Soal Penembakan Laskar FPI, Munarman: Di Negara Hukum, Kekuasaan Dibatasi

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Juru bicara Forum Pembela Islam (FPI), Munarman mengatakan, Indonesia adalah negara hukum (The Rulle of Law). Itu artinya, kekuasaan itu dibatasi oleh hukum, kekuasaan itu ada batasan, bukan tidak terbatas.

Hal itu dikatakan Munarman saat menjadi pembicara dalam diskusi daring yang dilakukan Rumah Pejuang Indonesia (RPI) pekan ini dengan tema Extra Judicial Killing Atas Enam Laskar FPI dalam perspektif hukum, HAM dan Demokrasi’.

“Konsep negara hukum yang dianut, Negara wajib mengakui dan menghormati hak hidup warga negara, karena hal ini terkait esensi Hak Asasi Manusia yang diatur dalam Pasal 28 UUD 1945, UU No: 39/1999 tentang HAM, UU No: 26/2000 tentang Peradilan HAM,” jelas Munarman.

Disampaikan, duduk perkara penembakan Laskar FPI di kilometer 30 tol Cikampek, 7 Desember 2020 yang menewaskan enam anggota laskar FPI. Konteksnya harus didudukan secara benar terkait penembakan pada satu sisi dan kepemilikan senjata api disisi lain, harus didudukan secara proporsional, jangan dibolak balik.

Terkait tertembaknya enam laskar FPI, Munarman mengakui, telah bersurat ke beberapa lembaga internasional di beberapa negara yang konsen terhadap Hak Asasi Manusia selain penyelidikan yang dilakukan Komnas HAM.

“Tim advokasi telah bersurat ke beberapa lembaga internasional untuk mengambil alih penyelidikan atas kasus tertembaknya 6 laskar FPI tersebut jika penanganan yang dilakukan tidak tuntas,” jelas Munarman yang juga mantan Ketua YLBHI tersebut.

Dosen Hukum Universitas Nusa Cendana Kupang, Husni Kusuma Dinata yang dihadirkan sebagai penyangga dalam diskusi tersebut menjelaskan, Indonesia adalah Negara Hukum. Hukum Indonesia tidak berada diruang hampa. Namun, hukum diproduk dan dijalankan kekuasaan politik. Hukum itu politik atau hukum itu bahagian lain dari politik. Ini adalah sistem yang disepakati bangsa Indonesia.

Indonesia menganut sistem Eropa Kontinental, bukan Anglo Saxon. Kalau Anglo Saxon, hukum lahir dari masyarakat kemudian diendors atau disahkan berdasarkan putusan Pengadilan atau oleh hakim-hakim, dijalankn secara kebiasaan atau comon law. Sistem anglo saxon selalu mengikuti dinamika perkembangan zaman, tak mengenal kodifikasi hukum seperti sistem eropa kontinental.

Karena Indonesia berada pada sistem Eropa Kontinental, wajah hukum Indonesia sangat tergantung dari siapa yang berkuasa. Kalau kekuasaan itu kalam maka wajah hukum akan kalam. Kalau kekuasaan itu adil dan bijaksana, maka hukum juga akan adil dan bijaksana.

Kalau Kekuasaan itu galak atau kejam, wajah hukum Indonesia juga galak dan kejam. Bisa dilihat secara periodik sejak era Bung Karno, Soeharto, Megawati, SBY, Jokowi. “Ya, inilah kesepakatan kita bangsa Indonesia,” kata Husni.

Dalam sistem Eropa Kontinental, ada prinsip ‘Rule of Law’ yang didalamnya menyebut ciri-ciri: pertama, Supremacy of Law, dominasi hukum meniadakan kesewenang-wenangan pemerintah. Tindakan yang dilakukan harus berdasar hukum, tidak sewenang-wenang atau berada diluar hukum.

Kedua, Equality Before the Law, persamaan didepan hukum, tak ada orang yang berada diatas hukum atau tidak ada yang menganggap dirinya lebih besar dari hukum. Siapa yang bersalah diadili menurut hukum tanpa melihat status seseorang.

Ketiga, Due Prosess of Law, terjaminnya Hak Asasi Manusia oleh konstitusi yang merupakan hasil dari the ordinary law of land. Berangkat dari prinsip rule of law menurut Husni maka kasus Extra Judicial Killing atau pembunuhan diluar hukum atau diluar proses peradilan seperti enam warga sipil laskar FPI, pembunuhan pendeta Yeremias di Papua, pembunuhan Qodim di Palu pengusutan secara tuntas berdasar UU Pengadilan HAM, UU Komnas HAM.

Extra Judicial Killing hanya menambah potret buruk hukum Indonesia. Karena itu, dalam pembangunan hukum nasional, Husni merekomendasikan pembangunan hukum perlu berwawasan HAM untuk mencegah pelanggaran HAM dan pembunuhan warga sipil tidak bersenjata dengan semena-mena.

Pembunuhan enam laskar FPI menjadi catatan sejarah bangsa Indonesia yang kelam. Yang dilihat Hak Asasinya. Bukan karena FPI, bukan karena ia memakai baju warna apa tapi karena manusianya yang hak hidupnya dijamin negara dalam konstitusi.

Pembangunan hukum perlu berwawasan NKRI dengan memproteksi gerakan separatis yg meluas seperti Organisasi Papua Merdeka (OPM) di Papua dan lain-lain. “Pembangunan hukum perlu berwawasan negara sejahtera (welfare state); distribusi kekayaan nègara secara adil dan bijaksana untuk kesejahteraan rakyat,” jelas Husni.

Politisi senior Dr Marwan Batubara menjelaskan pengalaman beberapa kasus yang menjadi tranding topik dalam hidup bernegara. Marwan menyinggung meninggalnya 600 petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) pada pemilihan Pilpres 2019.

Sebab itu, mantan anggota DPD RI dari Dapil Provinsi DKI Jakarta tersebut berharap presiden dapat membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) untuk mengusut kasus ini dan berharap Komnas HAM bisa nembuka kasus pembunuhan enam laskar FPI ini secara transparan. (akhir)

 

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait