Soeskah Eny Marwati Divonis Bebas, Hakim Nilai Kasus Pemalsuan Surat Sudah Kedaluwarsa, Boyamin Saiman Kritik Jaksa

  • Whatsapp

SURABAYA, beritalima.com — Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang diketuai Purnomo Hardiyarto menjatuhkan vonis bebas murni kepada terdakwa Soeskah Eny Marwati alias Fransiska Eny Marwati dalam perkara dugaan pemalsuan surat yang menjeratnya sejak beberapa tahun terakhir.

Dalam sidang putusan yang digelar Rabu (12/11/2025), hakim menyatakan perkara tersebut telah kedaluwarsa, sehingga tidak layak lagi dilanjutkan ke tahap penuntutan.

“Majelis berpendapat, masa penuntutan terhadap perkara ini telah melampaui batas waktu sebagaimana diatur dalam KUHP. Dengan demikian, terdakwa dinyatakan bebas murni,” ujar Ketua Majelis Hakim Purnomo dalam amar putusannya.

Kuasa hukum Soeskah, Boyamin Saiman, menyatakan apresiasi terhadap putusan hakim, meski menilai perkara ini seharusnya tidak pernah disidangkan sejak awal.

“Putusan ini kami hormati, tapi apresiasi kami setengah hati. Sejak awal kami sudah ingatkan bahwa perkara ini jelas-jelas sudah daluwarsa,” kata Boyamin saat dikonfirmasi usai sidang.

Ia pun meminta kejaksaan tidak melanjutkan upaya hukum seperti banding atau kasasi. Menurutnya, teori baru jaksa dalam menghitung masa kedaluwarsa tidak memiliki dasar hukum yang kuat.

“Kalau jaksa tetap banding atau kasasi, kami akan ajukan gugatan balik lewat pra-peradilan ganti rugi atas penahanan Bu Soeskah. Klien kami sudah bebas, dan kami yakin akan menang,” tegasnya.

Boyamin menegaskan, langkah timnya bukan sekadar pembelaan, tetapi juga upaya menegakkan prinsip kehati-hatian dalam proses hukum.

“Kami baru saja menang kasus serupa di Jakarta melawan Kejati DKI. Ini menjadi tambahan rekor kemenangan kami,” ujarnya.

Ia berharap putusan ini menjadi pelajaran penting bagi aparat penegak hukum agar lebih cermat menilai berkas perkara, terutama terkait batas waktu penuntutan.

“Pelapor sudah mengakui mengetahui peristiwa sejak 2009. Artinya, kasus ini tak bisa lagi dipaksakan P21 setelah 2020,” jelasnya.

Kasus Soeskah bermula dari sengketa kepemilikan rumah di Kendalsari Selatan 2, Penjaringan Sari, Rungkut, Surabaya.
Pada 1995, Linggo Hadiprayitno, suami dari Lisa Rahmat, menggugat sejumlah pihak termasuk Soeskah. PN Surabaya sempat menolak gugatan Linggo, namun PT Surabaya pada 16 Mei 1997 mengabulkan banding dengan putusan No. 729/PDT/1996/PT.Sby.

Putusan tersebut berkekuatan hukum tetap karena tidak ada kasasi yang diajukan. Namun pada 1999, Soeskah melalui kuasa hukumnya saat itu, Sudiman Sidabukke, tetap mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung dengan melampirkan surat keterangan dari Kelurahan Ngagelrejo dan Kecamatan Wonokromo.

Surat itu menyatakan Soeskah belum menerima salinan putusan karena sudah pindah alamat. Jaksa kemudian menilai surat tersebut palsu, karena kelurahan membantah pernah mengeluarkannya.

Meski demikian, MA mengabulkan kasasi Soeskah pada 4 Juli 2003 melalui putusan No. 2791 K/Pdt/2000 dan membatalkan putusan banding PT Surabaya. Akibatnya, hak kepemilikan rumah kembali dipertaruhkan dan Soeskah ditetapkan. (Han)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait