Soal Pangan, Viva Yoga: Pemerintah Belum Jalankan Amanat UU

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Carut marut perberasan (pangan) dalam negeri beberapa tahun terakhir akibat pemerintahan yang dipimpin Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak menjalankan amanat UU No: 18/2012 yang mewajibkan pemerintah membentuk badan pangan nasional.

Hal tersebut terungkap dalam Diskusi Empat Pilar MPR yang digelar Biro Humas MPR RI di Press Room DPR Gedung Nusantara III Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (14/9).

Diskusi dengan tema ‘Strategi Mewujudkan Ketahanan Pangan’ tersebut menampilkan Viva Yoga Mauladi, anggota Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) MPR RI dan Dosen Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor (IPB), Prima Gandhi sebagai pembicara.

Dikatakan Viva Yoga Mauladi, Badan Pangan Nasional yang diamanahkan UU No: 18/2012 tersebut langsung berada dibawah kendali presiden. Dan, Badan Pangan Nasional itu memiliki kewenangan membentuk badan usaha dalam penyediaan maupun distribusi pangan.

Menurut politisi senior partai berlambang Matahari Terbit itu, seharusnya Pemerintahan Jokowi sudah membentuk Badan Pangan Nasional ini Oktober 2015. Namun, entah apa alasannya pemerintah, sampai saat ini badan pangan nasional yang dimanahkan itu belum terbentuk.

Dikatakan Wakil Ketua Komisi IV DPR RI yang membidangi Pertanian dan Kehutanan ini, dari segi regulasi untuk mewujudkan ketahanan pangan sebenarnya sudah lengkap.

Namun, persoalan tinggal pada pelaksanaan dari regulasi tersebut dimana peraturan di bawah UU acap kali terjadi kontradiksi (berlawanan-red). Sebagai contoh, kebijakan dari instruksi presiden (inpres) atau peraturan yang dibuat menteri terkait tidak mengambil semangat dari UU yang dibuat DPR bersama dengan pemerintah enam tahun silam.

Kebijakan di bawah UU tersebut, jelas wakil rakyat dari Dapil Provinsi Jawa Timur X itu, sangat memungkinkan terjadinya penyalahgunaan kekuasaan atau dengan kata lain abuse of power.

“Karena ada penyimpangan kekuasaan, yang kemudian dimanfaatkan orang-orang dalam atau sekitar kekuasaan sehingga tumbuh moral hazard dalam kebijakan tersebut,” kata Viva.

Laki-laki kelahiran Lamongan, Jawa Timur, 30 Mei 1968 tersebut memberi contoh soal kebijakan impor beras yang dilakukan pemerintah beberapa tahun belakangan ini.

Dikatakan Viva, Kementerian Pertanian (Kementan) menyebutkan produksi beras surplus. Namun, kenyataannya di lapangan terjadi kenaikan atau gejolak harga kebutuhan pokok ini di pasar.

Akibat gejolak harga itu, lantas untuk menstabilkan harga Kementerian Perdagangan (Kemendag) langsung melakukan impor. Dua kementerian mengajukan kebijakan yang berbeda. “Seharusnya, itu kan tidak perlu terjadi kalau Kementan dan Kemendag bersinergi. Artinya, tidak menonjolkan ego sektoral.”

Kalau badan pangan nasional ini ada dan berjalan seperti apa yang menjadi serta semangat DPR bersama pemerintah ketika membahas UU itu, apa yang ada di lapangan seperti sekarang tidak bakal terjadi.

“Saya sangat optimis tata niaga, mekanisme, prosedur, akan terorganisir dan mengurangi moral hazard serta dapat meningkatkan ketahanan pangan nasional dan kesejahteraan para petani Indonesia,” jelas Viva.

Dari sisi anggaran Kementan saat ini sangat kecil. Rata-rata hanya satu persen dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Dengan anggaran sebesar itu, Viva tidak yakin ketahanan pangan akan terwujud.

Untuk menuju kepada ketahanan, kemandirian serta kedaulatan pangan, Kementan yang bertanggungjawab di bidang pangan hanya mendapat anggaran satu persen dari APBN.

“Apa yang dapat dibuat Kementan dengan anggaran sebesar itu. Artinya, hal yang terkaitan dengan persoalan pangan tidak mendapat perhatian serius dari pemerintah. Seharusnya Kementan mendapat anggaran minimal 10 persen dari APBN untuk bisa mewujudkan ketahanan pangan.”

Prima Gandhi menyebutkan, masyarakat Indonesia belum bisa lepas dari ketergantungan kpada beras sebagai bahan pangan pokok. Padahal rakyat Indonesia memiliki bahan pangan lainnya seperti singkong, jagung, ubi. Namun setelah revolusi hijau, masyarakat tergantung kepada beras.

“Kunci ketahanan pangan adalah gerakan diversifikasi pangan. Diversifikasi pangan belum menjadi perhatian pemerintah. Kementerian Pertanian sampai saat ini masih berbicara soal inovasi dan infrastruktur pertanian saja.”

Karena itu, lanjut Prima, ketahanan pangan di Indonesia bisa tercapai bila ada komplementer bahan makanan pokok. Kalau masih bergantung hanya pada beras, ketahanan pangan sulit tercapai. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *