SURABAYA, Beritalima.com|
Carut marut system PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) banyak menuai kontroversi. Sebagian besar masyarakat Indonesia belum bisa menerima. Disamping tidak adanya keseimbangan akan ketersediaan infrastruktur di banyak daerah, system PPDB juga rawan dengan kecurangan.
Oleh karena itu, menteri pendidikan dan kebudayaan Indonesia Nadiem Makarim menjanjikan akan melakukan evaluasi terhadap system PPDB.
“Saya kira itu satu langkah yang baik dari pak menteri pendidikan agar segera melakukan evaluasi PPDB, supaya tidak terjadi kamuflase-kamuflase di mana orang tua menitipkan anaknya ke saudaranya, ke tetangganya, kemana-mana sehingga mengurangi jatah alokasi yang sesungguhnya,” terang Dr Sri Untari MAP menanggapi polemik PPDB yang terjadi setiap tahun.
Untuk itu, sekretaris DPD PDI-P Jatim ini menjelaskan bahwa system PPDB Zonasi ini masih perlu untuk tambahan pembangunan infrastruktur sekolah. Karena banyak wilayah kecamatan yang tidak memiliki sekolah SMAN dan SMKN.
“Di kabupaten itu tidak semua kecamatan memiliki sekolah negeri, baik SMA maupun SMK.
Kemudian para siswa harus sekolah di kota, padahal kita tahu bahwa tiap-tiap kabupaten kota itu punya beban APBD untuk masing-masing anak-anak yang sekolah di tempat itu. Meskipun ada BOS dan ada BOSDA. Kadang ada juga bantuan dari kabupaten kota tersebut, karena jaraknya jauh dari rumah siswa. Jadi ini menjadi salah satu gap ya, untuk kemudian terjadi situasi di mana tidak idealnya yang namanya proses pembelajaran pendidikan anak-anak,” urainya.
Wanita cantik berhijab yang selalu energik ini menyebutkan, tadinya zonasi dimaksudkan untuk mendekatkan atau meratakan pendidikan dan mengurangi kemacetan. Jadi ketika ternyata faktanya seperti ini, memang tidak keseluruhan, tapi masih terjadi praktek ada oknum yang kemudian berusaha untuk menjual kursi, ini harus menjadi bahan evaluasi bagi Kemendikbud supaya mengatur proses bagaimana kurikulum merdeka ini tetap terjadi, tetapi dengan tidak terlalu membuat bias di dalam pelaksanaannya,” lanjutnya.
Menurut ketua umum Dekopin pusat ini, sebaiknya Mendikbud menggunakan alat ukur PPDB
berupa tes. Semua siswa tidak menggantungkan kepada orang tua, tapi berpacu berprestasi dengan belajar lebih giat.
“Yang rangking satu langsung mendapatkan tempat, itu lebih membuat kita bersemangat untuk belajar. Sekarang ini kan tidak ada itu lagi, yang dipentingkan adalah jarak, padahal kita di dalam membangun kualitas pendidikan manusia itu tidak hanya sekedar jarak dan pemerataan, tapi juga bagaimana anak-anak yang memiliki keunggulan kualitas itu juga diberikan tempat untuk dibimbing dan dibina supaya jadi anak-anak yang lebih optimal lagi,” tandasnya.
Untari tidak menampik bahwa pendidikan juga diberlakukan untuk anak-anak yang kurang memiliki kecerdasan. Namun mereka harus dipisahkan dari anak-anak yang memiliki kecerdasan lebih tinggi. Karena dengan disamaratakan akan membuat kelas terasa tidak nyaman. Anak-anak yang biasa-biasa saja tidak bisa mengejar ketinggalan pelajaran, mereka akan minder yang berakibat adanya gap.
“Sesungguhnya di dalam proses PPDB ini harus ada evaluasi yang menyeluruh terhadap proses ini. Jadi zonasinya itu juga diukur dari nilai atau tes sehingga betul-betul mendapatkan hasil yang memuaskan bagi semua pihak. Pengumuman juga dilakukan secara transparan agar masyarakat legowo jika anaknya belum bisa diterima di sekolah tersebut,” ujarnya.
Disamping itu, pemerintah juga harus memberikan edukasi kepada masyarakat bahwa kualitas pendidikan antara sekolah negeri dengan swasta itu sama. Kalau sudah seperti itu seharusnya sekolah-sekolah swasta ini juga di exposure agar tampak menjadi sekolah yang sama dengan negeri.
“Dan kita mengedukasi orang tua dan anak-anak bahwa sekolah swasta dan Negeri sama sekarang di kurikulum merdeka ini, tidak ada beda. Masing-masing sama berkualitasnya. Karena itulah diperlukan upaya-upaya keras dalam melakukan evaluasi, mau memilih mana yang paling bisa dilakukan,” pungkasnya.(Yul)