JAKARTA, Beritalima.com– Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane minta oknum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) and the Gang jangan terus menerus menebar fitnah untuk mengkriminalisasi 20 calon pimpinan (capim) KPK yang sudah diloloskan Panitia Seleksi (Pansel) KPK.
“Jika mereka memang punya data konkrit tentang keberengsekan capim KPK, buka saja ke publik dan jangan membuat gaduh dan “perang segitiga” antara KPK-Pansel-Capim,” kata Neta.
IPW, kata Neta, mendukung penuh jika oknum KPK and the Gang membuka data data para capim yang lolos itu bermasalah. Sebab oknum KPK and the Gang selalu menyebutkan, 20 nama yang lolos profile assessment, masih ada yang tidak patuh dalam pelaporan LHKPN, dugaan penerimaan gratifikasi, dugaan perbuatan lain yang pernah menghambat kerja KPK, dugaan pelanggaran etik saat bekerja di KPK.
Karena itu, IPW berharap, mereka menyebutkan secara jelas, kapan sidang etik itu berlangsung dan apa isi apa keputusannya. Sebab dari penelusuran IPW, pelanggaran etik yang dituduhkan itu hanya ‘katanya, katanya tanpa dasar dan tidak ada proses hukumnya”.
Jika hanya isu yang ditebar, lanjut Neta, itu sama artinya oknum KPK and the Gang sama saja hanya menyebar fitnah untuk mengkriminalisasi capim KPK. “Sebaliknya, jika memang ada datanya, dibuka saja dan capim bermasalah itu didorong untuk diproses hukum ke pengadilan. Jangan karena takut kepentingan kelompoknya bakal terganggu, oknum KPK and the Gang itu bermanuver menyebar fitnah dan melakukan kriminalisasi lewat opini publik.”
IPW mengapresiasi hasil kerja Pansel KPK dan mendukung penuh langkah Pansel KPK yang sudah mencoret dua petahana dalam proses seleksi capim KPK dan diharapkan dalam proses seleksi selanjutnya petahana yang masih ikutan juga harus dicoret.
Ada empat alasan kenapa petahana KPK harus dicoret. Pertama, jangan jadikan tradisi petahana bisa dua periode. Kedua, petahana selama ini tidak bisa menjaga soliditas KPK hingga terbelah menjadi ‘polisi India dan polisi Taliban’.
Ketiga, petahana tidak mampu mewujudkan status audit keuangan KPK menjadi WTP, tapi hanya sebatas WDP. Status WDP bagi sebuah lembaga antirasua adalah posisi yang sangat memalukan, karena menunjukkan lembaga antirasua itu tdk tertib keuangan atau anggaran dan berpotensi terjadi korupsi di KPK.
Keempat, kesemrawutan yang terjadi di KPK adalah wujud ketidakmampuan dan kegagalan petahana. Jika sudah demikian untuk apa petahana dipertahankan lagi oleh Pansel KPK.
Hasil kerja keras pansel dalam melahirkan 20 dari 40 capim KPK patut dihargai. Memang kerja keras pansel ini belum final. Masih ada satu tahap lagi, yakni seleksi tahap wawancara, yang akan memilih 10 dari 20 capim.
Dengan terpilihnya 20 orang ini, capim makin mengkristal menuju proses pemilihan figur figur yg profesional untuk menjadi pimpinan KPK ke depan. Dari keterpilihan 20 figur capim ini makin terlihat bahwa akan masuk empat figur polisi dalam 10 besar, untuk kemudian akan dipilih presiden 5 figur yang dua di antaranya nantinya adalah polisi.
Hadirnya dua figur polisi di jajaran pimpinan kpk saat ini sangat diperlukan untuk menata dan menertibkan kekacauan di KPK serta menyatukan kembali KPK yg terbelah dua antara ‘polisi India dan polisi Taliban’. Dengan solidnya KPK diharapkan fungsi-fungsi strategis KPK, seperti fungsi supervisi bisa berjalan maksimal.
Dengan berjalannya fungsi-fungsi strategis ini, KPK tidak hanya berperan sebagai pemadam kebakaran dlm pemberantasan korupsi di negeri ini. Tapi benar benar bisa menjadi lembaga yang mencegah mewabahnya korupsi di negeri ini.
Pansel sepertinya berusaha melahirkan pimpinan yg bisa membawa paradigma baru bagi KPK, khususnya dlm pemberantasan dan mencegah mewabahnya korupsi di negeri ini. Tapi rupanya ada oknum KPK and the Gang yang tidak suka karena khawatir kepentingan kelompoknya terganggu.
Sebab, mereka seakan ingin membuat ‘kerjaan sendiri’ di KPK sehingga semua hasil kerja Pansel KPK mereka cerca, seolah mereka paling benar sendiri. Sikap oknum KPK and the Gang ini harus dilawan semua pihak. (akhir)