JAKARTA, Beritalima.com– Pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah memutuskan menghentikan stimulus diskon listrik kepada masyarakat selama masa pandemi virus Corona (Covid-19) Juli mendatang.
Rencana itu direspons Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti. Dia meminta PLN memberikan keringanan sanksi terhadap warga, khususnya mereka yang sangat terdampak pandemi Covid-19.
Pada kuartal I 2021, stimulus diskon tarif listrik diberikan 100 persen untuk pelanggan 450 VA dan 50 persen untuk pelanggan 900 VA subsidi. Besaran diskon dipangkas pada kuartal II 2021 sehingga bagi pelanggan 450 VA menjadi 50 persen dan pelanggan 900 VA menjadi 25 persen.
“Untuk kuartal III 2021, pemerintah memastikan sudah tidak ada lagi stimulus diskon listrik sehingga bantuan kepada pelanggan 450 VA dan 900 VA subsidi yang kita tahu merupakan masyarakat menengah ke bawah terhenti,” tutur LaNyalla dalam keterangan pers yang diterima awak media, Rabu (23/6/).
Senator dari Dapil Provinsi Jawa Timur tersebut menilai, penghentian stimulus diskon listrik akan semakin memberatkan masyarakat kecil. Namun, pada sisi lain, LaNyalla menyadari beban pemerintah juga semakin tinggi.
“Karena itu, kita meminta kebijakan PLN untuk memberi keringanan sanksi untuk masyarakat kelas bawah ini. Seperti tunggakan, karena ekonomi mereka juga belum pulih,” tutur LaNyalla.
Dia juga meminta PT PLN (persero) memberi keringanan bagi pelaku usaha yang kesulitan membayar tagihan listrik. Sebab seperti diketahui, beberapa sektor usaha terkena imbas cukup besar akibat pandemi.
“Jika memang ada tunggakan, jangan langsung diputus. PLN perlu membantu mencari solusi. Misalnya tunggakan bisa dicicil melalui kesepakatan kedua belah pihak. Jadi penting sekali PLN mengetahui background para pelanggan yang mengalami tunggakan,” kata dia.
Dikatakan, kondisi pandemi tidak bisa disamakan dengan keadaan biasa sehingga diperlukan kebijakan turunan. LaNyalla mengatakan, tunggakan-tunggakan listrik patut diduga terjadi karena pelanggan sedang mengalami masalah perekonomian.
“Atau bisa jadi karena mereka adalah masyarakat miskin atau pelaku usaha yang sedang kesulitan sehingga PLN perlu memiliki opsi lain agar masyarakat miskin terbantu mengatasi permasalahannya,” ucap dia.
LaNyalla menilai, masyarakat berpenghasilan rendah akan semakin sulit apabila PLN melakukan pemutusan listrik. Sebab nantinya mereka harus dikenakan biaya lagi untuk pemasangan listrik baru.
“Tentunya hal tersebut akan sangat memberatkan, terutama bagi warga yang pendapatannya mengandalkan pemasukan harian. Maka saya berharap PLN menerapkan kebijakan humanis apabila menemukan persoalan seperti ini,” ujar LaNyalla.
Berdasarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2017, pelanggan yang menunggak pembayaran selama 30 hari, akan mengalami pemutusan aliran listrik secara sementara. Jika dalam 60 hari tidak dibayar, maka PLN berhak melakukan pembongkaran instalasi sambungan listrik. (akhir)