Soal GBHN, Syaifullah Tamliha: Sulit Lakukan Amandemen UUD 1845

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Wakil Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) MPR RI, Syaifullah Tamliha

mengatakan, terlalu sulit untuk mengamandemen UUD 1945 untuk jabatan presiden yang diwacanakan dan menjadi pembicaraan beberapa pihak belakangan ini.

“Jangankan melakukan amandemen terhadap jabatan presiden, menghidupkan kembali Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) sulitnya setengah mati. Bahkan sampai detik-detik terakhir MPR RI periode lalu, tidak ada kesepakatan untuk itu,” ungkap Syaifullah dalam diskusi Empat Pilar MPR di Press Room Gedung Nusantara III Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (2/12).

Kala itu, lanjut anggota Komisi I DPR RI tersebut, untuk menghidupkan kembali GBHN hanya tujuh fraksi yang sepakat. Tiga fraksi tidak setuju GBHN kembali dihidupkan sehingga sampai berakhirnya masa tugas MPR RI periode lalu, lembaga negara ini hanya bisa memberikan rekomendasiuntuk MPR RI periode berikutnya.

Wakil rakyat dari Provinsi Kalimantan Selatan ini tidak menyebutkan tiga fraksi yang menolak menghidupkan kembali GBHN. Tanpa menyebutkan ketiga fraksi yang tidak menghendaki dihidupkannya kembali GBHN, mereka malah berpendapat bahwa perencanaan pembangunan nasional cukupo diatur melalui undang-undang.

Walau tujuh fraksi menyatakan setuju dihadirkan kembali GBHN tetapi pembahasan terhadap itu tidak bisa dilanjutkan karena lembaga MPR RI berusaha menghidarinya voting dalam pengambilan keputusan. Ada kesepakatan di MPR bahwa keputusan diambil melalui jalan musyawarah mufakatr. Ini berbeda dengan di DPR RI.

Dikatakan Syaifullah, satu dari tujuh fraksi yang sepakat dihidupkannya kembali GBHN adalah kelompok DPD RI. Kelompok DPD RI memang menghendaki dilakukan amandemen untuk menghidupkan kembali GBHN. “DPD RI dalam hal ini memang punya kepentingan,” kata dia.

Kalau menuruti tiga fraksi yang tidak menginginkan amandemen, konsekuensinya DPD tidak ikut dalam pembahasan semacam haluan negara itu karena yang membuat undang-undang adalah kewenangan DPR RI bersama dengan pemerintah. “Selama ini dalam pembuatan UU, DPD RI itu kan hanya sebatas memberi saran,” jelas Syaifullah.

Jadi, menurut saya, amandemen tersebut terlalu sulit untuk dilakukan, apalagi menyangkut masalah lain seperti jabatan presiden. “Maaf, kami ini kan mantan aktivis ’98. Mereka kan menghendaki tidak ada kekuasaan yang berlebihan, terlalu lama. Kami konsisten dengan apa yang kami perjuangkan dulu,” demikian Syaifullah Tamliha. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *