JAKARTA, Beritalima.com– Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Dr H Mulyanto mendesak Pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memperhatikan nasib para peneliti, terkait dengan penataan kelembagaan Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN).
Soalnya, kata politisi senior tersebut dalam keterangan pers yang diterima awak media, Sabtu (30/1), hingga saat ini Peraturan Presiden (Perpres) BRIN belum diterbitkan tetapi unit organisasi penelitian di Kementerian atau Lembaga (K/L) akan dihapus, termasuk di Badan Keahlian DPR RI. Hal ini tentu saja membuat resah peneliti, sebab terkait dengan masa depan karir mereka.
Ditambahkan, Pemerintah harus hati-hati membuat aturan lembaga terkait peneliti ini. Sebab, sebelumnya ada preseden buruk bagi para peneliti, melalui UU Aparatur Sipil Negara (ASN) dan peraturan turunnya terkait dengan klausul batas usia pensiun.
Akibat aturan tersebut, jelas wakil rakyat dari Dapil III Provinsi Banten itu, terdapat lebih 500 peneliti, termasuk perekayasa, terkena penalti. Peneliti yang usianya terkena batas itu langsung pensiun, tanpa ada pengaturan yang bersifat transisional.
Kondisi sekarang, lanjut Mulyanto, akan lebih parah. Sebab jumah peneliti yang ada di K/L lebih dari 500 orang. Karena unit kerja penelitian akan dihapus, mereka diminta untuk sementara pindah ke unit kerja lain yang non-penelitian. Nanti, setelah Perpres BRIN terbit baru ditentukan kembali unit kerja mereka, apakah bergabung dengan BRIN atau tidak.
“Kami akan upayakan Pemerintah untuk lebih cermat terkait pembentukan lembaga BRIN ini. Sejak beberapa bulan lalu PKS gencar menyuarakan agar Pemerintah segera mengeluarkan Perpres agar pihak terkait punya dasar hukum yang dapat menjadi acuan,” kata Mulyanto. menanggapi aspirasi Himpunan Peneliti Indonesia (Himpenindo), yang disampaikan kepada Fraksi PKS (29/1). Hadir pada kesempatan itu tokoh Himpenindo Prof Dr Husein Akil dan Dr Agus Fanar Sukri.
Untuk diketahui Perpres BRIN hampir 2 tahun digodok Pemerintahan Jokowi, tetapi saat ini belum juga diterbitkan. Akibatnya kelembagaan, SDM, anggaran dan program Kemenristek/BRIN berjalan tersendat-sendat. Tanpa legalitas kelembagaan, secara birokratis unsur-unsur organisasi menjadi bersifat sementara. Ini Hal meresahkan pegawai di lingkungan Kemenristek/BRIN.
Menurut data Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) 2018, jumlah pejabat fungsional peneliti ada 9.661 orang. Dari jumlah tersebut, peneliti terbanyak bekerja di Badan Litbang Kementerian Pertanian 1.850 orang atau 19 persen. Peneliti di LIPI 1.715 orang atau 18 persen dari total peneliti yang ada di K/L.
Memang ada tren kenaikan kuantitas sejak 2010. Pada 2010 peneliti di Indonesia mencapai 7.502 orang, pada 2012 jumlahnya menjadi 8.075 orang. Angka terus meningkat menjadi 9.128 orang pada 2014.
Namun, bila dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan ASEAN, jumlah peneliti kita masih terbilang sedikit. Rasio peneliti di Singapura lebih 7.000 per satu juta penduduk. Di Malaysia 2.590 peneliti per satu juta penduduk.
Di Indonesia, rasionya hanya 1.071 peneliti per satu juta penduduk. Angka rasio ini sudah termasuk dosen di perguruan tinggi, baik negeri ataupun swasta. Karena itu, sudah sepantasnya Pemerintah Indonesia menghargai keberadaan peneliti yang jumlahnya terbatas itu. Jangan malah sebaliknya menelantarkan nasib mereka.
“Tanpa adanya para peneliti ini mustahil Indonesia mampu mengembangkan keunggulan kompetitif nasional dan masuk menjadi negara berbasis inovasi (innovaton driven economy), yang keluar dari ketergantungan atas sumber daya alam yang kian menipis. Dalam kondisi seperti ini sebaiknya Pemerintah eman-eman kepada para peneliti,” demikian Dr H Mulyanto. (akhir)