Setelah riuh rendah itu. Melalui jarak waktu, akan datang jua pertanyaan itu: Apa yang sesungguhnya telah disumbangkan, diwariskan, diperkaya oleh Tuan atau Puan X?
Tuan dan Puan X bisa siapa saja. Ia bisa pemimpin politik, pengusaha, tokoh agama, tokoh masyarakat hingga penulis.
Tulisan Satrio Arismunandar di bawah ini, bagian dari eksplorasi itu.
-000-
APA YANG INGIN DIUBAH OLEH SEORANG PENULIS?
– 5 Gagasan Menghentak dari 5 Buku Denny JA
Oleh: Dr. Satrio Arismunandar
-000-
“Aspek dunia apa yang ingin Anda tuliskan? Perubahan apa yang ingin Anda bawa ke dunia dalam tulisanmu?“
“Penulis yang terlibat tahu bahwa kata-kata adalah tindakan. Dia tahu bahwa menulis adalah mengubah. Seorang penulis sejati menulis karena berencana untuk mengubah”
Jean-Paul Sartre (1905-1980)
Penulis Prancis
-000-
Empat puluh tahun sudah Denny JA berkarya. Baru-baru ini, Denny JA membuat tulisan khusus berjudul “Lima Batu Bata Kecil untuk Zaman yang Besar,” yang merupakan refleksi dari kiprahnya di dunia penulisan, yang telah berlangsung selama empat dekade (1981-2021).
Sungguh suatu perjalanan karir penulisan yang panjang. Semua karya yang dihasilkannya dalam periode waktu itu merupakan sumbangan besar Denny bagi dunia penulisan.
Denny JA tak diragukan lagi adalah penulis berbakat yang produktif, untuk tidak menyebutkan super produktif.
Namun, yang lebih penting dari sekadar jumlah karya yang telah dicetak dan diterbitkan, adalah seberapa signifikan sebenarnya kontribusi pemikiran, yang bisa dipetik dari karya-karya Denny tersebut?
Dalam mengukur kualitas sebuah karya tulis, ada beberapa aspek yang patut dipertimbangkan. Salah satu aspek yang layak dinilai adalah adanya unsur “kebaruan.”
Apakah ada hal-hal baru, yang diperkenalkan Denny JA lewat buku-bukunya itu?
“Baru” di sini bukan sekadar berwujud data dan informasi, tetapi juga berupa perspektif, pendekatan, dan wawasan, yang memberi kesegaran pemikiran.
Unsur yang baru itu tak jarang adalah sesuatu yang bisa dipelajari, ditiru, dan dipraktikkan. Ia dapat mengilhami dan menjadi inspirasi berharga bagi khalayak pembaca.
Nah, dalam konteks “kebaruan” itulah, saya ingin menambahkan satu topik yang juga penting, terkait 40 tahun Denny JA berkarya.
Yakni, Denny ternyata telah menyumbangkan lima gagasan yang menghentak, inovasi, teori, dan perspektif, yang berbeda dari pendahulunya. Lima gagasan alternatif itu dapat dibaca dari lima buku Denny JA.
—o0o—
Di antara 57 buku yang pernah ditulis Denny JA, ada lima buku penting. Lima buku ini dianggap penting karena telah menyumbangkan gagasan baru di bidangnya masing-masing.
Mulai dari bidang demokrasi, sastra, marketing politik, agama, hingga positive psychology.
Pertama, bidang demokrasi. Buku Denny JA tentang demokrasi yang patut ditelaah adalah Jalan Demokrasi dan Kebebasan untuk Dunia Muslim (2018).
Sudah banyak penulis lain yang membahas isu kecocokan atau kompatibilitas antara nilai-nilai Islam dan demokrasi. Ini sebetulnya sudah klise.
Berbeda dengan para pemikir lain, dalam bukunya ini Denny JA menyatakan, tidaklah penting mengeksplorasi apakah ada kesamaan gagasan atau kecocokan antara Islam dan demokrasi.
