Stefanus Sulayman Didakwa Penggelapan, Ben Hadjon : Harto Harus Bisa Buktikan Ada Blangko Kosong Yang Ada Tanda Tangan Dia

  • Whatsapp

SURABAYA – beritalima.com, Stefanus Sulayman, terdakwa kasus dugaan penggelapan 30 miliar menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Kamis (23/9/2021). Dia menjalani sidang dari Rumah Tahanan (Rutan) Kupang karena berstatus terpidana pada kasus korupsi dana fasilitas kredit usaha di Bank NTT Cabang Surabaya.

Jaksa Kejati Jatim Hari Rahmat Basuki dan Winarko dalam dakwaan mengatakan, tahun 2011, Harto Wijoyo pinjam di Bank BRI cabang Kawi Malang sebesar Rp.15 miliar dengan 7 agunan tanah dan bangunan bersertifikat SHGB dan SHM.

Tahun 2017 Bank BRI cabang Kawi Malang minta Harto melunasi pinjamannya dengan ancaman apabila tidak dilunasi agunannya akan di lelang. Panik, Harto pun berupaya mencari pinjaman dana diluar bank agar tidak dilelang.

Mei 2017, Harto dijembatani Ichwan Iswahyudi dan Charis Junaedi bertemu dengan terdakwa Stefanus Sulayman di Café Hotel di jalan Basuki Rahmat Surabaya. Dalam pertemuan tersebut, Harto mengajukan pinjaman Rp. 7.5 miliar pada terdakwa Stefanus Sulayman dengan jaminan akan menyerahkan 7 tanah dan bangunan SHGB di Malang yang masih menjadi agunan di Bank BRI cabang Kawi Malang.

Sebelum SHGB dan SHM diserahkan, antara Hartoyo Wijoyo dengan terdakwa Stefanus Sulayman sepakat lebih dahulu menandatangani surat kesepakatan Surat Perjanjian Jual Beli Asset Dengan Opsi Beli Kembali (Repo Asset).

Tanggal 8 Juni 2017, terdakwa Stefanus Sulayman dan Harto tandatangan Perjanjian Repo Asset No.02/Asset/HA/VI/2017 yang pada intinya disebutkan bahwa Harto akan menjual 7 assetnya dengan harga Rp.7.5 milyar kepada Stefanus Sulayman dan akan membelinya kembali dalam 2 tahun lagi, tepatnya tanggal 8 Juni 2019 dengan harga Rp.12 milyar rupiah. Dalam perjanjian Repo Asset juga dinyatakan kalau Stefanus Sulayman tidak diperkenankan untuk menjual objek jual beli ke orang lain sebelum masa perjanjian berakhir.

Tanggal 19 Juni 2017, Harto terima uang tunai Rp. 100 juta dari terdakwa Stefanus Sulayman di hotel Sheraton Surabaya. Tanggal 20 Juni 2017, Charis Junaedi mentransfer Harto Rp 400 juta melalui rekening Harto di BRI.

Tanggal 20 Juni 2017, Ichwan Iswahyudi dan Charis Junaedi mengurus pelunasan pinjaman Harto Wijoyo di BRI cabang Kawi Malang melalui pemindah bukuan dari rekening Charis Junaedi ke rekening Harto Wijoyo sebesar Rp. 5.250 milyard dan 7 sertifikat SHGB/SHM yang pernah diagunkan di BRI Cabang Kawi Malang diserahkan pihak Bank kepada Harto.

Selanjutnya ke 7 sertifikat SHGB/SHM Harto tersebut diserahkan kepada terdakwa Stefanus Sulayman di Hotel Sheraton Surabaya, dengan catatan kekurangan dana pinjamannya akan dibayar terdakwa Stefenus Sulayman dilain waktu.

Ke 7 tanah milik Harto di Kecamatan Blimbing kota Malang yang diserahkan kepada terdakwa Stefanus Sulayman adalah : SHGB No. 0884 luas 616 Meterpersegi, SHM No. 2267 luas 471 meterperaegi, SHM No. 2290 luas 1357 meterpersegi, SHM No. 3750 luas 98 meterpersegi, SHM No. 3800 luas 172 meterpersegi, SHM No. 3801 luas 172 meterpersegi dan SHM No. 675 luas 603 Meterpersegi.

Beberapa hari setelah penyerahan SHGB/SHM, Harto menemui terdakwa Stefanus Sulayman dikantornya di jalan Manyar Kertoadi Blok W No.528 Surabaya, meminta kekurangan pinjamannya dibayar. Terdakwa Stefanus Sulayman menyetujui permintaan Harto dengan syarat Harto menandatangani beberapa lembar kertas kosong.

Tanggal 22 Juni 2017, Harto melalui rekening BRInya menerima transfer 500 juta, tanggal 24 Juli 2017 Harto terima tunai 100 juta di Hotel Sheraton, tanggal 31 Juli 2017 Harto terima cek Bank Danamon 500 juta, tanggal 2 Agustus 2017 Harto terima lagi cek Bank Danamon 500 juta dan 150 juta.

Namun, setelah menerima 7 SHGB/SHM milik Harto, diam-diam tanggal 20 Juni 2017 tanpa sepengetahuan Harto, diduga terdakwa Stefanus Sulayman membuat Pengikatan Jual Beli dan Kuasa Menjual atas 7 SHGB/SHM tersebut ke notaris Maria Baroroh dan menjual tanah-tanah Harto tersebut ke Hendra Theimailattu.

Atas dakwaan itu, kuasa hukum Stefanus Sulayman, Ben D Hadjon tidak akan tinggal diam. Ben menilai, dakwaan jaksa ini sebenarnya sama persis dengan gugatan wanprestasi yang pernah dilayangkan Harto Wijaya terhadap Kliennya beberapa waktu lalu di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.

Terbukti sambung Ben, gugatan Harto tersebut dalam putusan pengadilan dinyatakan tidak diterima. Bahkan dalam salah amar putusannya Harto juga dinyatakan dalam keadaan wanprestasi, karena kewajiban Harto untuk membayar kembali sebesar 12 miliar sebagaimana yang diperjanjikan di Repo Asset tidak dipenuhi.

“Kalau dasar dari perjanjian Repo Asset, berarti saudara Harto ini wanprestasi, karena dalam tempo dua tahun dia harus membayar kembali 12 miliar, kalau saya tidak salah dengan angka itu,” tandas Ben.

Terkait Ikatan Jual Beli, Ben juga mengaku menantang Harto harus bisa membuktikan di persidangan ada blangko kosong yang ada tanda tangannya dia.

“Kalau Harto mendalilkan dia tanda tangan blangko kosong, berarti beban pembuktian ada pada dia. Sebab sewaktu saya mendampingi klien saya penyidikan di Polda Jatim, termasuk dalam berita acara konfrontir. Hanya Harto satu-satunya saksi yang menyatakan dia tanda tangan blangko kosong. Sedangkan yang lain mengatakan tanda tangan sesuai dengan prosedur. Ada Hendra Theimailattu, ada notaris Baroroh dan ada Charis Junaedi,” pungkas Ben. D Hadjon di PN Surabaya. (Han)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com beritalima.com beritalima.com

Pos terkait