp 300 miliar itu merupakan hibah (Grant) atau pinjaman (debt).
Karena pengalaman-pengalaman terdahulu, total hibah yang diberikan sangat kecil, hanya 7-11 persen dari total janji (pledge). “Kami dari Fraksi PKS mempertegas agar Pemerintah untuk menerima kerjasama luar negeri dalam bentuk hibah, bukan pinjaman pada Dana Bantuan Konservasi dan Perubahan Iklim,” tegas Slamet.
Sebagai negara mega biodiversity dan paru-paru dunia, kata Slamet, Indonesia merupakan negara tujuan bagi negara-negara di dunia untuk dapat menunjukkan perannya dalam Perubahan Iklim serta Konservasi Sumber Daya Alam. Peran Indonesia sangat strategis, menjaga bumi agar tetap lestari dan berkelanjutan sehingga kontribusi negara-negara lain di dunia mesti dilakukan karena begitu besarnya manfaat negeri ini memberikan oksigen di bumi.
Untuk itu, tambah Slamet, Fraksi PKS tidak mengharapkan misi hibah yang diberikan berujung pada rekomendasi kebijakan yang pada akhirnya akan merugikan Indonesia sebagai sebuah bangsa karena khawatir studi-studi kelayakan, studi pembangunan dibiayai mitra yang pada akhirnya, data yang tersedia digunakan untuk menyudutkan pemerintahan Indonesia. “Fraksi PKS meminta KLHK untuk selektif dan dengan prinsip kehati-hatian dalam melakukan sharing data dan informasi,” ucap Slamet.
Lebih lanjut, Fungsionaris DPP PKS ini memperingatkan, dana hibah luar negeri harus di kelola secara transparan dan akuntabel. “PKS mendorong Pemerintah untuk mencatat dan memantau dana-dana hibah luar negari yang diperuntukkan bagi Lembaga Swadaya Masyarakat. Kita perlu hati-hati akan adanya kepentingan lain yang dapat merugikan bangsa Indonesia,” demikian drh Slamet. (akhir)