JAKARTA, Beritalima.com– Sektor perikanan Indonesia belum mampu berkontribusi secara maksimal terhadap perekonomian nasional. Padahal sektor ini memiliki peran penting dalam pembangunan seperti dalam penyediaan bahan pangan, kesempatan kerja, rekreasi, perdagangan dan ekonomi tak hanya buat masyarakat sekitar lingkungan sumber daya tapi juga meliputi suatu kawasan atau komunitas tertentu.
Hal tersebut dikatakan anggota Komisi IV DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), drh Slamet di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (27/1) menyoroti sektor perikanan Indonesia yang dinilai belum maksimal berkontribusi terhadap perekonomian nasional.
Menurut Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) 2014, sektor perikanan merupakan salah satu sektor andalan di Indonesia yang seharusnya mampu memberikan dampak ekonomi buat kesejahteraan masyarakat Indonesia. Sektor perikanan juga memberikan dampak penting bagi hajat hidup masyarakat dan punya potensi sebagai penggerak utama (prime mover) ekonomi nasional.
Dikatakan Slamet, penjelasan di atas setidaknya didasari pada empat kenyataan. Pertama, Indonesia memiliki sumber daya perikanan besar, baik secara kuantitas maupun diversitas. Kedua, industri di sektor perikanan memiliki keterkaitan dengan sektor-sektor lainnya.
Ketiga, industri perikanan berbasis sumber daya nasional atau dikenal dengan istilah national resources based industries, dan terakhir Indonesia memiliki keunggulan (comparative advantage) yang tinggi di sektor perikanan sebagaimana dicerminkan dari potensi sumber daya yang dimiliki.
“Namun meskipun sektor perikanan memiliki potensi yang begitu besar seperti yang telah diuraikan di atas, kenyataannya kontribusi sektor ini terhadap perekonomian nasional masih sangat kecil, begitupun juga dengan kondisi nelayan Indonesia yang masih hidup dibawah garis kemiskinan,” kata Slamet.
Wakil rakyat dari Dapil IV Provinsi Jawa Barat tersebut menuturkan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tengah memasuki masa peralihan kepemimpinan yang seharusnya menjadi momentum perbaikan untuk memenuhi target-target yang sudah dicanangkan sebelumnya.
Karena itu, Fraksi PKS DPR RI sebagai bentuk tanggung jawab konstitusional yang dimiliki oleh DPR meminta penjelasan terkait penyerapan anggaran Kementerian Kelautan dan Perikanan 2020.
Secara umum pihaknya mengapresiasi serapan anggaran KKP yang mencapai 91,27 persen atau sekitar Rp 4,8 triliun dari pagu Rp 5,2 triliun yang ditetapkan 2020. Namun, ada catatan khusus untuk Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap dan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya yang serapan anggarannya di bawah 90 persen tepatnya 85,51 persen untuk Perikanan Tangkap dan hanya 80,21 persen untuk Perikanan Budidaya.
“Tentu saja rendahnya serapan ini sangat mengecewakan, sebab kedua sub sektor tersebut adalah andalan dari KKP yang program-programnya dinantikan oleh masyarakat,” tegas Slamet.
Fraksi PKS juga memberikan catatan khusus kepada Ditjen Perikanan Budidaya (Ditjen PB) yang dianggap sudah gagal dalam mengelola program. Sebagai informasi, saat refokusing anggaran KKP 2020, awalnya Ditjen Perikanan Budidaya hanya mendapatkan pagu sekitar Rp 739 miliar. Namun, setelah refokusing, Ditjen PB mendapatkan tambahan anggaran sehingga pagunya naik signifikan menjadi Rp 1,018 triliun.
Slamet mengatakan, pihaknya sangat menyangkan terkait rendahnya serapan anggaran Ditjen PB 2020. Padahal perikanan budidaya saat ini sudah menjadi tulang punggung perikanan nasional. Karena itu, Slamet mendesak Menteri KKP agar mengevaluasi kinerja Ditjen PB.
Slamet membandingkan beberapa program perencanaan Ditjen PB 2020 (data sebelum refokusing anggaran KKP) dengan realisasinya: a. Mina padi dengan perencanaan 200 paket realisasi 100 paket (hanya 50 persen), b. Percontohan budidaya ikan hias dari perencanaan 100 paket, realisasi hanya 50 paket (50 persen).
“Bantuan Calon induk ikan dengan target 216,7 juta ekor, realisasi 172,25 juta ekor (hanya 79,5 persen), d. Bantuan bibit rumput laut 200 ton, realisasi 167 ton (hanya 80 persen), dan e. Klaster percontohan pengelolaan kawasan budidaya berkelanjutan 15 paket, realisasi hanya 8 paket (hanya 53,3 persen),” papar Slamet.
Slamet juga mempertanyakan target dan capaian program Ditjen Perikanan Tangkap tahun 2020. Sebab, dari perbandingan data target dan realisasi, ada sejumlah temuan. Antara lain, dari data realisasi anggaran tahun 2020, Ditjen Perikanan Tangkap tidak ada data realisasi pengadaan kapal perikanan ukuran 5 GT.
Padahal di perencanaan (data sebelum refokusing anggaran) tertera pengadaan kapal 5 GT 30 unit. “Apakah memang pengadaannya dibatalkan atau programnya tidak terlaksana? Kemudian sertifikasi awak kapal perikanan, penerapan perjanjian kerja laut, rehabilitasi pelabuhan perikanan UPT pusat dan Pelabuhan Perikanan perintis juga tidak ada pada data realisasi 2020. Apakah program itu sudah dihilangkan dari kegiatan
2020 ataukah memang belum terlaksana?
“Termasuk beberapa program yang tidak disebutkan dalam perencanaan namun muncul saat realisasi, seperti pengadaan mesin kapal 34 unit, chest freezer 500 unit (pengadaannya yang sama juga dilakukan oleh Ditjen PDS), pengadaan mobil roda tiga 370 unit. Kenapa bisa terjadi seperti ini?,” demikian drh Slamet. (akhir)