Serdang Bedagai.
Beritalima-Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kab Serdang Bedagai, Sumatera Utara, menekankan bahwa penegakan hukum jangan tebang pilih dalam melakukan proses hukum, seperti kasus Ketua PKK dan BPD yang melakukan Bimtek ke Bandung dengan kasus monografi (peta desa-red) yang dipaksakan dan dibandrol Rp 15 juta/ desa oleh oknum BPMPD Kab Serdang Bedagai.
Hal ini dikatakan anggota DPRD Kab Serdang Bedagai, Komisi A, Nur Alamsyah, kepada awak media melalui telepon selulernya, Kamis (25/8) mengatakan, penegak hukum itu jangan tebang pilih, artinya kita melihat dari kasus pemanggilan dan dimintai keterangan terhadap Ketua PKK dan BPD yang melakukan Bimtek ke Universitas UNJANI di Bandung, nah, kata Nur Alamsyah, pemanggilan oleh Kejaksaan, dasarnya pemanggilan itu diduga mark-up, sedangkan penggunaan anggaran itu tahun 2016, anggaran itu sedang berjalan dan belum dilakukan pemeriksaan internal (Inspektorat) jadi kan, belum ditemukan kebocoran anggaran negara, artinya kerugian negara disitu belum ditemukan, ungkap Ucok, sapaan Nur Alamsyah.
Kita lihat tentang kasus monografi atau peta desa, kata Ucok, pembuatan monografi ini tahun 2015 dan sudah tentu dilakukan pemeriksaan internal (Inspektorat) dan kalau disitu tidak ada ditemukan kerugian negara, namun teman-teman media mendapatkan data atau temuan bahwa proyek monografi dipaksakan di bandrol 15 juta dan tidak semua desa menerimanya dengan menggunakan Alokasi Dana Desa (ADD)APBD atau Dana Desa (DD) APBN dan tidak semua desa melakukan itu, apalagi dipaksakan, inilah menjadi temuan, sehingga dibandingkan dengan kasus Ketua PKK, BPD yang anggaran masih berjalan, inilah kita herankan, mengapa penegak hukum itu pilih kasih, mungkin ada indikasi kepentingan atau titipan dari oknum-oknum lain, jadi penegak hukum Polisi atau Jaksa jangan tebang pilih, kata Nur Alamsyah.
Disamping itu kita akan melindungi dan mengawasi Kepala desa dan aparatnya, karena kita akan terus mengawasinya, kita tidak mau kepala desa itu diobok-obok, oknum-oknum yang hanya mencari kepentingan, kita tahu masih banyak Kepala desa yang memiliki Sumber Daya Manusianya (SDM) yang tidak semuanya sama, artinya tamatanya hanya SMP dan begitu pula dengan usianya, semakin usianya tua, semakin lemah pula pemikirannya, jadi kita sebagai anggota DPRD tetap akan terus mengawasi mereka, tapi kalaulah kita belajar dari kasus dari Ibu-ibu PKK dan BPD dengan kasus monografi, ini ada apa, Ibu PKK dan BPD melakukan Bimtek ke Bandung, anggaran masih berjalan dan sudah diduga melakukan mark-up, tetapi kasus monografi atau pembuatan peta desa dilakukan tahun 2015 dan ini sudah tentu diaudit oleh penegak hukum internal, kenapa tidak dilakukan pemanggilan atau pemeriksaan oleh Jaksa.
Jangan nantinya tidak ada laporan dari masyarakat atau lainnya, hanya informasi dari media, belum ada yang membuat laporan, jadi kalau pemanggilan Ketua PKK dan BPD apa ada laporan dari masyarakat atau yang lainnya dan apa sudah ditemukan mengarah ke korupsi, sedangkan anggaran itu tahun 2016 artinya anggaran itu masih berjalan dan SPJ saja belum ada akhir dari penggunaan anggaran, kok sudah dibilang mark-up dan belum juga diperiksa oleh Inspektorat, tetapi kalau kasus monografi, inikan sudah jelas, karena Dana Desa atau Alokasi Dana Desa tahun 2016 sudah berjalan dan seluruh Kepala desa sudah menerima anggaran itu dan sudah melakukan berbagai kegiatan, kenapa kasus monografi tidak dilakukan pemeriksaan atau dipanggil oknum yang melakukan proyek itu, jangan nanti katanya tidak ada laporan, hanya dengar atau membaca dari media, kalau tidak ada laporan dari masyarakat, kadang dari media juga mereka memanggil dan menggunakan media juga mereka perlukan, ungkap Ucok.
Selanjutnya di hubungi Beritalima, melalui telepon selulernya melalui sms Kasie Pidsus, Teddy L.Syahputra, Jumat (19/8) lalu mengatakan, dalam kasus ini belum satupun para pelaku yang dipanggil atau dimintai keterangan, karena kasus ini hanya di dapat dari pemberitaan saja dan belum ada laporan yang resmi yang diajukan di Kejaksaan Negeri Serdang Bedagai, sehingga belum satupun pelaku tersebut di panggil, kata Teddy L.Syahputra.
Sehingga Beritalima, Kamis (25/8) melalui SMS ke Kasie Pidsus Teddy L Syahputra, menanyakan sampai dimana kasus proyek monografi, namun tidak ada balasan.
Masih ingat tentang kasus monografi, seperti yang diungkapkan Kepala Desa Serba Jadi, Martua Maringsang, disaat membaca Beritalima, tentang pemberitaan kasus monografi, Kades Maratua, langsung menghardik, ini betul berita ini, memang dipaksakan kami untuk mengambil monografi oleh oknum BPMPD inisial KS, setelah cair dana ADD dan DD, langsung dipotong uang kami sebesar 15 juta, untuk membayar uang monografi itu, ungkap Kades Maratua.
Begitu juga Kepala Desa Paya Pasir, Hatta yang sudah menerima peta monografi sebesar 15 juta, ketika disambangi dikantornya kepada Beritalima, Kades Hatta, mengatakan, laporkan saja sama KPK dan aparat Hukum, kita tidak takut, karena kita tidak berbuat, kita hanya dipaksakan untuk membeli monografi tersebut oleh oknum BPMPD, dan kita mempunyai SPJnya dan kaset rekaman pembelian peta tersebut, kata Hatta.
Sehingga dalam kasus ini kata Nur Alamsyah, pihak penegak hukum jangan tebang pilih dan kita akan mengawasi Kepala desa, BPD dan aparatnya, karena kita sangat perlu mengawasi dan membina mereka, sehingga Kepala desa ketika melakukan kegiatannya dengan menggunakan dana APBD atau APBN bisa terkontrol, sehingga tidak melenceng dengan menggunakan anggaran itu, tegas Ucok.(su/s.i)
Teks Photo:Anggota DPRD Serdang Bedagai, Komis A, Nur Alamsyah, Pihak penegak Hukum jangan pilih kasih terhadap kasus Bimtek dan kasus monografi (peta desa) di Serdang Bedagai.(su/s.i)