Menurut Denny JA, sejak Nabi tiada, agama hanyalah masalah interpretasi. Agama bisa diinterpretasikan secara meluas, mulai dari penafsiran yang ekstrem liberal sampai ekstrem konservatif.
Contoh penafsiran ekstrem liberal, misalnya, yang dianut oleh kalangan progressive muslim. Sedangkan contoh ekstrim konservatif, misalnya, aliran garis keras Wahabisme.
Yang penting, ujar Denny JA, 50 negara yang mayoritas populasinya Muslim perlu hijrah secara bertahap menuju demokrasi dan kebebasan. Mengapa?
Karena berdasarkan hasil survei, semua negara yang penduduknya bahagia, hidup sejahtera, dan pemerintahannya bersih, adalah negara demokrasi yang menghormati hak asasi manusia.
Indonesia dapat dijadikan contoh negara mayoritas Muslim hijrah menuju demokrasi. Demokrasi yang tak liberal (Illiberal democracy) dapat menjadi tujuan antara. Setelah itu, negara dapat kembali berevolusi memeluk demokrasi penuh.
—o0o—
Kedua, bidang marketing politik. Karya Denny JA yang patut dibaca di bidang ini adalah buku “Membangun Legacy: 10 P untuk Marketing Politik, Teori dan Praktik” (2019).
Berbeda dengan para pemikir lain, Denny JA tidak berhenti pada tahap menyampaikan formula “memasarkan” tokoh, agar tokoh itu terpilih dalam pemilu demokratis.
Namun, Denny melangkah lebih jauh lagi. Menurutnya, menang dalam pemilu demokratis hanyalah baru separuh jalan. Puncaknya, sang tokoh harus membangun legacy politik.
Apa itu legacy politik? Itu adalah warisan kebijakan yang dibuat sang pemimpin, yang berhasil mengubah masyarakat.
Untuk kasus besar, misalnya, Presiden Amerika Serikat Abraham Lincoln yang menghapuskan perbudakan. Atau, Presiden Franklin D. Roosevelt yang merumuskan New Deal, program kesejahteraan rakyat untuk keluar dari Great Depression tahun 1930-an.
Maka Denny menyodorkan formula 10 P, mulai dari Pro-Innovation, Public Opinion, Polling, Profiling, hingga Political Legacy.
Setiap pemimpin ketika hendak terjun kedunia publik; harus sudah menghidup- hidupkan. Legacy politik apa yang ingin ia buat? Sumbangan dan perubahan apa yang harus Ia lakukan.
Tanpa membangun legacy, seorang pemimpin hanya numpang lewat saja. Berkuasa lalu dilupakan.
—o0o—
Ketiga, bidang sastra. Buku Denny JA, yang memancing polemik di komunitas sastra nasional, adalah Menjelaskan Puisi Esai (2017).
Tidak sama dengan pemikir-pemikir lain, Denny JA tak hanya berteori. Ia sendiri berkarya dan melakukan inovasi sastra. Ia perkenalkan genre baru: Puisi Esai.
Denny awalnya membaca data. Puisi semakin tak dibaca. Juga buku sastra. Itu hasil riset yang dimuat di suratkabar The Washington Post (2015): “Is Poetry Going to Extinct.”
Menurut Denny, bukan publik yang meninggalkan puisi. Tetapi, justru puisi duluan yang meninggalkan publik. Dalam hal ini, Denny mengutip pernyataan kritikus sastra John Barr, yang memiliki pandangan serupa.
Penyair semakin asyik masyuk dengan bahasa puisi yang sulit. Tak lagi merespon kegelisahan zamannya.
Karena penyair tak peduli lagi dengan isu yang tengah bergelora di masyarakat, maka masyarakatpun mulai tak peduli pada puisi.
Denny JA pun memperkenalkan gagasan puisi esai. Ini adalah puisi panjang, berbabak, dan merupakan fiksionalisasi dari kisah sebenarnya.
Puisi esai harus didahului riset. Sumber cerita adalah kisah nyata yang dimasukkan ke dalam catatan kaki.
Denny pun dikenal sebagai pelopor puisi esai. Pada Maret 2021 ini, Denny juga mendapatkan penghargaan sastra tingkat ASEAN dari Malaysia, atas inovasinya sehingga puisi esai meluas hingga ke negara-negara ASEAN.
Sebelumnya, di tahun 2020, puisi esai juga resmi menjadi kata baru dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia.
—o0o—
Keempat, bidang agama. Dalam bidang ini, buku Denny JA yang layak diulas adalah “11 Fakta Era Google, Bergesernya Pemahaman Agama, dari Kebenaran Absolut Menjadi Kekayaan Kultural Milik Bersama” (2021).
Denny mentabulasi aneka data riset. Hasil tabulasi itu ternyata membuka mata.
Denny mengumpulkan data World Happiness Index 2020. Juga, Corruption Perception Index (2020). Ditambah lagi, data Human Development Index (2020).
Data itu ia padukan dengan survei Gallup Poll (2016) tentang list pentingnya agama bagi negara-negara di seluruh dunia.
Hasil data itu menyentak. Top 10 negara yang warganya paling bahagia, paling sejahtera, dan pemerintahannya bersih, ternyata adalah negara yang mayoritas warganya tak lagi memandang agama sebagai hal penting dalam kehidupan mereka.
Sebaliknya, untuk negara-negara yang mayoritas warganya menganggap agama itu penting, ternyata kadar kebahagiaan warganya justru lebih rendah, hidupnya kurang sejahtera, dan pemerintahannya korup.
Denny lalu mengeksplorasi lebih lanjut bekerjanya 11 hukum besi di era Google. Hukum besi itu yang akan mengubah pemahaman soal agama.
Perlahan tapi pasti, agama tak lagi dilihat sebagai sumber kebenaran mutlak. Tercatat, ada sekitar 4.300 agama di dunia, yang dianggap sebagai kekayaan kultural milik bersama.
Natal, sebagai misal, tak lagi dirayakan oleh hanya orang Kristen. Ia juga dirayakan oleh banyak orang lain yang tak percaya dengan Yesus Kristus, ada Perawan Maria.
Mereka memandang agama sebagai kekayaan kultural milik bersama.
Ini masih gejala awal. Namun Denny justru menganjurkannya sebagai pola beragama di masa depan. Menjadikan 4300 agama untuk memperkaya kultur kita, milik bersama, sebagaimana adat istiadat.
—o0o—
Kelima, bidang positive psychology. Buku Denny JA yang patut diketengahkan di sini adalah Spirituality of Happiness: Spiritualitas Baru Abad ke-21, Narasi Ilmu Pengetahuan (2020).
Denny JA juga mulai dengan dua data yang membuatnya prihatin. Di satu sisi, separatisme agama, kekerasan atas nama agama meluas ke banyak negara.
Bahkan di Prancis, pada Oktober 2020, seorang guru dipenggal mati gara-gara kebohongan yang disebarkan siswanya sendiri.
Kebohongan yang memicu aksi kekerasan itu terkait dengan karikatur Nabi yang dibahas di kelas.
Di sisi lain, manusia modern merasa kesepian. Jumlah yang warga yang mati karena bunuh diri mulai melampaui jumlah yang mati karena terorisme, bencana alam, dan perang pasca Perang Dunia II sekaligus.
Ini ironi yang memprihatinkan. Denny menawarkan jalan tengah.
Denny telah mempelajari 30 tahun hasil penelitian positive psychology dan neuroscience tentang kebahagiaan (happiness). Dari situ, Denny pun menawarkan formula happiness, suatu spiritualitas baru.
