Jakarta –Pemerintah memutuskan melakukan kebijakan pembatasan subsidi pupuk kepada petani. Pupuk yang akan diberikan potongan subsidi merupakan jenis urea dan NPK, hal ini dilakukan lantaran terjadinya kenaikan terhadap harga gas alam yang menjadi bahan utama pembuatan pupuk.
Anggota Komisi IV DPR RI Slamet mengatakan adanya kebijakan ini lantaran pemerintah tidak ada lagi anggaran yang memadai, sehingga perlu adanya pembatasan agar cakupan penerima subsidi lebih luas.
“Subsidi pupuk, kenapa kita arahkan untuk pembatasan? Karena memang itu duit-nya tidak ada. Artinya kita setuju disubsidi semua, masalahnya pemerintah tidak punya uang, hanya 30 persen atau 35 persen (dari total subsidi) yang ada. Sehingga (besaran subsidi) itu perlu diperkecil dalam harapan cakupan yang menerima subsidi lebih luas,” ujar Slamet pada Parlementaria di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, Rabu (6/4/2022).
Kebijakan pembatasan pupuk subsidi sudah dibahas dalam Rapat Panitia Kerja (Panja) Pupuk. Hasil kajian dari Panja Pupuk ini dari sisi komoditas yang sebelumnya ada 72 komoditas yang disubsidi menjadi 11 komoditas. “Yang penting saran dari Panja adalah komoditas yang langsung terkait dengan pangan,” kata politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.
Terkait dengan penerima subsidi, Komisi IV DPR RI menyarankan untuk tidak menggunakan data dari e-RDKK lantaran data dari e-RDKK selama ini seringkali menjadi masalah.
“Satu contoh misal provinsi A, berapa sih luas tanahnya? itu yang kita subsidi. Kemudian di-breakdown ke kabupaten-kabupaten berdasarkan luas tanam. Jadi sekali lagi sumber masalah adalah e-RDKK. Jangan pakai RDKK tapi ubah dengan data luas tanam daerah untuk agar tepat sasaran,” tegas Slamet.
Slamet mengatakan saat ini permasalahan mengenai pupuk adalah terkait adanya kebijakan kenaikan PPN menjadi 11 persen. Slamet meminta pemerintah untuk membuat kebijakan khusus bagi petani mengenai pupuk terkait hal tersebut.
“Justru hari ini HET mau dinaikkan karena alasan PPN naik. Saya imbau pada pemerintah, khusus para petani menyangkut pupuk petani jangan dibebani dengan PPN lagi. Perlu kebijaksanaan khusus terkait dengan PPN untuk pupuk yang menyangkut dengan produktivitas petani. Itu yang lebih penting, bukan pembatasannya tapi PPN-nya itu,” imbau Slamet. (ar)