Sorot Kartu Pra Kerja Jokowi, Anis: Ini Bisa Jadi Bom Waktu Buat Pemerintah

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Legislator senior di Komisi XI DPR RI sekaligus ekonom Ekonomi Syariah, Dr Hj Anis Byarwati mengkritisi kebijakan yang dikeluarkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam mengatasi penyebaran virus Corona (Covid-19) dan dampak sosial ekonomi akibat virus mematikan dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China tersebut.

Kali ini wakil rakyat Dapil Jakarta Timur tersebut menyorot dan mengkritisi soal kebijakan Jokowi mengeluarkan Kartu Pra Kerja (KPK) dengan biaya kursus yang sangat fantastis, Rp 5,6 triliun. “Ini bisa menjadi ‘bom waktu’ buat Pemerintah,” kata Anis dalam siaran pers yang diterima awak media, Jumat (1/5) siang.

Bahkan kritik tajam soal KPK tersebut juga disampaikan Anis dalam Rapat Kerja (Raker) secara virtual dengan Menteri Keuangan (Menkeu), Gubernur Bank Indonesia, Ketua Dewan Komisioner OJK dan Diretur Lembaga Penjamin SImpanan (LPS) pertengahan pekan ini.

Sesuai penjelasan Menkeu, setiap peserta kartu pra kerja mendapat paket bantuan Rp 3,55 juta. Paket bantuan itu terdiri dari bantuan pelatihan Rp 1 juta, lalu insentif pasca pelatihan Rp 2,4 juta atau Rp 600.000 per bulan untuk empat bulan, serta insentif pengisian survei kebekerjaan dengan nilai total Rp150.000 (3x mengisi survey).

Bentuk bantuan pelatihan Rp 1 juta itu adalah, peserta membeli video pelatihan online yang disediakan lembaga penyedia pelatihan. Lembaga itu sudah ditunjuk Pemerintah, kemudian peserta mengikuti pelatihan, dan setelahnya peserta diberi sertifikat digital.

Anis melihat, Kartu Pra Kerja ini hanya akal-akalan saja dalam mengeruk uang negara, sedangkan manfaatnya buat calon tenaga kerja tidak ada. “Kartu Pra Kerja akan lebih menguntungkan bagi lembaga penyedia pelatihan ketimbang para pesertanya. Terlebih lagi, berbagai pelatihan yang disediakan oleh lembaga penyedia Kartu Prakerja itu, tak jauh berbeda dengan video yang ada di YouTube,” sergah Anis

Padahal, tambah dia, pelatihan yang diberikan oleh lembaga penyedia Kartu Prakerja tersebut berbayar. Sementara, video yang ada di YouTube dapat disaksikan secara gratis. Efektivitas bentuk kegiatan inilah yang disoal Anis.

Saat ini yang dibutuhkan masyarakat bukan pelatihan. Jika pelatihan offline saja banyak dilaporkan tidak efektif, apalagi pelatihan online yang belum tentu difahami dan dikuasai dengan baik oleh masyarakat. Ditambah lagi, setelah pelatihan, tak ada jaminan bagi para peserta kartu prakerja itu akan mendapatkan pekerjaan.

Selain bentuk kegiatan yang tidak efektif, Anis juga mempertanyakan penggunaan jasa 8 digital platform yang menyediakan bahan serta pelaksana pelatihan dengan memakan anggaran yang sangat besar yakni Rp 5,6 triliun dari keseluruhan Rp 20 triliun program Kartu Pra Kerja yang dialokasikan pemerintah dari keseluruhan anggaran penanganan pandemik virus Corona Rp 405,1 triliun.

Politisi Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu mendesak agar anggaran Kartu Pra Kerja Rp 5,6 triliun itu dialihkan untuk bantuan sosial jutaan para pekerja yang terkena PHK. Saat ini sudah banyak korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akibat Covid-19. “Yang dibutuhkan masyarakat saat ini adalah bantuan sosial bagi jutaan pekerja yang terkena PHK, korban dampak pandemic Covid-19,” tegas Anis.

Anis juga mengingatkan, Pemerintah memiliki perangkat di Kementerian Ketenagakerjaan yaitu Direktorat Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas (Ditjen Binalattas) yang memiliki pengalaman memadai untuk menjalankan program pembinaan, pelatihan dan produktivitas.

Kemenaker juga memiliki data yang akurat tertang pekerja dan data ter-PHK secara nasional sehingga sangat efektif jika program ini diserahkan secara penuh kepada Kemenaker. Akurasi data merupakan hal lain yang disoroti Anis.

Karena itu, Anis meminta pemerintah untuk terus melakukan update data dan memperhatikan akurasinya untuk meminimalisir risiko salah sasaran BLT. “Perbaiki akurasi data kelompok rentan agar dalam implementasi Jaring Pengaman Sosial (Social Safety Net) tidak menimbulkan konflik sosial dan kecemburuan sosial di level bawah,” demikian Dr Hj Anis Byarwati. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait