Sosialisasi PPKPT di STIKES Yayasan RS Dr. Soetomo: Mewujudkan Kampus Aman dan Bebas Kekerasan

  • Whatsapp

SURABAYA | beritalima.com -, 30 November 2025 – STIKES Yayasan RS Dr. Soetomo menorehkan pengalaman dalam menghadirkan sebuah acara yang sangat penting dan penuh makna bagi dunia pendidikan tinggi di Indonesia. Bertempat di kampus kebanggaan, acara sosialisasi Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Perguruan Tinggi (PPKPT) yang digelar pada Minggu, 30 November 2025, berhasil menarik perhatian tak hanya dari kalangan civitas akademika, tetapi juga perwakilan dari berbagai perguruan tinggi dan organisasi masyarakat. Kegiatan yang berlangsung dari pukul 09.00 hingga 12.00 ini, dilaksanakan dalam kolaborasi dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) serta Komisi X DPR RI, membawa sebuah misi mulia: mewujudkan kampus yang bebas kekerasan dan penuh perlindungan bagi seluruh civitas akademika.

 

Menggugah Semangat Kampus Tanpa Kekerasan

Pagi itu, acara dimulai dengan semangat yang membara. Ketua STIKES Yayasan RS Dr. Soetomo, Ibu Widi Astuti, drg., M.Kes., membuka acara dengan sambutan yang penuh pengharapan. “Perguruan tinggi harus menjadi tempat yang aman, nyaman, dan penuh kasih sayang. Kampus bukanlah tempat bagi kekerasan, baik itu kekerasan fisik, seksual, maupun psikologis,” ujarnya. Dengan pernyataan yang menggetarkan itu, Ibu Widi menegaskan komitmen STIKES Yayasan RS Dr. Soetomo dalam menciptakan lingkungan kampus yang terbebas dari segala bentuk kekerasan.

Acara selanjutnya memasuki inti kegiatan, yaitu sosialisasi mengenai Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Perguruan Tinggi yang disampaikan oleh Lilis Masyfufah A.S., S.KM., M.Kes., Ketua Satgas PPKPT STIKES Yayasan RS Dr. Soetomo. Lilis, menyampaikan materi yang sangat mendalam dan menantang mengenai bagaimana perguruan tinggi dapat melakukan langkah preventif serta penanganan yang tegas terhadap berbagai bentuk kekerasan di kampus.

Dalam paparan yang menggugah tersebut, Lilis mengungkapkan bahwa PPKPT bukan sekadar regulasi kosong. “PPKPT adalah upaya sistematis untuk menciptakan kampus yang aman. Bukan hanya sekadar tentang menangani kasus kekerasan, tetapi juga bagaimana mencegahnya sejak dini, melindungi korban, dan mengembalikan martabat mereka yang telah menjadi korban,” ungkapnya. Lilis memaparkan dengan penuh keyakinan bagaimana peraturan Permendikti Nomor 55 Tahun 2024 memberikan ruang bagi setiap kampus untuk lebih serius dalam menanggulangi kekerasan, yang sebelumnya hanya terbatas pada kekerasan seksual, kini mencakup berbagai jenis kekerasan lainnya yang juga dapat merusak tatanan akademik.

 

Keberanian Menindak, Perlindungan untuk Korban

Materi yang disampaikan oleh Lilis ini semakin terperinci dengan penjelasan mengenai sistem pelaporan dan investigasi kekerasan di kampus. “Tidak ada ruang untuk kompromi dalam hal ini. Korban harus merasa aman untuk melapor, dan pelapor serta korban harus mendapatkan perlindungan maksimal,” tegas Lilis, yang juga membeberkan pentingnya keberanian perguruan tinggi untuk menindak tegas setiap tindakan kekerasan yang terjadi di lingkungannya.

Tak hanya soal kebijakan, diskusi yang dipandu oleh Achmad Djunawan, S.KM., M.PH. sebagai moderator juga sangat hidup. Partisipasi peserta sangat aktif dengan banyaknya pertanyaan yang dilontarkan, mulai dari perlindungan korban dan pelapor, hingga bagaimana menyeimbangkan penanganan kasus kekerasan tanpa merusak citra kampus. Beberapa peserta menanyakan mengenai mekanisme pemulihan nama baik korban, perlindungan terhadap pelapor, serta bagaimana perguruan tinggi bisa bekerja sama dengan lembaga eksternal dalam penanganan kasus.

 

 

Kehadiran Komisi X DPR RI: Menjaga Standar Keamanan di Kampus dan Pentingnya Perlindungan Korban

Yang lebih spektakuler lagi adalah kehadiran Komisi X DPR RI dalam mendukung langkah pencegahan kekerasan di perguruan tinggi. Diwakili oleh Reni Astuti, S.Si., M.PSDM, anggota Komisi X DPR RI, acara ini tidak hanya sekadar membahas teori, namun juga dibarengi dengan aksi nyata dari pihak legislatif. Reni Astuti menegaskan bahwa DPR RI memiliki mandat konstitusional untuk mengawasi isu kekerasan di kampus, yang termasuk di dalamnya adalah PPKPT.

“Keamanan kampus adalah syarat mutlak bagi mutu pendidikan tinggi. Tanpa adanya keamanan, maka kualitas pendidikan tidak akan terjamin,” ungkap Reni dengan penuh keyakinan. Ia juga mengingatkan bahwa Permendikti No. 55/2024 bukan hanya regulasi yang mesti ditaati, tetapi juga harus diimplementasikan dengan penuh komitmen, karena pendidikan tanpa keamanan adalah bencana. Peraturan ini, tambah Reni, harus dipantau dengan seksama agar tidak menjadi formalitas belaka. “Satgas PPKPT harus bekerja nyata, bukan sekadar di atas kertas,” tegasnya.

Reni Astuti juga mengingatkan bahwa segala bentuk kekerasan, baik yang bersifat fisik maupun seksual, adalah pelanggaran terhadap hak dasar setiap individu, seperti yang tertuang dalam UUD 1945 Pasal 28G dan Pasal 31 yang menjamin hak atas pendidikan. Kekerasan di kampus menurutnya juga sangat berkaitan dengan sistem patriarki yang harus dilawan. Perempuan, misalnya, masih sering menjadi korban ketimpangan gender, sehingga menuntut adanya kebijakan yang lebih inklusif dan tegas dalam menanggulangi kekerasan.

Diskusi Hangat yang Menginspirasi: Tantangan dan Solusi Menciptakan Masa Depan Tanpa Kekerasan

Sesi diskusi yang diadakan selepas pemaparan materi sangat mengungkapkan berbagai tantangan yang harus dihadapi dalam implementasi PPKPT di perguruan tinggi. Beberapa tantangan terbesar yang terungkap antara lain adalah kurangnya independensi Satgas PPKPT, budaya senioritas, keterbatasan anggaran, serta kurangnya perlindungan kepada Satgas PPKPT itu sendiri untuk mendukung pelaksanaan program ini.

Acara sosialisasi ini ditutup dengan penuh harapan bahwa setiap perguruan tinggi di Indonesia, terutama yang hadir dalam acara tersebut, bisa menjadikan PPKPT sebagai bagian dari standar kualitas pendidikan yang tidak bisa ditawar lagi. Dr. Eka Wilda Faida, S.KM., M.Kes., selaku ketua panitia, yang diiyakan oleh Dr. Anif Prasetyorini, S.KM., M.Kes., selaku ketua pelaksana, menegaskan bahwa program ini adalah langkah besar untuk menuju perguruan tinggi yang lebih aman dan berdaya saing. “Kampus yang aman adalah fondasi dari pendidikan yang bermutu,” ujarnya dengan penuh semangat.

Kegiatan ini memang bukan sekadar sosialisasi, tetapi sebuah langkah nyata menuju perubahan besar yang akan memastikan bahwa setiap mahasiswa dapat menuntut ilmu tanpa takut terhadap ancaman kekerasan. Perlindungan korban, penegakan hukum yang tegas, dan keberanian untuk bertindak adalah nilai-nilai utama yang harus dijaga, dan semua ini dimulai dari kampus. STIKES Yayasan RS Dr. Soetomo pun kini telah mengambil langkah penting untuk memastikan kampusnya adalah tempat yang tidak hanya bebas dari kekerasan, tetapi juga menjadi wadah untuk mencetak generasi yang peduli dan tanggap terhadap isu-isu sosial. Acara ini bukan hanya sekadar sosialisasi, tetapi juga sebuah deklarasi bahwa kampus aman dan bebas kekerasan adalah sebuah keniscayaan, bukan impian belaka.

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait