JAKARTA, Beritalima.com– Izin tambang emas di Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara yang dipegang PT Tambang Mas Sangihe (TMS) sampai saat ini belum berkesudahan dan masih menjadi polemik.
Untuk menghindari masalah yang lebih luas, Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti meminta pemerintah mendengarkan masukan dari para pakar sebelum mengambil keputusan. Masukan disampaikan pakar yang tergabung dalam Pusat Studi Hukum ESDM IKA FH Universitas Diponegoro (Undip).
“Ada baiknya pemerintah mendengarkan masukan para pakar. Apalagi, mereka juga menyampaikan sejumlah instrumen yang harus dipenuhi dalam urusan perizinan tambang emas Sangihe agar pertambangan tidak berdampak pada konflik kerusakan lingkungan,” tutur LaNyalla dalam keterangan pers yang diterima awak media, Selasa (29/6).
Senator dari Dapil Provinsi Jawa Timur tersebut menjelaskan, instrumen penting yang harus ada dalam perizinan tambang antara lain berupa dokumen Analisis Dampak Lingkungan (Amdal).
“Dokumen Amdal saat izin tambang disetujui Pemerintah, harus sinkron dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K). Ini penting dan harus diperhatikan, mengingat 80 persen wilayah Indonesia adalah pesisir, dan sisanya adalah kehutanan sehingga penting dicermati aspek lingkungan hidup dan ekologisnya.”
Instrumen lainnya adalah berjalannya pengawasan dan proses reklamasi dan pasca tambang. “Hal ini perlu disampaikan secara transparan. Untuk menangani hal ini perlu koordinasi lintas sektoral Kementerian ESDM, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian ATR/BPN, KKP dan lainnya,” ujar LaNyalla.
Menurut dia, masukan-masukan ini harus menjadi perhatian agar sektor ekonomi melalui pertambangan benar-benar memberikan kebaikan.
“Bukan hanya kebaikan secara ekonomi, juga lingkungan tetap terjaga dan kehidupan masyarakat tetap normal, terhindar dari bencana.”
Untuk diketahui, izin tambang emas yang dikelola PT TMS mendapatkan penolakan dari warga. Sebagaimana disampaikan Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Merah, warga menolak aktivitas itu sebab mengancam lebih dari setengah pulau Sangihe. Luas tambang 42.000 ha, TMS sudah memakan 57 persen dari luas Kabupaten Sangihe yang hanya 73.689 ha.
Staf Khusus Menteri ESDM bidang Tata Kelola Minerba menjelaskan, TMS merupakan perusahaan pemegang Kontrak Karya (KK) generasi enam dan telah melakukan kegiatan eksplorasi sejak 1997. PT TMS memiliki Wilayah KK 42.000 ha. Sedangkan yang akan digunakan untuk kegiatan penambangan 65,48 ha. (akhir)