JAKARTA, Beritalima.com– Rumor akan mundurnya menteri sebagai amggota Kabinet Indonesia Maju (KIM) pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) disampaikan kader partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Arief Poyuono.
Rumor tersebut, ungkap pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul Jakarta, Muhammad Jamiluddin Ritonga tentu tak boleh dianggap angin lalu. Sebab, sejarah politik Indonesia dipenuhi penghianatan dari dalam disaat kerajaan atau republik mengalami situasi krisis.
Penghianatan para menteri sangat nyata dikala Pemerintahan Soeharto mengalami krisis multidimensi. Penghianatan para menteri dengan cara mengundurkan diri secara bersamaan membuat Soeharto tidak dapat mempertahankan kekuasaannya.
Soeharto akhirnya mengundurkan diri jabatan sebagai presiden dan posisi beliau digantikan Bacharuddin Jusuf (BJ) Habibie.
Belajar dari kasus itu, tidak menutup kemungkinan peluang penghianatan para menteri terhadap Jokowi.
“Bisa jadi, ada menteri yang sudah tidak nyaman di tengah penanganan lonjakan kasus Covid-19.
Para menteri tersebut bisa saja kecewa karena merasa kurang dihargai. Peran dia yang seharusnya besar dalam penanganan Covid-19 tetapi tidak diperolehnya karena peran itu diberikan kepada orang lain,” kata Jamil.
Namun, jelas mantan Dekan Fikom IISIP Jakarta tersebut, bisa saja ada diantara menteri yang sudah melihat lemahnya pola penanganan krisis akibat Covid-19 sehingga tak yakin dapat mengatasinya. Mereka akhirnya merasa lebih baik mundur tetatur daripada nantinya mendapat getahnya.
Jokowi tentu, jelas Jamil ketika bincang-bincang dengan Beritalima.com di Jakarta, Kamis (8/7) siang, harus mengambil langkah strategis untuk mengatasi rumor tersebut. “Setidaknya ia harus dapat mengembalikan soliditas kabinet yang dipimpinnya.
,” kata Jamil.
Kalau Jokowi tidak melakukannya dengan tepat, bisa saja rumor itu jadi kenyataan. Tentu ini sangat berbahaya bagi kelangsungan kabinet Jokowi.
“Tentu Jokowi tak ingin nasibnya sama seperti Soeharto. Jokowi ditinggalkan para menterinya saat menghadapi krisis yang maha dasyat,” demikian Muhammad Jamiluddin Ritonga. (akhir)