Rumusan ini disusun bukan berdasarksan spekulasi filsafat, bukan melalui wahyu agama, tetapi berdasarkan hasil riset lapangan.
Formulanya adalah: 3P + 2S (Personal relations, Positivity, Passion, Small Winning dan Spiritual Blue Diamonds). Spiritual Blue Diamonds itu sendiri terbagi tiga: Virtue, Power of Giving dan the Oneness.
Menurut pakar statistik dan pemerhati sosial, Jousairi Hasbullah, formula Happiness-nya Denny JA juga selaras dan sudah dioperasionalkan dalam penelitian lapangan yang masif, baik oleh OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) maupun oleh Survei Pengukuran Tingkat Kebahagiaan (SPTK) yang dilakukan oleh BPS Indonesia.
Pedoman kebahagiaan yang digagas Denny JA itu tidak disimpan secara eksklusif. Tetapi Denny ingin berbagi kebahagiaan. Rumusan 3P + 2S itu.
Kini prinsip 3P+ 2S sedang diolah, untuk menjadi landasan bagi “training-training kebahagiaan,” di mana dalam praktiknya mungkin melibatkan meditasi dan yoga.
-000/
Lima buku itu sudah bisa tergambar kontribusi karya-karya Denny JA bagi dunia penulisan di Indonesia. Bahkan dunia.
Berbagai gagasannya di bidang demokrasi, marketing politik, agama, positive psychology, juga menawarkan perspektif dan wawasan baru.
Semua ide-idenya itu tetap aktual untuk dibahas, dikritisi, dan dikembangkan.
Kembali kepada kutipan Sartre di atas? Apa yang ingin diubah oleh seorang penulis?
Denny JA meletakkan tradisi baru di dunia politik praktis Indonesia, memperkaya pemilu dengan ilmu pengetahuan: survei opini publik dan konsultan politik. Jejaknya sudah kuat di sana. Ia dianggap founding father.
Denny JA juga meletakkan tradisi baru dalam sastra melalui puisi esai. Sudah terbit 100 buku puisi esai, dari 34 provinsi, melibatkan 176 penulis.
Puisi esai sudah meluas pula ke Malaysia. Bahkan sudah direncanakan dibangun Rumah Puisi Esai ASEAN di Sabah, atas inisiatif para begawan sastra setempat.
Jejak Denny JA sudah kuat di dalam sastra.
Kini pengaruh Denny JA mulai merambah ke dunia spiritualitas. Training Happiness is Us, yang berlandaskan bukunya Spirituality of Happines, di tahun 2021 tengah dimatangkan.
Dalam pemikiran agama, pengaruh Denny JA juga mulai menapak. Budhy Munawar Rachman yang dikenal sebagai peneliti pemikiran Nurcholish Madjid yang telaten sudah menuliskan kesaksiannya.
Gagasan Denny JA soal agama dalam ruang publik lebih canggih dibandingkan konsep sekularisasi Nurcholish Madjid.
Nurcholish menyandarkan diri pada pemikiran agama dan teologi tahun 1970an. Tapi Denny JA melangkah lebih jauh. Ia menyandarkan diri pada riset ilmu pengetahuan dan data sejarah di abad 21.
Juga gagasan Denny JA agar 50 Negara Muslim secara bertahap hijrah memeluk demokrasi dan kebebasan, melalui rute Iliberal democracy dulu, akan pula bergema.
Setelah demokrasi menyapu banyak negara komunisme di tahun 1990an, pada waktunya demokrasi akan pula menyapu 50 negara Muslim.
Dalam jangka panjang, Denny JA akan menempati puncak gunung khusus. Itu karena pengaruhnya pada banyak dimensi kehidupan, mulai dari demokrasi, marketing politik, sastra, training Happiness hingga pemikiran agama. *
Dr. Satrio Arismunandar adalah penulis, praktisi media, alumnus S3 Filsafat FIB-UI. Ia juga mantan jurnalis Harian Kompas dan Trans TV