JAKARTA, Beritalima.com– Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI bidang Industri&Pembangunan, Dr H Mulyanto M.Eng menilai manajemen isu Pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) buruk dan cenderung membahayakan.
Berbagai isu yang dilontarkan Pemerintah saat ini, kata anggota Komisi VII DPR RI tersebut dalam keterangan pers yang diterima Beritalima.com, Jumat (20/6) malam, sering menimbulkan kontroversi sehingga mengakibatkan rakyat gelisah. Karena itu, Mulyanto meminta Pemerintah mampu menahan diri untuk tidak mengobral isu sensitif.
Di tengah pandemi virus Corona (Covid-19) yang masih melanda Indonesia, sebaiknya Pemerintah fokus menuntaskan masalah besar ini. Daripada memunculkan isu baru yang tidak produktif, lebih baik Pemerintah fokus memikirkan solusi agar bangsa ini segera keluar dari krisis kesehatan yang sedang dihadapi.
Negara ini, kata Mulyanto, sepertinya tidak punya pemimpin yang dapat menyaring serta menyusun skala prioritas pekerjaan. Semua ingin dikerjakan dalam waktu yang sama. Namun sayang, caranya sangat tidak profesional. Isu kenaikan iuran Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan belum selesai, tagihan listrik PLN melonjak, penyelenggaraan ibadah haji dibatalkan, harga BBM yang seharusnya disesuaikan dengan harga minyak global belum terealisasi, sudah muncul isu penghapusan solar dan premium serta rencana pencabutan subsidi gas melon 3 kg.
Ditambah lagi isu tentang Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera, yang kesemuanya mengarah kepada tekanan pengeluaran bagi rumah tangga miskin dan mendekati miskin. Daya tahan publik bisa jebol jika terus menerus dihantam serangkaian isu ini. “Alih-alih mereka bisa berfikir sehat dan rasional, yang ada mereka malah bisa nekat berbuat tindakan yang destruktif, yang tidak kita harapkan,” jelas Mulyanto, legislator dari Dapil III Provinsi Banten tersebut.
Karena itu, Mulyanto berharap Pemerintah pimpinan Jokowi memperbaiki pola komunikasi ini segera. Jangan sampai berbagai isu itu berkembang secara bebas dan mengakibatkan kepanikan masyarakat yang sudah susah dengan himpitan ekonomi.
Hari ini misalnya, kata Mulyanto, badai penolakan terhadap RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) sudah sangat meluas. Penolakan bukan hanya dari Fraksi PKS dan Demokrat DPR RI tetapi juga kalangan Purnawirawan TNI dan Polri, ormas-ormas Islam besar termasuk Majelis Ulama Indonesia (MUI), kerukunan beragama seperti PGI dan KWI; ormas pemuda; rumah Pancasila, tetapi juga para akademisi dan lain-lain.
Tuntutan mereka, Pemerintahan Jokowi tidak hanya sekedar menunda pembahasan RUU tersebut, tetapi lebih tegas lagi, menolak membahasnya karena masyarakat khawatir, kalau pemerintah sekedar menunda, kelak pada masanya, pembahasan RUU ini dimunculkan lagi.
“Alasan masyarakat tersebut cukup masuk akal, apalagi secara bersamaan muncul isu penghapusan mata pelajaran agama dan akan digabungkan menjadi mata pelajaran agama, kepercayaan dan nilai-nilai Pancasila,” jelas Mulyanto.
Tidak hanya sampai di situ, Mulyanto juga menyoroti isu lain berpotensi membuat masyatakat panik seperti RUU Omnibus Law Cipta Kerja dan berbagai dampak turunannya. Jika Pemerintah tidak mengelola dengan baik, Mulyanto khawatir akan menimbulkan gejolak sosial yang dapat merugikan masyatakat.
Sebentar lagi, lanjut laki-laki yang menyelesaikan pendidikan S2 dan S3 di Tokyo, Jepang tersebut, isu jaminan produk halal akan menyeruak, karena Pemerintah melalui RUU Cipta Kerja bermaksud menghapus otoritas tunggal MUI sebagai satu-satunya lembaga pemberi fatwa halal.
Selain itu, dalam RUU tersebut diusulkan Usaha Mikro dan Kecil boleh mendeklarasikan secara sepihak (self declaration) produk/barang yang diproduksinya halal, tanpa melalui proses sertifikasi. Tentu ini akan menjadi isu krusial bagi konsumen Muslim.
Memang dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, lanjut Mulyanto, kita tidak boleh menghindari masalah yang muncul. Berbagai masalah yang datang tersebut harus dihadapi dengan hati tenang dan kepala dingin. Kita tidak ingin menjadi bangsa yang pengecut lari dari berbagai masalah berbangsa dan bernegara ini.
“Namun demikian, sebagai bangsa berbudaya dan bermartabat, dengan berbagai keterbatasan sumber daya yang dimiliki, berbagai isu tersebut penting untuk dikelola dengan baik, secara proporsional, profesional dan tepat momentum. Jangan sampai masyarakat ‘meledak’ kepalanya karena datang isu yang bertubi-tubi mencekam mereka,” demikian Dr H MulyantoM.Eng. (akhir)